Etnis.id – Jika genderang perang telah ditabuh, maka suku dayak punya ritual khusus yang diyakini mampu meredam musuh. Saat peristiwa sampit meledak pada awal 2000-an, upacara ritual itu konon dilakukan. Namanya, upacara tariu atau mangkuk merah.

Ritual mangkuk merah digelar kala situasi genting. Saat peristiwa sampit pecah, suku dayak dikabarkan melakukan prosesi itu. Seorang kawan pernah bercerita, bagaimana tragedi sampit menyisahkan trauma mendalam bagi istrinya. Kala itu bus yang ditumpanginya dihadang oleh suku dayak.

Hanya menggunakan indera penciuman, orang-orang dayak bisa tahu siapa orang madura yang berada di dalam bus. Tanpa ampun mereka dibantai ditempat tak jauh dari bus. Orang-orang yang menyaksikan dari dalam bus berteriak histeris.

Kemampuan suku dayak mengenali musuhnya dengan jitu, kabarnya berkat bantuan magis setelah melakukan upacara ritual mangkuk merah. Lantas, apa itu ritual mangkuk merah? Tradisi itu merupakan ritual penghubung antar sesama rumpun dayak sekaligus roh nenek moyang.  Hanya panglima adat yang berwenang untuk memanggil dan berhubungan dengan para roh suci atau dewa.

Sebelum mengenal pewarna semisal cat, tradisi ini dikenal dengan sebutan mangkuk jaranang. Jaranang adalah sejenis tanaman akar yang mempunyai getah berwarna merah dan digunakan sebagai pewarna.

Ritual mangkuk merah hanya dilakukan jika suku dayak terlibat dalam perkara genting. Di antaranya, soal konflik yang menyulut perang. Dalam melakukan upacara, panglima adat membawa mangkuk merah ke panyugu (tempat suci yang dianggap keramat) pada saat matahari terbenam.

Di sana, ia meminta petunjuk dewa. Diyakini bahwa roh suci akan menjawab melalui tanda-tanda alam yang kemudian diterjemahkan oleh panglima apakah mangkuk merah sudah saatnya diedarkan atau belum. Jika dianggap layak, tubuh panglima akan dirasuki oleh roh dewa.

Kala dirasuki roh, panglima dayak akan mengeluarkan kata-kata magis. Masyarakat dayak yang yang berada di bawah pengaruh magis, akan dilindungi kekuatan gaib dan siap berperang.

Konon pasukan yang telah dibentuk itu kebal senjata, tahan tidak makan hingga sebulan, dan bisa bergerak cepat di dalam hutan. Panglima perang biasanya menggunakan sebutan seperti panglima burung, panglima halilintar, atau panglima angin.