Dilema, Etika Hak Cipta, dan Musisi Tradisi
Penggunaan karya seni haruslah diiringi dengan perizinan sah dan pengakuan adil terhadap penciptanya.
Etnomusikolog, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta
Penggunaan karya seni haruslah diiringi dengan perizinan sah dan pengakuan adil terhadap penciptanya.
Dalam gemerlap industri kreatif, isu etika dan hak cipta menjadi fokus penting. Pengambilan, penggunaan, dan distribusi musik dari konteks budaya tertentu memerlukan pertimbangan mendalam.
Tentu saja di balik layar gemerlap komersialisasi, terdapat resiko bahwa keaslian dan konteks budaya dari karya-karya musik dapat terabaikan atau bahkan diabaikan sepenuhnya.
Etnomusikologi adalah ilmu yang menempatkan musik “dalam konteks”, sebagai jembatan untuk membaca peristiwa kebudayaan yang lebih luas.
Musik, terutama berbasis tradisi senantiasa menyimpan kekayaan kultural yang menunggu untuk dibongkar dan dibaca.
Di kala komunikasi tidak lagi membutuhkan kehadiran tubuh, jarak telah dilipat lewat dunia virtual-digital, kita masih memperdebatkan persoalan santet dan sejenisnya.
Karya Kinanthie Sandoong memang terdengar problematis. Di satu sisi ia memunculkan satu wacana pembelaan bagi tradisi gamelan bahwa: bergamelan bukan sekadar bermusik namun juga “berilmu pengetahuan”.
Mereka terlunta-lunta mempelajari bidang yang bukan kompetensinya hanya untuk memenuhi permintaan sekolah.
Kesenian Singo Ulung seperti layaknya pertunjukan barongsai, menggunakan medium topeng besar berbentuk hewan (singa) yang menutupi seluruh tubuh pemainnya.
Mereka meninggalkan kegaduhan, melepaskan tahta, memilih menjadi sudra, bergaul kembali dengan masyarakat biasa, bertapa dan kemudian moksa, hilang tak berbekas.