Etnis.id - Jika kita berjalan-jalan di perkampungan yang ada di Sulawesi Selatan, barangkali kita sudah kesusahan menemukan masyarakat yang masih memegang teguh tradisi mabboka atau mencuci rambut dengan menggunakan santan.

Tentu saja, tradisi merawat rambut yang serupa ada di setiap daerah di nusantara. Penggunaan istilahnya saja yang berbeda. Sebelum masyarakat Bugis mengenal sampo, santan merupakan bahan yang digunakan untuk merawat rambut orang-orang terdahulu.

Nenek saya yang tinggal di kampung, tepatnya di Desa Tabo-Tabo, Kabupaten Pangkep secara rutin menggunakan santan hingga saat ini. Tradisi mabboka tidak ditinggalkan oleh nenek saya, sekalipun industri perawatan rambut terus tumbuh hingga ke kampung-kampung pedalaman. Bahkan saat ini kita mengenal kondisioner sebagai pelengkap sampo.

Produk demikian membentuk kita memiliki banyak kebutuhan yang pada akhirnya menjadikan masyarakat semakin konsumtif. Dalam satu perawatan rambut, kita membutuhkan dua produk. Sementara santan bagi masyarakat Bugis dapat berfungsi sebagai sampo dan juga santan itu sendiri.

Sesungguhnya, pengalaman mabboka tidak banyak saya dapatkan. Seingat saya, terakhir kali menggunakan santan untuk membersihkan rambut saat menginjak kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Waktu itu, Ibu sangat giat menyisihkan buah kelapa yang biasanya digunakan untuk membuat kue, agar dapat dipakai juga merawat rambut. Kini dalam perkembangannya, tradisi mabboka semakin hilang, selain karena jumlah pohon kelapa semakin berkurang, masyarakat juga sepertinya ogah-ogahan
menggunakan santan lagi.

Permasalahan berkurangnya kelapa selanjutnya dapat ditelisik pada masa menjamurnya kelapa sawit di Indonesia. Dalam buku Membunuh Indonesia (2011), dikabarkan bahwa terjadi penjajahan atas kelapa, gula, garam, jamu dan kretek di Indonesia.

Sementara, beragam klaim kesehatan menyusul dan menyebutkan bahwa sampo mampu menggantikan khasiat pada santan. Misalnya, mampu membuat rambut tidak rontok, tidak kering, kuat dan pastinya wangi.

Permasalahan aroma rambut setelah menggunakan santan ini, juga sering menjadi masalah. Saya enggan menggunakan santan karena menimbulkan aroma
rambut yang tidak wangi, seperti halnya sampo yang digunakan oleh teman-teman saya yang lain. Hal itu seringkali membuat  saya minder.

Beranjak dewasa, saya mulai paham ihwal bagaimana pentingnya menjaga rambut dengan perawatan menggunakan santan. Nenek saya misalnya, pada umurnya yang lebih dari 80 tahun,  rambut hitamnya masih konsisten mengkilau. Hanya sedikit uban di kepalanya. Jika dibandingkan dengan Nenek, Ibu saya memiliki rambut yang tidak semengkilau dan jumlah ubannya lebih banyak dari Nenek.

Seperti lonceng kematian, pudarnya tradisi mabboka menjadi pintu dalam melihat Puang Sirajuddin dan Puang Kasim. Dua orang petani kelapa yang menjadi narasumber dalam buku Membunuh Indonesia ini, harus kehilangan mata pencaharian utamanya, karena masyarakat tidak lagi menggunakan minyak goreng.

Ada satu ancaman bagi petani kelapa di Indonesia dan negara-negara tropis penghasil kelapa lainnya: perang anti kelapa yang dilancarkan negara penghasil minyak nabati lain. Salah satu negara yang paling getol memerangi kelapa adalah Amerika Serikat, produsen minyak goreng kedelai nomor wahid dunia.

Kita barangkali masih mengingat imbauan dari pemerintah dan dunia kesehatan untuk berhati-hati dalam mengonsumsi minyak. Minyak mengandung lemak jenuh yang bisa menyebabkan kolesterol. Mereka datang menempelkan citra buruk terhadap minyak goreng dan menggantinya dengan minyak olahan penjajah.

Citra buruk terhadap minyak kelapa menggempur para petani kelapa. Kita sulit mengkritisi industri minyak yang memperkaya negara lain di balik klaim kesehatan. Padahal fakta sejarah menunjukkan, leluhur kita, nenek-nenek kita, baik-baik saja
dengan mengonsumsi minyak kelapa.

Padahal kelapa pernah menjadi komoditas dagang utama sejak abad ke-18. Ketika itu kopra nusantara merajai pusat-pusat perdagangan komoditas dunia. Hingga saat ini, Indonesia masih menduduki peringkat pertama produsen kelapa/kopra terbesar dunia. Luas areal tanaman kelapa rakyat mencapai 3,8 juta hektare--yang terbesar di 33 provinsi dan melibatkan 7,13 rumah tangga petani.

Seiring dengan matinya para petani kelapa, masyarakat semakin kehilangan warisan leluhur, salah satunya tradisi mabboka. Dalam beberapa penelitian termutakhir, santan justru diakui memiliki banyak khasiat.

Kandungan minyaknya membuat rambut mengkilau dan kuat. Khasiat lainnya bisa mencegah produksi ketombe yang besar. Santan juga dapat menjadi kondisioner alami sebab kandungan minyak alami menjadikan rambut lebih lembut dan mudah diatur.

Editor: Almaliki