Di Nusantara, kelapa sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Pada masa itu, kemungkinan besar kelapa sudah dijadikan bahan pangan dan digunakan dalam pengobatan tradisional oleh etnis Melayu.
Di Jawa, orang yang sudah meninggal dianggap belum sepenuhnya tiada. Diyakini bahwa arwah masih dapat memeluk keluarganya yang masih hidup dari alam baka.
Secara garis besar, jenis hidangan tradisional Suku Sasak dalam peringatan hari-hari besar Islam atau hajatan keagamaan, dibedakan menjadi dua macam, yakni pesagik dan penaek.
Sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Juwana atas karunia Tuhan berupa kekayaan bahari, maka dipilihlah tradisi melarung aneka sesaji ke tengah laut.
Candi Sanggrahan dan Candi Gayatri yang dibangun berdekatan dengan Goa Selomangkleng, membuktikan bahwa toleransi di antara pemeluk agama Hindu-Buddha di Tulungagung, sudah terjalin sejak lama.
Seringkali tokoh-tokoh pewayangan yang dianggap sakral dan berwibawa, seperti Bima atau Krisna, justru membawakan peran yang menghibur lewat aneka lelucon.
Melalui pengintegrasian kultur dan religi, tercapailah bentuk khayali tertentu yang mempermudah manusia untuk meneladani kebijaksanaan hidup leluhurnya.
Seluruh elemen yang ada pada seni karawitan, baik pelaku, penikmat, hingga komposer karawitan–menganggap regu memiliki arti yang kompleks.
Kita kerap luput memandang batik sebagai hasil akulturasi budaya. Sebab itu, klaim pihak asing terhadap batik terasa begitu mencederai.
Masyarakat Indonesia menghormati leluhur yang telah meninggal lewat pelaksanaan tradisi-tradisi unik yang berkaitan dengan kematian.
