
Sarunei Bolon dalam Aktivitas Musikal Masyarakat Simalungun
Sarunei bolon dikenal sebagai alat musik tiup tradisional masyarakat Simalungun yang sering kita jumpai di dalam upacara adat maupun kenduri.
Seputar tentang alat musik tradisional dan karawitan
Sarunei bolon dikenal sebagai alat musik tiup tradisional masyarakat Simalungun yang sering kita jumpai di dalam upacara adat maupun kenduri.
Dicaci tetapi tetap dinikmati. Gerakan mencintai “keanehan” sebenarnya telah berusia lampau, di kala ukuran estetika seni dianggap mengalami kemandegan.
Fungsi holistik pada bundengan Wonosobo, mulai dari sistem pelarasan, julukan dan mitos, membuatnya selalu layak untuk dikisahkan ulang dari generasi ke generasi.
Eksistensi tembang dolanan seperti “Lir-Ilir” dan Gamelan Sekaten, merupakan bukti dari jejak-jejak masa lalu penyebaran agama Islam oleh Walisongo.
Seringkali tokoh-tokoh pewayangan yang dianggap sakral dan berwibawa, seperti Bima atau Krisna, justru membawakan peran yang menghibur lewat aneka lelucon.
Seluruh elemen yang ada pada seni karawitan, baik pelaku, penikmat, hingga komposer karawitan–menganggap regu memiliki arti yang kompleks.
Kendati dikenal sebagai dekorasi bunyi, keberadaan Pindekan juga erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat agraris di Pulau Bali.
Dari persinggungan suasana yang dihasilkan oleh berbagai musik tradisional, multikulturalisme dari perspektif musik etnik adalah multiplisitas dan dialog.
Adegan dalam kesenian Pojhian bersifat sakral. Hal ini tampak pada teksnya yang memiliki makna cukup mendalam tentang relasi antara manusia, alam dan Tuhan.
Di tangan Karno KD, gending-gending gamelan Jawa yang lazimnya bernuansa luwes, kalem, bahkan dianggap sakral—digubah layaknya musik Dangdut Koplo.