
Mengakrabi Bunyi Gamelan melalui Kisah Kartini
Ginonjing ibarat juru bicara bagi Kartini. Ginonjing seolah-olah menjadi wakil yang mampu meluapkan perasaan pilu yang dideranya. Sejak kecil, Kartini terbiasa dengan bunyi ginonjing.
Jalan-jalan Kesenian
Ginonjing ibarat juru bicara bagi Kartini. Ginonjing seolah-olah menjadi wakil yang mampu meluapkan perasaan pilu yang dideranya. Sejak kecil, Kartini terbiasa dengan bunyi ginonjing.
Selama ini, pembacaan terhadap teknik seringkali hanya dititikberatkan pada tataran tekstualnya saja. Padahal, musik tradisi nusantara juga perlu digali pada dimensi kontekstualnya, termasuk teknik permainan.
Semakin dalam mengilhami bunyi itu, semakin terasa getaran ilahiahnya.
Melalui gamelan, kita dapat menyimak peradaban yang berlangsung dari zaman kerajaan hingga saat ini. Salah satu serat yang memuat kisah itu ialah Serat Wedhapradangga.
Melalui kumandang sendaren, kultur pertanian yang mereka tekuni tetap bertahan.
Kiranya tidak berlebihan jika mengatakan bahwa pertunjukan Sandi Swara adalah sebuah ikhtiar yang ditunaikan untuk menyambung tautan-tautan yang ada.
Di Jawa, arah mata angin ibarat denyut nadi yang ada di dalam tubuh masyarakatnya. Ia tidak tertepikan. Menemani masyarakat Jawa dalam melakoni kehidupannya.
Kiwari, senggakan tidak hanya menjadi ornamen musikal saja, melainkan sebuah estetika. Senggakan menjadi suatu cara untuk menikmati musik.
Relasi antara kedua subjek ini begitu erat. Perjalanan historisnya dimulai sejak zaman kerajaan dan dicatatkan di berbagai serat.
Lakon-lakon “Samudra Mantana Tirta Amerta” masyhur di kalangan pecinta wayang. Lakon ini diadaptasi dari kitab Adi Parwa-Mahabaratha yang mengisahkan perebutan tirta amerta oleh asura dan para dewa.