
Blangkon sebagai Identitas Kaum Pria Jawa
Blangkon menjadi bagian dari realitas dan identitas kaum pria etnis Jawa yang berwibawa.
Seputar senjata dan benda tradisional
Blangkon menjadi bagian dari realitas dan identitas kaum pria etnis Jawa yang berwibawa.
Maktal hadir di awal pertunjukan tetapi tidak memiliki peran sentral dalam lakon manapun. Tugasnya hanya menampilkan tarian berpola yang disebut dengan tari keurseus.
Seni lukis ini berkembang dalam kehidupan masyarakat Bali yang religius dengan seni rupa sebagai bagian integral dari kehidupan mereka.
Peninggalan Keraton Ratu Boko memiliki keunikan yang tidak hanya berbentuk candi, tetapi juga bangunan lainnya yang bersifat profan.
Pertautan antara Ki Lapidin, Wisma Karya, dan Kembang Gadung tak terbentuk di ruang hampa, tak pula dapat ditafsir secara terpisah. Ketiganya cukup dibiarkan berjejalin dalam gugus imajinasi para pujangga dan penyusun naskah seni peran.
Catatan tentang keberadaan Candi Gedog sebenarnya sudah dijelaskan oleh beberapa utusan dari bangsa kolonial yang ketika itu masih berkuasa di tanah air.
Para ahli menduga awalnya figur-figur tersebut ada hubungannya dengan syamanisme alias perdukunan.
Ada yang menganggapnya nutrisi alami bagi tanaman padi, ada pula yang meyakininya bersalin rupa menjadi pakara tinun. Dari keduanya, masyarakat Badui beroleh manfaat kesejahteraan dalam bentuk kecukupan sandang, pangan, dan papan.
Belajar dari alam, masyarakat Karo mengembangkan intuisi purbawinya melalui ndikkar, mekanisme pertahanan diri terhadap serangan binatang buas sekaligus cara beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Kepercayaan leluhur Bugis yang masih dipertahankan oleh Towani Tolotang lebih menitikberatkan pada etika sosial dalam praktik kehidupan sehari-hari.