Gamelan memiliki perjalanan historis yang panjang, persebarannya juga tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga menembus ke mancanegara. Gamelan yang tersebar adalah Gamelan Ageng dari Jawa serta Gamelan Gong Kebyar dari Bali.

Namun, patut diketahui bahwasanya masih terdapat banyak jenis gamelan di tanah air. Misalnya, Gamelan Angklung dari Bali, Gamelan Banjar dari Kalimantan Selatan, Gamelan Degung dari Tatar Pasundan, dan lain sebagainya.

Dari berbagai jenis yang ada, gamelan masih dapat diklasifikasikan menurut fungsinya. Misalnya di Jawa, terdapat Gamelan Pakurmatan: Gamelan Sekaten, Gamelan Kodhok Ngorek, Gamelan Carabalen, dan Gamelan Monggang. Keempat jenis gamelan ini mengampu fungsi yang berbeda-beda.

Sedangkan di Bali, terdapat Gamelan Angklung, Baleganjur, Gender Wayang, Gong Kebyar, dan lain sebagainya. Dari masing-masing jenis gamelan tersebut, terdapat kategorisasi fungsi masing-masing pula. Begitu kayanya gamelan yang dimiliki negeri ini.

Banyaknya jenis gamelan yang ada, kiranya telah melalui perjalanan panjang di masa sebelumnya. Barangkali, perjalanan tersebut juga telah menciptakan torehan dan corak antargamelan yang ada. Boleh diduga, salah satu yang mengarah pada hal tersebut adalah Gamelan Pakurmatan yaitu, Gamelan Carabalen.

Gamelan Pakurmatan

Seperti yang sudah dipaparkan, terdapat jenis Gamelan Pakurmatan di Jawa. Gamelan ini begitu dihormati sehingga penamaan dari gemelan jenis ini mereduksi perlakuan yang diberikan. Tempat bagi Gamelan Pakurmatan adalah di balik tembok keraton: Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.

Pasalnya, Gamelan Pakurmatan mengampu fungsi yang digunakan untuk keperluan keraton. Meskipun begitu, gamelan ini dulunya sempat dimiliki oleh masyarakat di luar keraton. Selain itu, keberadaan Gamelan Pakurmatan juga berada di institusi kesenian untuk keperluan edukasi.

Gamelan Pakurmatan terdiri dari empat jenis gamelan, yakni Gamelan Sekaten, Gamelan Kodhok Ngorek, Gamelan Carabalen, dan Gamelan Monggang. Keempat gamelan ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Menurut Supanggah (2002), Gamelan Sekaten berfungsi untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, Gamelan Monggang berfungsi untuk mengiringi prajurit keraton ketika berlatih perang, wafatnya raja, penobatan raja, dan kelahiran bayi laki-laki.

Gamelan Kodhok Ngorek digunakan untuk memberikan wara-wara atas kelahiran anak perempuan raja, selain itu juga berfungsi pada saat Grebek Bakda dan Grebek Maulud. Kemudian Gamelan Carabalen, berfungsi pasti yakni untuk menghormati kedatangan tamu, dimainkan saat hajatan keluarga, serta pada saat pelaksanaan kirab dan Grebek Mutakhir.

Selain fungsinya yang berbeda-beda, garap dari masing-masing gamelan juga tentu berbeda. Salah satu yang membuat saya tertarik adalah garap pada Gamelan Carabalen. Secara subjektif, garap pada gamelan ini berbeda dari kebanyakan garap di antara Gamelan Pakurmatan lainnya, yaitu permainan kendhang yang berisi penuh dalam sajian repertoarnya.

Gamelan Carabalen

Dalam satu ansambel Gamelan Carabalen, terdapat beberapa instrumen lain yang ikut terlibat yaitu, Kendhang Peneteg Alit dan Kendhang Peneteg Ageng, Gambyong yang terdiri dari 4 pencon (2 pencon disebut klenang, 2 pencon disebut kenut), Gong-Kempul, Kenong Japan, Penonthong.

Dua penamaan yang digunakan dalam gamelan ini merujuk pada hal tersebut. Pertama, merujuk pada sajian garapnya yang diulang-ulang (repetetif) atau dalam bahasa Jawanya disebut bolan-baleni. Kedua, karena sajian garapnya mengimitasi musikal gamelan Bali.

Di daerah Surakarta dan Yogyakarta, sering dijumpai adanya tambahan "an" yang menjadikan kata benda menjadi kata sifat, kerja atau kata tempat. Misalnya, kata mangkunegara berubah menjadi kata mangkunegaran, wirosobo beralih menjadi kata wirosaban, mantri beralih menjadi mantren, dan lain sebagainya.

Hal tersebut juga menjadi faktor dari carabalen. Berasal dari cara Bali, beralih menjadi kata carabalen. Kedua dugaan tersebut benar adanya bahwa, pertama lantaran pengulangan dari pola tabuhan Klenang dan Kenut yang memang repetetif; kedua adalah pola permainan yang mengadaptasi atau mengimitasi dari pola tabuhan gamelan Bali.

Gamelan Jawa Bernuansa Bali

Atas dugaan yang sudah ada itu, secara subjektif saya upayakan untuk mencerap gendhing-gendhing yang ada dalam Gamelan Carabalen. Sebelum beranjak lebih jauh, terdapat dua gendhing yang mengindikasikan kuatnya unsur Bali berdasarkan tajuk gendingnya: Ladrang Bali-Balen dan Ketawang Pisang Bali.

Kemudian, di berbagai kanal sosial media terdapat berbagai konten sajian yang menyajikan gendhing-gendhing dari Gamelan Carabalen. Dikarenakan tidak dapat menyaksikan secara langsung tabuhan Carabalen di Keraton, kiranya video-video tersebutlah yang dapat dicerap. Hal tersebut dikarenakan gendhing yang dimainkan dalam Gamelan Carabalen adalah pasti, sehingga pencerapan lebih dimungkinkan lantaran memiliki koridor: batasan gendhing.

Pola tabuhan yang dimainkan, khususnya Klenang dan Kenut memberikan kesan keBalian yang lekat. Dalam irama yang lugas, estetika musikal gamelan Bali dapat ditampilkan, kendati pola yang ada kerap terdengar ketika dimainkan dalam Gamelan Ageng di Jawa.

Selain itu, pola tabuhan kendhang yang dimainkan dengan dua kendhang juga menengarai pola tabuhan Bali, meskipun juga pola tabuhan dalam kendhang dapat dimainkan secara tunggal dalam beberapa gendhing di Gamelan Ageng.

Dalam sebuah repertoar sajian misalnya, pada video yang diunggah oleh channel Sutrisno Agungs Official, menunjukan corak repetitif dari sajian atau dalam bahasan tertaut disebut bolan-baleni. Klenang dan Kenut menguatkan itu. Perbedaannya terletak pada tempo yang menunjukan grafik bawah ke atas.

Dalam unggahan di channel Sanggar Seni Pustaka Laras yang memainkan Gamelan Carabalen di Keraton Surakarta untuk keperluan Grebeg Pasa, sajian tersebut menampilkan pola tabuhan yang tidak jauh berbeda dari video sebelumnya: repetitif, memiliki tempo yang relatif cepat dengan nada-nada yang “njawani”.

Dalam sajian repertoar gamelan yang termuat dalam Serat Wedhapradangga ini terdapat teknik tabuhan imbalan. Dua instrumen memainkan satu kalimat dengan silih-berganti antar dua instrumen. Pengampu teknik ini adalah Kendhang dan Gambyong: Klenang dan Kenut.

Dalam Gamelan Bali, teknik imbal seringkali dijumpai, entah dalam Gamelan Gong Kebyar, Gamelan Angklung, ataupun Baleganjur, atau bahkan dalam gamelan jenis lain.  Repetisi dari teknik imbal ini barangkali juga memperkuat dugaan tabuhan bolan-baleni. Teknik yang sarat unsur Bali, namun nada-nada yang terlahir juga tak menghilangkan nuansa Jawa.

Terlebih, gamelan yang sudah ada sejak tahun 1145 saka ini mengemban tanggung jawab di lingkungan keraton, di mana tersemat nilai-nilai budaya Jawa yang lekat. Kiranya hal tersebut dapat mengukuhkan keunikan perpaduan gamelan Jawa dengan estetika musikal gamelan Bali.

Relasi antara kedua subjek ini begitu erat. Perjalanan historisnya dimulai sejak zaman kerajaan dan dicatatkan di berbagai serat. Interaksi dari kedua kerajaan ini menorehkan warna baru, khususnya pada gamelan. Hingga kini, interaksi antarbudaya Bali dan Jawa masih terjalin.

Semoga interaksi musikal dari kedua belah pihak mampu menambah kekayaan musikal bagi keduanya. Sehingga, estetika musikal nusantara semakin kaya. Demikian Gamelan Carabalen menjadi salah satu Gamelan Jawa yang memiliki rasa musikal Bali.

Penyunting: Nadya Gadzali