Etnis.id - Telah ditemukan satu program ajang pencarian bakat yang menonjolkan kearifan lokal. Sebut saja acara x. Acara ini, menurut sudut pandangku sebagai lulusan dari jurusan bahasa dan sastra, telahmenguatkan bahasa lokal (bahasa Jawa) di kancah nasional yang konon terancam punah.
Dari sini, kita seharusnya sadar bahwa yang perlu dilindungi tidak hanya flora dan fauna langka, tetapi bahasa-bahasa daerah juga perlu dibuatkan cagar bahasa. Benarkah Bahasa Jawa terancam punah?
Nur Fitri Hidayah (2013) dalam penelitiannya yang dipublikasi di Jurnal Solidarity Unnes menyebutkan, bahwa telah terjadi krisis eksistensi penggunaan Bahasa Jawa di kalangan keluarga Jawa yang disebabkan oleh kekurangan sosialisasi Bahasa Jawa dari orang tua ke anak dan pengaruh pergaulan lingkungan.
Dampaknya, eksistensi bahasa Jawa terancam punah. Salah satu contoh pengaruh lingkungan yang membuat bahasa Jawa terpinggirkan adalah bahasa yang digunakan dalam acara televisi swasta didominasi oleh bahasa Indonesia.
Dominasi penggunaan Bahasa Indonesia dalam hampir seluruh program acara di televisi, tidak berlaku bagi program ajang pencarian bakat x. Program ini berani menasionalisasikan bahasa lokal (bahasa Jawa) ke seluruh penikmat acara lewat komentar-komentar asyik dari Ari Lasso, Anang Hermansyah dan Maia Estianty.
Ari Lasso sebagai orang asli Madiun, Anang Hermansyah sebagai orang asli Jember dan Maia Estianty sebagai arek Suroboyo membuat komunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa ketika mengomentari penampilan para peserta terkesan natural, asyik dan tak jarang membuat Judika & Bunga Citra Lestari ikut tertawa (meskipun mungkin mereka berdua tidak paham maksudnya).
Adegan ini terjadi ketika salah satu peserta audisi yang bernama Keisya dan berasal dari Malang, Jawa Timur. Di pertengahan Keisya bernyanyi, Anang langsung berkata kepada Ari Lasso dengan bahasa Jawa “gak usah suwe suwe, So (jangan lama-lama, So)” dan dibalas Ari Lasso dengan ungkapan ssst (biar dia selesai bernyanyi dulu).
Seusai bernyanyi, Anang memberikan komentar “Arek Ngalam, salam satu nyali” dan langsung membuat semua juri beserta Keisya tertawa. Ari Lasso yang melihat Keisya hanya tersenyum dan tidak menanggapi komentar Anang, langsung melontarkan kalimat ejekan kepada Anang yang berbunyi “Gak dibales, ora payu (tidak dibalas, berarti tidak laku!)”.
Berdasarkan paparan di atas, penggunaan bahasa Jawa dalam sesi komentar pasca-bernyanyi dapat memicu kesan hangat dan bersahabat. Penggunaan bahasa Jawa oleh para juri bermanfaat untuk melawan asumsi-asumsi yang beranggapan bahwa bahasa lokal/daerah itu ndeso, kampungan atau norak.
Tapi, benarkah ada seseorang yang berasumsi seperti itu? Suharyo (2018) dalam penelitiannya tentang nasib Bahasa Jawa dalam pandangan dan sikap bahasa generasi muda Jawa yang dipublikasi di Jurnal Nusa, menyebutkan bahwa generasi muda Jawa memiliki sikap negatif terhadap Bahasa Jawa dan lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa, baik di dalam lingkup keluarga maupun persahabatan.
Dalam hal ini, para penyanyi di atas justru membuktikan bahwa berbahasa Jawa itu keren dan tidak kampungan. Ungkapan ini merujuk pada satu adegan pada tahap audisi, sewaktu seorang peserta yang bernama Jessie dari Yogyakarta menyanyi.
Jessie penyanyi dengan genre unik, sebab ia seorang penyanyi rap. Ketika tahap perkenalan diri, Ari Lasso tertarik dengan gaya pakaian Jessie yang bergaya selayaknya penyanyi rap sejati dengan aksesoris cincin lengkap di jari-jari tangannya.
Selanjutnya, Ari Lasso memberikan komentar yang ditujukan kepada Anang, “iki nek tidur pake baju gini, beset kabeh awake, Nang! (jika tidur menggunakan baju seperti itu, badannya bisa terluka karena tergesek oleh cincin)”.
Sebelum bernyanyi, Jessie disuruh oleh para juri untuk bersalaman dengan Anang. Sebagai seorang penyanyi dengan basic rap, Jessie bersalaman dengan Anang tidak dengan berjabat tangan, tetapi dengan saling mengantamkan kepalan tangan (tos).
Sontak saja Ari Lasso langsung bertanya kepada Anang, “loro gak Nang kenek Akike? (sakitkah Nang saat terkenan cincinnya?)” dan dijawab oleh Anang dengan ungkapan yang membuat semua juri tertawa, “iki koyoke ngefens ambek Tessy (sepertinya dia ngefans Tessy)”.
Jessie menbawakan lagu Bahasa Inggris dengan aliran rap dan R&B. Hal yang paling unik adalah ketika salah satu juri menantang Jessie bernyanyi rap dengan menggunakan Bahasa Jawa. Jessie mampu membuat semua juri bertepuk tangan dan secara khusus membuat Anang memberikan penghormatan dengan rap Bahasa Jawanya.
Bernyanyi rap membuat Jessie kehausan, sehingga ia meminta air minum kepada kru. Hal itu berhasil memancing Ari Lasso untuk menjawab permintaan Jessie dengan rap bahasa Jawa pula, “iki tak kei ngombe, maringene nyanyio mane. Nyanyie sing luwih banter, soale kene wes keluwen kabeh. (ini kuberi minum, setelah itu bernyanyilah lagi. Bernyanyi lebih semangat, sebab kita di sini sudah kelaparan semuanya)”.
Rap bahasa Jawa Ari Lasso membuat semua juri, Jessie dan bahkan beberapa kru ikut tertawa ngakak. Sekali lagi perlu saya tekankan, Ari Lasso dan Anang Hermansyah sebagai musisi papan atas Indonesia, dengan sekontainer prestasi saja bangga berbahasa Jawa. Mengapa kita tidak?
Akhir kata, saya benar-benar ingin berterima kasih kepada acara tersebut karena menghadirkan musisi di atas. Setidaknya, ia mereka membantu menjaga eksistensi bahasa lokal (Bahasa Jawa).
Saya rasa tidak berlebihan jika balai bahasa Jawa Timur memberikan penghargaan kepada mereka bertiga sebagai duta bahasa Jawa sebab jasanya membawa Bahasa Jawa menasional.
Editor: Almaliki