Etnis.id - Mempersembahkan canang merupakan ritual yang wajib dilakukan umat Hindu di Bali setiap harinya. Hal ini sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas hari baru dan kesempatan hidup yang diberikan.
Hari yang baru dianggap sebagai sebuah berkah dan kesempatan melanjutkan kehidupan bagi orang Bali. Besarnya rasa syukur yang dirasakan, membuat masyarakat selalu berusaha menyerahkan sesembahan terbaik kepada Sang Hyang Widi.
Dalam ritual canang, biasanya orang Bali menghaturkan canang saat pagi, siang atau sore hari. Bergantung pada kesibukan dan aktivitas. Yang pasti dalam sehari, setiap keluarga wajib melakukan ritual ini.
Canang secara etimologis berasal dari kata “Ca” yang bermakna indah dan “Nang” yang bermakna tujuan. Sehingga canang bermakna sebagai tujuan yang indah atau bertujuan indah.
Dalam tradisi, terdapat tiga tingkatan upakara (perlengkapan), mulai dari Nista, Madya, kemudian yang tertinggi yakni tingkatan Utama. Ketiganya menjadi dasar umat Hindu dalam menjalankan yadnya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini juga menjadi pilihan agar umat dapat menjalankan yadnya sesuai dengan kesanggupan agar tidak menjadi beban dan menyulitkan.
Dalam tingkatan yang paling kecil atau nista, ritual yang dapat dilakukan yaitu dengan menyediakan canang sebagai upakara dalam persembahan sehari-hari. Meski berada di tingkatan yang kecil, canang berperan penting.
Orang-orang Bali menyebut canang sebagai sebuah persembahan yang kecil bentuknya, tapi sifatnya inti. Canang juga kerap dihadirkan dalam berbagai upacara maupun persembahyangan lainnya.
Secara umum, canang merupakan sesaji yang mudah ditemui di pelbagai lokasi seperti pada area pura, tempat usaha, rumah, mobil hingga jalanan. Canang terbagi dalam bermacam jenis. Yang membedakan mulai dari bentuk, komponen dan penggunaannya.
Canang yang paling sering digunakan dalam rutinitas ritual harian umat Hindu di Bali adalah canang sari, yang merupakan bentuk sesaji yang paling sederhana. Canang sari merupakan sebuah sesaji atau banten yang terbuat dari daun kelapa muda atau janur, kemudian diisi pelbagai jenis macam bunga warna-warni, dupa wangi dan berbagai syarat lainnya. Canang sari ini memiliki alas sebuah tamas kecil atau ceper di dalamnya.
Canang sari terbagi menjadi dua jenis, yaitu Canang Sari Ageng dan Canang Sari Alit. Meski sederhana, canang sari juga digunakan sebagai pelengkap untuk melengkapi persembahan dalam upacara lainnya, terutama pada hari-hari tertentu dalam kalender Bali, seperti pada Purnama dan Tilem.
Cara membuat canang sari pun membutuhkan keterampilan dan kesabaran. Pada zaman dahulu, setiap perempuan diwajibkan bisa membuat canang sari untuk keperluan ritual sehari-hari dari keluarga. Saat membuat canang sari, dibutuhkan pengorbanan materi, waktu dan tenaga.
Meski begitu, dalam menjalankan ritual ini, masyarakat tidak merasa terbebani. Justru sebaliknya, mereka tetap berusaha untuk dapat menghaturkan banten yang terbaik setiap hari.
Untuk membuat canang sari, diperlukan enam bahan utama, keenam bahan ini sifatnya wajib, tidak boleh kurang. Komponen yang pertama adalah daun janur. Janur ini akan digunakan sebagai wadah dan alas yang akan ditekuk menjadi empat sisi perlambangan kekuatan bulan atau Ardha Candra.
Setelah adanya janur, bahan yang kedua adalah porosan yang terdiri dari janur, daun sirih, pinang dan juga kapur. Rangkaian porosan ini juga dipercaya sebagai simbol yang mewakili Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa atau Tri Murti.
Bahan yang ketiga dimaknai sebagai simbol kekuatan Wisma Ongkara yaitu berisikan potongan pisang, irisan tebu dan kue khas Bali. Kemudian bahan wajib yang keempat, adalah Sampaian Urasari yang berbentuk lingkaran yang berfungsi sebagai tempat meletakkan bunga.
Komponen yang kelima yang tak boleh ketinggalan adalah bunga-bunga segar yang berwarna-warni. Biasanya bunga yang digunakan antara lain bunga kemitir dan bunga pecah seribu. Kesegaran bunga-bunga dalam canang sari ini menunjukkan bukti ketulusan dan kesucian.
Terakhir, komponen yang keenam adalah bunga rampai yang diletakkan di atas susunan bunga-bunga sebelumnya. Bunga rampai ini melambangkan kebijaksanaan. Selain aturan enam komponen wajib dalam pembuatan canang sari, terdapat juga aturan peletakan bunga sesuai dengan warna dan arah mata angin.
Yang perlu diingat saat memasang canang yaitu untuk bunga berwarna putih dan dupa menyala, arahnya ke timur. Untuk bunga yang berwarna ungu atau gelap, arahnya ke sisi barat. Kemudian untuk bunga berwarna kuning di sisi selatan dan bunga-bunga berwarna merah di sisi utara.
Canang sari kemudian dilengkapi dengan dupa dan percikan air suci saat sedang dipersembahkan. Hal ini membuat canang sari menjadi wangi serta indah dipandang mata, dengan warna-warni bunga segar di dalamnya. Canang sari juga dapat dilengkapi dengan sesari berupa uang kertas dan uang logam.
Ada juga Canang Genten yang memiliki komponen inti seperti canang sari. Namun ditambahkan bahan pisang mas, jajanan kiping dan bubur merah serta putih. Bubur merah dan putih ini dikemas dengan janur yang telah digulung seperti tabung atau batang rokok, kemudian diletakkan di dalam canang.
Canang Genten biasanya diserahkan saat umat meminta anugerah keremajaan. Canang ini digunakan dalam upacara Matatah (potong gigi) atau Menek Kelih. Ada juga Canang Raka, prinsipnya mirip dengan canang sari. Hanya saja pada canang ini ditambahi lima macam buah sebagai simbol permohonan peleburan panca mala yang dihaturkan. Dalam penyusunannya, lima buah diletakkan pada wadah berbentuk lingkaran seperti mangkok pendek, kemudian canang sari diletakkan di atasnya.
Dalam satu hari, biasanya setiap rumah paling tidak membutuhkan 25 canang sebagai sesaji, hal ini tergantung pada luas rumah dan area titik yang harus diberi persembahan. Pada rumah yang cukup besar, setidaknya membutuhkan 60 canang setiap harinya untuk satu rumah.
Penggunaan canang dalam berbagai ritual setiap hari, membuat kebutuhan bunga-bunga segar dan janur sangatlah tinggi. Dalam setahun, dibutuhkan puluhan puluh ribu ton bunga-bunga segar dan ratusan ribu ton daun janur di Pulau Bali. Hal ini juga membuat adanya mata pencaharian seperti petani berbagai macam bunga dan profesi pembuat canang di Bali.
Perlu diketahui, trersebarnya canang dalam pelbagai lokasi mulai dari tempat sembahyang hingga jalanan, seringkali membuat para pendatang dan wisatawan tidak sengaja menyenggolnya atau bahkan menendangnya saat sedang berjalan.
Menurut orang setempat, bila ada orang yang tidak sengaja menyentuh canang, maka masih akan dimaklumi karena ketidaktahuannya. Namun, bila ada orang yang sengaja merusak atau menyentuh canang untuk tujuan iseng dan tidak baik, maka orang tersebut akan ditegur secara langsung oleh warga setempat. Di sisi lain, orang Bali percaya, bahwa akan ada karma yang menimpa dari sebuah niat yang tidak baik.
Editor: Almaliki