Etnis.id - Seiring kemunculan budaya pop ditengah kehidupan masyarakat, yang menjadi trend masa kini. Bukan berarti kebiasaan di masa lalu yang masih dianggap tabu, hilang begitu saja dari aktivitas masyarakat sehari-hari. Meski mulai ditinggalkan tetapi masih belum hilang seutuhnya.

Budaya pop tanpa kita sadari sudah jadi kosumsi umum, ada banyak sekali contoh budaya pop yang mempengaruhi cara kita berperilaku.

Seperti cara kita bersosialisasi bersama dengan teman-teman sepergaulan, pilihan genre musik, pemanfaatan teknologi melalui smartphone, pilihan tempat konkow, minuman dan makanan yang kita konsumsi setiap hari dan sebagainya.

Melalui aplikasi pintar smartphone, hampir semua kebutuhan bisa dilakukan dalam satu genggaman. Kita tak perlu lagi mendatangi warung kopi untuk memesan segelas kopi espresso, atau membeli makanan di KFC, cukup dengan memainkan jemari di tools-tools aplikasi pintar.

Begitupun saat hendak melakukan pengiriman uang, tak perlu lagi mendatangi kantor cabang bank atau ke mesin anjungan tunai (ATM) yang menghabiskan waktu, sekali lagi cukup menggunakan aplikasi yang tersedia di smartphone. Hampir semua urusan bisa terselesaikan.

Kemudahan akses melalui fitur pintar ini, bukan selalu mendatangkan dampak positif, melainkan beriringan dengan dampak negatifnya. Sebab, positif dan negatif selalu bersamaan. Tergantung bagaimana cara kita menggunakannya tanpa menciptakan diferesiansi sosial. Karena sibuk menggunakan smartphone, akhirnya kita lupa bahwaada teman semeja saat minum kopi.

Seperti diawal, saya tidak akan membahas lebih jauh tentang budaya pop yang sudah banyak diulas oleh kebanyakan orang. Tapi saya ingin mengulas kembali larangan-larangan apa saja yang biasa dialami oleh remaja yang hidup di era 90-an.
Supaya tidak melahirkan interpretasi yang berbeda-beda dari setiap orang, tulisan ini mengangkat pengalaman pribadi penulis yang mulai beranjak remaja di awal tahun 90-an.

Hal-hal tabu di masa lalu, pada saat itu belum terlalu bisa dipahami secara logika, mengapa seorang (biasanya orang tua) kerap melarang melakukan hal-hal itu tapi belum bisa dijelaskan alasannya. Lebih tepatnya, keterbatasan orang terdahulu memberikan makna terhadap perilaku yang dianggap tak lazim.

Larangan ini kadang sulit dipahami oleh generasi sekarang, selain membingunkan, juga sudah tak konteks lagi. Baiklah, saya akan menggunakan istilah tabu untuk menyebut larangan orang tua terdahulu.

Dalam kamus daring KBBI Kemendikbut, kata tabu diartikan sebagai 1. hal yang tidak boleh yang disentuh, diucapkan, dan sebagainya karena berkaitan dengan kekuatan supranatural yang berbahaya (ada risiko kutukan); pantangan; larangan. 2. Takhayul yang biasa dikaitkan dengan teater diseluruh dunia.

Bila dirunutkan satu persatu, maka akan sangat banyak sekali dan tulisan ini akan terlalu panjang. Saya akan merangkumnya kedalam lima poin saja.

Bercermin malam hari

Kamu yang hidup di tahun 90-an, sudah tak asing lagi dengan larangan ini. Bercermin di malam hari merupakan salah satu pekerjaan yang dilarang di masa itu oleh orang tua.

Saya hingga detik ini sebenarnya belum menemukan relevansi atau makna dibalik larangan itu. Mengapa seseorang melihat wajahnya di malam hari adalah perbuatan dilarang.

Karena penasaran, saya pun sempat menanyakan alasannya. Jawabannya memang sulit diterima secara rasional, tapi memang begitulah orang tua terdahulu.

Melihat wajah di cermin malam hari akan menjauhkan kita dari jodoh, karena orang tua tidak ingin anaknya (saya) menjadi bujang lapuk tidak bisa mewariskan keturunan, maka orang tua melarang aktivitas ini dilakukan pada malam hari, jika ingin jodoh kamu menjauh.

Duduk di pintu rumah

Nah, duduk santai di pintu rumah juga dilarang pada masa itu. Selain mengganggu orang yang keluar masuk lewat pintu rumah, kamu akan dianggap kurang sopan.
Orang akan menganggap duduk menghalangi pintu rumah, mencegah tamu datang ke rumah untuk bersilaturahmi, sehingga dilarang. Tapi setelah berselang lama, saya mulai mengerti mengapa dilarang.

Dalam kebudayaan tatakrama dan sopan santun, hal itu memang dianggap melanggar etika, sebab tempat duduk itu bukan di pintu melainkan kursi atau di sofa.

Keluar main saat Magrib

Saat kumandang Salat Magrib tiba, para orang tua biasanya akan melarang anak-anaknya keluar malam. Larangan itu bukan saja untuk menyuruh anaknya pergi ke musholah agar pergi sembahyang, melainkan waktu magrib dianggap sudah tidak boleh lagi bermain.

Waktu Salat Magrib juga, menandakan anak-anak yang sedang main sepakbola berhenti. Ibarat pluit wasit yang menghentikan waktu pertandingan, meski waktu permainan belum selesai, maka kumandang azhan jadi tanda berhenti semua permainan.

Kucing nyebrang jalan

Seekor kucing menyebrang jalan umum, akan menjadi tabu bila ada seorang pengendara bermotor melewati jalan yang sudah dilewati seekor kucing. Pengendara bermotor biasanya akan memilih untuk memutar mencari jalur alternatif lain, ketimbang melalui jalan tadi. Demikian juga saat melihat kucing mati terlindas kendaraan, ia harus mengubur kucing tersebut dengan membungkusnya dengan baju yagn dipakainya.

Bila melanggar atau mengabaikannya, maka seorang pengendara tadi dipercaya akan selalu mendapatkan kesialan atau musibah yang datang tiba-tiba.

Meminta kembali barang yang sudah dikasih

Percaya atau tidak, barang milik kita yang sudah diberikan kepada orang lain, tidak diperbolehkan untuk dimintai kembali, meskipun barang tersebut sangat dibutuhkan. Akibatnya bisa fatal, karena meminta kembali barang yang sudah terlanjur dikasih ke orang lain, akan mengakibatkan rumah yang memberikan barang tersebut akan rubuh.

Nah, inilah lima hal terlarang bagi kamu yang tumbuh remaja pada tahun 90-an. Pantangan tersebut kerap menjadi dalih bagi orang tua melarang anak-anaknya, entah karena percaya dengan mitos atau sekadar untuk menakut-nakuti. Pantangan di atas bisa saja ada atau berbeda kedalam bentuk yang lain bila berbeda daerah. Karena pengaruh kepercayaan dan kebiasaan masyarakat yang tumbuh pada saat itu.