Etnis.id - Di Jawa, bayi dan anak-anak sebaiknya tidak berada di luar rumah ketika hari sudah mulai gelap. Beberapa menyebutnya dengan momentum candhikala. Di mana para makhluk dari dimensi tertentu mulai berkeliaran mencari mangsa. Dan jangan sampai si jabang bayi yang berada di luar rumah menjadi santapan para makhluk tersebut.

Waktu-waktu menjelang gelap tersebut diyakini bakal membawa banyak petaka bagi si bayi. Begitulah cerita-cerita yang masih kita dengar sampai hari ini. Beberapa ahli di bidang tertentu menganggap sikap dan keyakinan semacam itu cenderung membuat masyarakat tampak bodoh dan mudah dibodohi. Karena masih mempercayai cerita-cerita abstrak mendekati khayali semacam itu.

Tapi yang patut kita kaji adalah, mungkinkah masyarakat Jawa sejak dulu kala sudah mengetahui apa itu spektrum cahaya? Apa itu proses fotosintesis? Apa hubungan proses fotosintesis tumbuhan dengan bayi? Cahaya adalah kata kuncinya.

Jika dilihat dari faktor eksternal, tumbuhan memerlukan cahaya matahari untuk berkembang. Bayi pun demikian. Masyarakat Jawa mengenal dengan ‘dhedhe’ yaitu membiarkan tubuh si jabang bayi terkena matahari pagi secara langsung. Tujuannya agar pertumbuhan si bayi bisa berjalan dengan baik. Menguatkan tulang dan melancarkan aliran darah. Yang tentu saja memiliki imbas yang cukup positif bagi si jabang bayi. Salah satu memperkuat daya tahan tubuh si jabang bayi.

Mungkin masih banyak dijumpai ketika si kecil rewel karena pilek, salah satu metode penyembuhan yang digunakan adalah dengan cara dhedhe. Cahaya tampak, seperti cahaya matahari, terdiri dari beberapa spektrum warna. Tampaknya hanya satu warna yaitu putih, tapi sebenarnya terdiri dari beberapa warna. Menurut Giancoli (2001), cahaya tampak merupakan gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya berkisar antara 400 nanometer (nm) sampai 750 nm.

Dari sanalah spektrum cahaya bisa dilihat. Spektrum warna itu terdiri dari ungu (390-455 nm), biru (455-492 nm), hijau (492-577 nm), kuning (577-597 nm), jingga (597-622 nm) dan merah (622-780 nm).

Sebuah penelitian tentang fotosintesis tumbuhan menyebutkan bahwa tumbuhan akan mengalami proses pertumbuhan yang optimal apabila terpapar cahaya matahari yang didominasi oleh spektrum warna merah (Handoko, 2008).

Biasanya spektrum merah muncul pada cahaya matahari pagi. Lalu bagaimana kondisi alam ketika memasuki malam hari setelah cahaya matahari tak lagi tampak? Seperti dalam ilmu biologi dan fisika tentang proses fotosintesis, bahwa tumbuhan akan menyerap banyak karbondioksida lalu memasaknya menjadi oksigen yang sangat bermanfaat bagi manusia.

Oksigen sendiri adalah kebutuhan primer manusia. Proses fotosintesis itu hanya terjadi ketika ada cahaya matahari. Sedangkan pada waktu malam hari, tumbuhan itu membuang karbondioksida yang memiliki dampak kurang baik jika dikonsumsi oleh manusia.

Dari sini kita sudah mulai bisa melihat bahwa sudah tumbuh semacam kesadaran masyarakat Jawa terhadap pentingnya menghargai dan memanfaatkan cahaya. Yang nanti pada ujungnya ada keterkaitan dengan perhitungan waktu, Neptu atau momentum.

Waktu seperti apa yang cocok dan baik untuk si jabang bayi menikmati fasilitas yang sudah diberikan oleh sang Pencipta berupa oksigen. Dan waktu yang bagaimana saja yang sebaiknya dihindarkan dari si jabang bayi.

Iya. Mungkin kondisi alam sudah berubah. Tetapi faktor eksternal yang dapat membantu si jabang bayi tumbuh dan berkembang berupa cahaya matahari pagi tidak bisa diabaikan. Jabang bayi sangat membutuhkan itu.

Mungkin dulu belum bisa disebut apa itu spektrum cahaya, apa itu panjang gelombang, apa itu frekuensi. Gelombang apa saja yang baik dan kurang baik untuk si jabang bayi. Mungkin itu yang disebut dengan candhikala, atau Sandhi dan Kala, atau waktu-waktu yang samar.

Waktu-waktu peralihan dari terang ke gelap dan sangat didominasi oleh spektrum cahaya ungu. Yang tentu saja itu berdampak kurang baik untuk pertumbuhan si jabang bayi karena karbondioksida mulai beterbaran di mana-mana.

Waktu-waktu yang sebaiknya digunakan untuk berada di dalam rumah. Merenung dan melakukan kontemplasi, supaya esok hari menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Jadi mungkin ini tidak hanya kisah-kisah dhemit. Mungkin ini lebih merujuk dalam konteks kesehatan.

Editor: Almaliki