Etnis.id- Masyarakat Bugis terkenal sebagai kelompok yang menjadikan ritual dan tradisi sebagai jati dirinya. Hal itu dibuktikan dengan masih banyaknya masyarakat yang melakukan ritual adat, salah satunya massuro baca. Meskipun memegang teguh adat-istiadat, pengaruh agama Islam juga telah mengakar dalam kebudayaan Bugis. Hampir seluruh masyrakatnya telah menganut agama Islam.

Wekke (2013), salah satu peneliti Bugis mengungkapkan jika hal itu cukup unik mengingat karakter masyarakat Bugis yang keras namun tetap bisa melebur dengan ajaran Islam. Dalam tradisi massuro baca pun demikian. Tradisi tersebut telah bercampur dengan pengaruh ajaran Islam.

Meleburnya tradisi kuno Bugis ke dalam kebudayaan Islam mengakibatkan munculnya anggapan bahwa massuro baca adalah tradisi yang dekat dengan kemusyrikan. Hal itu disebabkan oleh tujuan tradisi ini dilakukan untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Massuro baca dalam bahasa Indonesia dapat diartikan "menyuruh berdoa". Orang yang melaksanakan tradisi tersebut akan memanggil imam kampung atau ustas yang tidak hanya tahu tentang Islam tapi juga adat untuk melakukan proses berdoa secara khusus.  

Dalam tradisi massuro baca tersebut, cara pelaksanaannya tidak begitu rumit. Hanya membuat beberapa jenis makanan yang memang menjadi syarat dalam tradisi massuro baca. Makanan yang biasanya disiapkan adalah makanan-makanan tradisional, seperti onde-onde, baje, kue lapisi, dan lain-lain. Jenis kue ini sangat identik dengan tepung, gula merah dan kelapa yang dianggap sebagai filosofi kehidupan yang sejahtera. Juga sering dihidangkan makanan seperti nasi putih, beras ketan, lengkap dengan lauk seperti ayam, ikan, telur dan air putih. Makanan ini melekat filosofi kehidupan yang berkecukupan dan mapan.

Makanan yang telah disiapkan tersebut kemudian dihidangkan dalam satu nampan, kemudia sang pembaca akan datang dan duduk di depan hidangan tersebut sembari melakukan baca-baca (doa) yang ditujukan kepada pihak yang didoakan. Setelah makanan tersebut dibacakan, keluarga biasanya dipanggil untuk makan bersama hidangan yang sebelumnya telah dijadikan syarat untuk melakukan ritual massuro baca.

Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang Ramadan atau  dilakukan mulai sepekan hingga satu hari sebelum bulan suci Ramadhan dan usai melakukan sholat Idhul Fitri. Ritual tersebut biasanya tidak hanya ditujukan untuk mendoakan orang yang meninggal tapi untuk anggota kelurga yang tidak berada di kampung, dengan kata lain pergi meninggalkan tempat asalnya untuk mencari pekerjaan seperti mendaftar prajurit TNI, dan lain-lain.