Etnis.id - Tari Gandrung merupakan bentuk perwujudan dari rasa terima kasih kepada Dewi Sri yang notabene Dewinya Padi dan penjaga kehidupan bagi masyarakat Banyuwangi.
Awalnya, Gandrung dijadikan ritual untuk penghormatan kepada Dewi Sri. Sekarang, ia berubah menjadi kesenian rakyat. Bahkan menjadi tarian sambutan dan acara-acara tertentu sampai mengikuti event tarian nasional dan internasional.
Sejak dulu, upacara adat yang dilakukan masyarakat Banyuwangi sama seperti daerah-daerah lain yang ada di Indonesia, berupa tarian yang dilakukan berturut-turut selama tujuh hari dan dilakukan oleh penari lelaki dan transgender. Sama seperti tarian Sintren yang ada di Jawa Barat dan di Banyuwangi ada Seblang.
Dengan penari yang dirasuki oleh sosok pengayom yang dipercaya dari daerah tersebut, Seblang merupakan cikal-bakal Gandrung ketika masih berfungsi sebagai sarana ritual. Konon, Seblang berfungsi untuk menghilangkan segala hambatan yang disebut dengan sebel-sebel ilang. Artinya, menghilangkan hal-hal yang berbau negatif. Sekarang, Seblang telah bergeser sebagai hiburan rakyat, Tentu saja ia tidak dapat ditemukan di daerah lain.
Omong-omong, Gandrung telah menjadi mercusuar kesenian di Banyuwangi. Setiap kesenian di Banyuwangi memiliki unsur-unsur kesenian Gandrung. Secara tidak langsung, Gandrung menjadi kiblat.
Tarian ini sempat vakum, sebab banyak dari warga Banyuwangi malu untuk menjadi penari Gandrung. Alasannya, banyak masyarakat Banyuwangi yang menganggap kurang bagus jika anak perempuan menjadi seorang penari gandrung, sebab selalu tampil pada malam hari hingga pagi hari dan disaksikan banyak lelaki. Kini, stigma itu perlahan-lahan menghilang. Selain menjaga kebudayaan, sekarang penari Gandrung sudah menjadi profesi yang menghasilkan.
Pakaian para seniman Gandrung
Jika diperhatikan, pakaian yang dipakai seni gandrung ini hampir sama dengan pakaian yang ada pada kesenian di Bali. Seperti penutup kepala udeng yang dipakai oleh pengrawit musik Gandrung.
Dari tiga kotak motifnya, udeng memiliki maksud-maksud tertentu. Kotak pertama, harapan. Kita mampu mengkosongkan atau lebih mudah menerima hal-hal yang baru dan baik untuk kita.
Kotak kedua, kita tak boleh langsung menerima informasi mentah-mentah. Kita harus punya saringan. Saringan itulah yang ada di kotak kedua. Kotak ketiga, ada saringan paling halus atau tertinggi yakni agama dan adat yang kita anut.
Dari pakaian penari, ada sampur, selendang, sewe, omprog (udeng). Omprog penari Gandrung pun tak sama dengan yang dipakai sinden seperti biasanya. Pakaian penari Gandrung juga sederhana dan warnanya lebih mecolok atau lebih berani. Jika perbandingannya adalah penari Bali, maka Bali lebih artistik dan didominasi warna emas pada pakaian penarinya yang terpengaruh budaya keraton di sana.
Musik Gandrung
Musik Gandrung juga hampir sama dengan yang ada di Pulau Dewata. Perbedaannya bisa dilihat dari Laras. Walaupun sama-sama pentatonis, akan tetapi di Banyuwangi nadanya selendro. Berbeda dengan di Bali dan juga Jawa Barat, yang sama-sama pelok.
Bentuk fisik alat musik yang ada di Banyuwangi mirip seperti dengan kulintang yang serupa dengan kesenian Cekok dan Bumbung Bali yang secara bentuk, alat musik Gandrung ini hampir sama dengan yang ada di Bali. Sama juga dengan yang ada di Bandung, Jawa Barat, yaitu angklung kocok dengan cara dikocok sedangkan musik Gandrung dipukul.
Alat musik Gandrung yang sedikitnya membutuhkan lima orang untuk memainkannya, sebelum masuk penjajahan kolonial, alat yang dipakai oleh gandrung adalah angklung dan suling. Saat penjajah masuk, maka ditambahkan biola dengan triangle. Sedangkan alat perkusi yang dipakai yaitu gendang, ketuk dan gong.
Sebetulnya musik Gandrung yang ada sekarang ini banyak memiliki banyak perubahan. Angklung dan gamelan yang ada merupakan pengembangan. Yang asli dari alat musik melodi hanya biola. Sudah ada modifikasi dari Gandrung yang dulu dan sekarang.
Awalnya, dulu gong yang dimainkan para pengrawit musik hanya satu, sekarang sudah jadi dua. Dulu, sesederhana gendang Jawa yang tidak menggunakan kaki. Sekarang gendang yang pakai kaki bertambah menjadi dua.
Penari Gandrung
Ketika seorang penari dinobatkan dirinya sebagai Gandrung, itu sama halnya dengan titel yang kita dapatkan semenjak lulus kuliah. Selama hidup, titel yang dia dapatkan akan menempel dengannya.
Soal penari Gandrung, ternyata ada penari Gandrung Temuk, Gandrung Sunasi. Keduanya tidak hanya menari, melainkan bisa juga bernyanyi bersama tamu. Lebih dari itu, zaman dulu, untuk menjadi seorang Gandrung, harus menjalankan ritual tersendiri dan tidak hanya sekadar bisa nyanyi dan menari saja.
Kini, penari Gandrung lebih menjurus ke hal yang lebih praktis. Apakah mau menggunakan ritual atau tidak. Meski begitu, tidak semua penari meninggalkan kesakralan Gandrung. Di daerah-daerah terpencil, masih ada ritual yang dilakukan oleh penari.
Intinya, dengan pulau yang saling berdekatan antara Banyuwangi dan Bali, tidak menutup kemungkinan ada perkawinan budaya. Mulai dari kebudayaan Bali yang mempengaruhi budaya Banyuwangi dan begitu juga sebaliknya.
Editor: Almaliki