Etnis.id - Jika berbicara soal bela diri debus sebagian masyarakat Indonesia pastilah sudah sangat mengenal kesenian asli masyarakat Banten tersebut. Debus merupakan kombinasi antara seni tari dan suara, di mana para pemain akan mempertontonkan kekebalan mereka dengan senjata tajam dan beragam wadah dengan cara ekstrem.

Namun, etnis.id kali ini tidak akan membahas soal debus. Tetapi tarian Ma'atenu yang berasal dari Maluku Tengah. Tarian ini sama ekstremnya dengan debus. Para pemain akan mempertontonkan kekebalan mereka dengan beragam jenis senjata tajam.

Tradisi eskstrem ini terlaksana tiap tiga tahun sekali. Dan para pesertanya adalah laki-laki berusia dewasa. Kenapa Ma'atenu ini menarik untuk diulas? Karena saat momentum Pilpres 2019 lalu, sebuah video viral ramai di media sosial.

HULALIU HATURESSY RAKANYAWA PATTIMURA DAYS

Video oleh Noya Rollyno pada Rabu, 15 Mei 2019

Video tersebut menunjukkan belasan orang tengah menebas, menusuk, hingga mengarahkan paksa lidahnya ke arah parang dan senjata tajam lainnya ke beberapa bagian tubuh mereka. Dan yang terjadi tak satupun dari peserta tersebut terluka ataupun berdarah.

Beragam komentar pun memenuhi lini masa. Sebagian menganggap para peserta tersebut adalah anggota TNI yang dipersiapkan untuk menjaga stabilan keamanan negara saat Pilpres.

Namun, para manusia kebal tersebut bukanlah anggota TNI. Mereka adalah masyarakat pulau Hulaliu di Maluku Tengah. Para lelaki dewasa tersebut terlihat menari dengan cara tak biasa. Tarian Ma'atenu sudah merupakan budaya turun temurun masyarakat Maluku Tengah.

Sebelum mengenal Ma'a tenu lebih jauh, kita harus mengetahui lebih dulu soal Maluku Tengah. Maluku Tengah adalah salah satu kabupaten dari sebelas kabupaten/Kota yang ada dalam Provinsi Maluku. Mengingat luasnya provinsi Maluku, Kabupaten Maluku Tengah pastilah belum begitu banyak dikenal masyarakat Indonesia.

Di Maluku Tengah inilah terbagi 11 negeri adat yang sebagian besar masih menjaga nilai-nilai adat mereka. 11 Negeri adat tersebut masing-masing: Pelauw, Kailolo, Kabauw, Rohomoni, Samet, Haruku, Oma, Wassu, Aboru, Hulaliu dan Kairu. Dua negeri adat Haruku dan Hulaliu inilah yang hingga kini masih tetap menjaga kelestarian tarian Ma'a tenu.

Tarian Ekstrem yang Sakral

Dalam Jurnal yang ditulis Sakka Muskin: Tarian Ma'atenu di Pulau Haruku Maluku Tengah, sejarah tarian ma'atennu dijelaskan lengkap. Tradisi sakral ini sudah sangat dikenal oleh setiap anggota warga masyaralat Pelauw yang secara sugestif dan refleksi duduk mengenang atau menghitung kapan datang hari pelaksanaannya, dan bila harinya semakin mendekat maka warga masyarakatpun spontan pulang ke kampung untuk berpartisipasi dalam melaksanakan tarian tersebut.

Baik mereka yang berdomisili di Desa pelauw sendiri maupun berada di luar daerahnya. Tarian Ma’atenu yang akan melibatkan fisik dan mental spiritual memerlukan persiapan yang matang, untuk itu mereka diwajibkan mencukur rambut dengan maksud membersihkan diri, kemudian menggosok atau mengasah parang untuk melawan jihat dan memakai pakaian putih yang melambangkan kesucian dan kemurnian jiwa peserta Ma’atenu.

Hal ini merupakan persyaratan mutlak dan harus dari laki-laki dewasa yang memenuhi kriteria. Pengertian warga masyarakat ini bukan bahwa para pendatang yang berdomisili di desa Pelauw mempunyai hak yang sama dengan warga masyarakat pelauw yang lainnya. Hal ini terbatas pada segi keturunan, jadi yang merasa mempunyai hubungan darah baik dari keturunan secara vertikal maupun horizontal, semuanya mempunyai kapasitas yang sama terhadap pelaksanaan Tarian Ma’atenu.

Ritual Sebelum Beraksi

Tarian Ma'atenu harus melalui beberapa tahapan ritual sebelum beraksi. Adapun tahapan pelaksanaan Ma’atenu adalah dengan  ritual yang patut dilihat dalam perspektif bahwa antara satu tahap ke tahap lain memiliki hubungan yang membentuk satu keutuhan. Tahap-tahap dalam ritual Ma’atenu dengan mengumpulkan para peserta di rumah soa kecil atau anaksoa. Kemudian peserta ke rumah soa besar atau soa induk, dan selanjutnya para peserta beberapa soa digabung di salah satu rumah soa membentuk satu kelompok atau sektor sesuai arah mata angin (Timur, Barat dan Selatan) dan keramat yang dituju

Peserta lalu ke keramat atau jazirah makam leluhur, dan selanjutnya peserta ke tempat mandi atau pembersihan dan tempat istirahat menunggu waktu kembali ke kampung. Peserta selanjutnya ke arena atraksi di halaman masjid dan baileu, dan peserta masuk ke baileu. Umumnya halaman masjid dan baileu disebut sebagai tempat acara Ma’at enu. Halaman Masjid dan baileu merupakan arena terakhir bagi peserta Ma’atenu melakukan atraksi memotong, mengiris dan menikam anggota tubuhnya.

Ritual Ma’atenu akan diakhiri dengan masing-masing peserta masuk ke baileu dan disambut oleh sejumlah ibu-ibu yang mengalungkan kain pada leher peserta.  Malam hari sebelum diadakan ritual pagi harinya, umumnya peserta sudah berkumpul pada rumah soa kecil masing-masing.

Tujuan berkumpul adalah untuk mendapat penjelasan tentang hakekat Ma’atenu dan hal-hal yang patut diperhatikan dalam pelaksanaan Ma’ate nu, oleh seorang yang dituakan di rumah soa, dan untuk bersama-sama dengan anggota marga atau soa yang lain keesokan harinya menjadi satu kelompok menuju rumah tua atau rumah soa besar dari soa bersangkutan.

Semua peserta  yang tidur di rumah soa kecil pagi-pagi harus bangun untuk sarapan, mandi, mengenakan  pakaian putih, dan bersiap-siap menuju ke rumah tua. Ada juga sebahagian peserta tidur di rumahnya sendiri, tetapi jam 06.00 sampai 06.30 sudah bergabung di rumah soa kecil, untuk sama-sama menuju ke rumah soa besar. Mereka yang tidur di rumah sendiri adalah warga soa yang sudah pernah mengikuti Ma’atenu, sedangkan bagi peserta baru wajib tidur di rumah soa kecil.

Jam 07.00 peserta dari masing-masing rumah soa kecil telah menuju rumah soa besar, waktu peserta Ma’atenu keluar dari rumah soa kecil menuju rumah soa besar atau rumah tua, peserta sudah mulai menari-nari dengan kalewang atau parang yang dibawahnya, sambil menunjukkan atraksi-atraksi singkat, mengiris badan atau menikam dan memotong diri sendiri dengan benda-benda tajam yang mereka bawah.

Aksi ini bagi orang yang belum biasa menyaksikannya cukup mengerikan, karena peralatan yang digunakan semuanya diasah tajam, dan mereka memotong atau menikam diri sendiri secara sungguh-sungguh tetapi tidak luka dan tidak mengeluarkan darah.

Bila ternyata ada diantara mereka yang luka atau berdarah maka dianggap bahwa orang itu tidak bersih. Tidak bersih mengandung pengertian bahwa yang bersangkutan masih memiliki kesalahan tertentu, dan belum menyelesaikannya saat hendak mengikuti ma’atenu. Luka atau berdarah saat mengikuti Ma’atenu juga bisa disebabkan karena yang bersangkutan tidak mendapat restu dari orang tua atau istri bagi yang sudah menikah.