Suaranya terdengar nyaring, keras sekali suara pembawa acara itu dari gelanggang pertandingan. Ia menggunakan alat pengeras suara berupa toa dan berbicara dengan Bahasa Samawa yang memberi imbauan kepada setiap peserta barapan (balapan) kerbau untuk segera melakukan pendaftaran ulang. Pertandingan dimulai pada pagi hingga sore hari di bawah sinar matahari Indonesia bagian tengah yang cukup terik.

Para peserta barapan pun mulai berbondong-bondong datang dari berbagai desa yang ada di Kabupaten Sumbawa dengan antusiasme yang tinggi. Ada yang menggunakan kendaraan truk berisi empat ekor kerbau, sementara mobil pick up hanya berisi dua ekor kerbau.

Barapan kerbau telah ada sejak dahulu kala dan dilestarikan hingga kini, bahkan masih menarik perhatian generasi milenial. Banyak kawula muda Etnis Samawa menjadi penerus barapan kerbau dan tertarik untuk menjadi seorang joki. Terlebih saat ini telah menjadi pusat perhatian pemerintah setempat, ikut mendukung pertandingan dengan lokasi yang kerap berpindah-pindah dari satu desa ke desa yang lain yang ada di sekitar Kabupaten Sumbawa.

Selama pertandingan barapan kerbau berlangsung, ada fenomena yang menarik dan menjadi perhatian kita bersama. Dari sudut pandang keilmuan etnomusikologi, ragam suara atau bebunyian yang menarik perhatian untuk dikaji dalam tulisan ini memiliki keterkaitan dengan pola-pola peristiwa yang lazim didengar oleh telinga masyarakat Etnis Samawa.

Suara pembawa acara melalui sistem pengeras suara, teriakan para joki, pekikan para penonton, dan bunyi-bunyian para pedagang selama pertandingan berlangsung. Suara-suara itu menjadi satu kesatuan yang mengikat sehingga menghadirkan suasana barapan kerbau yang mampu memacu adrenalin untuk mendukung tim kerbau andalannya.

Tulisan kali ini bertema soundscape atau pemandangan bunyi pada barapan kerbau Etnis Samawa. Sebagaimana kita ketahui banyak kritikus musik ataupun komponis yang kerap membahas, menulis, dan mencipta komposisi melalui sumber ide soundscape.

Biasanya, sumber ide mereka berasal dari aktivitas kehidupan sekitar manusia berupa derau knalpot sepeda motor, kendaraan roda empat, bebunyian alat-alat perkebunan, pertukangan, derap langkah kaki, bebunyian pada ruang pertunjukan, ruang bioskop, dan di ruang-ruang publik yang notabene merupakan pusat keramaian.

Seorang komponis biasanya mengikuti kemajuan teknologi, terkadang mereka merekam, memanfaatkan suara alam berupa air, angin, udara, api, dan tanah kemudian menjadi satu kesatuan komposisi musik, apalagi ditambah dengan suara-suara hewan seperti kicauan burung dan sumber inspirasi lainnya dalam menciptakan musik relaksasi yang dapat dinikmati sebagai musik terapi.

Sebenarnya, peristiwa itu sudah ada sejak dahulu kala pada masa era animisme dan dinamisme di bumi Nusantara, hal ini juga dibuktikan dengan adanya upacara ritual pengobatan bagi masyarakat setempat menggunakan alat musik genderang dan vokal pengiring tarian yang diarahkan oleh seorang kepala adat.

Barapan Kerbau Etnis Samawa

Komunitas Persatuan Barapan Kebo Sumbawa memfasilitasi orang-orang yang memiliki hobi dan kecintaan terhadap barapan kerbau, mereka mendukung serta mengatur jadwal pertandingan agar tidak bentrok dengan jadwal-jadwal komunitas barapan kebo yang ada di desa-desa Sumbawa Besar.

Setiap desa yang ada di Sumbawa Besar biasanya memilliki komunitas barapan kerbau. Tujuannya, untuk mempersiapkan kerbau secara fisik dan mental agar mampu berpacu dan bertanding dalam barapan kebo.

Komunitas barapan kerbau bertujuan mempersiapkan kerbau secara fisik dan mental agar mampu berpacu dan bertanding dalam barapan kebo/Rivaldi Ihsan

Tradisi ini berlangsung di tengah sawah. Tak jarang, Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Sumbawa turut berpartisipasi mempromosikan barapan kerbau agar dapat menarik wisatawan lokal maupun manca negara untuk datang dan menyaksikan barapan kerbau.

Barapan kerbau biasanya diselenggarakan pada musim awal menanam padi, di mana sawah telah digenangi air mengalir dan menjadi kubangan lumpur tempat pacuan kerbau.

Sesi pertandingan barapan kerbau biasanya dimulai dari pukul 09.00 WITA sampai 17.00 WITA. Peserta berasal dari berbagai desa yang ada di Sumbawa Besar. Mereka datang menggunakan kendaraan berupa truk ataupun pick up untuk mengangkut kerbau.

Terlihat ekspresi kegembiraan dari wajah pengendara di hari pertandingan barapan kerbau. Ketika para peserta tiba di lokasi, mereka mempersiapkan kerbau-kerbau untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu di kubangan lumpur sawah agar suhu tubuh kerbau stabil, sehingga ketika berpacu dapat menempuh kecepatan tinggi, mengingat perlombaan barapan kerbau ini ditentukan oleh durasi kecepatan lari kerbau yang berpasang-pasangan hingga mengenai saka atau pancang yang berada di tengah garis finish.

Pihak panitia biasanya menggunakan sound system sebagai pengeras suara untuk memberi imbauan kepada para peserta dan penonton selama barapan berlangsung. Posisi penonton berada di sekeliling pematang sawah, sementara joki berada garis start dan dewan juri pengukur kecepatan lari kerbau berada di depan garis finish menggunakan timer.

Perlombaan barapan kerbau ditentukan oleh durasi kecepatan lari kerbau yang berpasang-pasangan hingga mengenai saka/Rivaldi Ihsan

Semakin kecil angka durasi kecepatan lari kerbau, misalnya 7 sampai 6 detik, semakin besar peluang untuk meraih kemenangan pada kompetisi barapan kerbau.

Perlombaan barapan kerbau memilliki delapan kelompok kelas kerbau yang disepakati bersama oleh masyarakat Etnis Samawa yang ditentukan berdasarkan usia kelas, yaitu A, B, C, D, E, F, G, dan H atau kelas 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8.

Tahapan lari dalam barapan kerbau terdiri dari 4 kategori, yaitu: 1) lari bintang merupakan babak penyisihan semua kerbau, 2) lari harapan merupakan lari untuk pasangan kerbau yang belum lolos pada kategori lari bintang, 3) lari umum merupakan lari untuk pasangan kerbau yang mendapat juara pada lari bintang dan lari harapan, dan 4) lari favorit merupakan lari untuk semua pasangan kerbau yang juara di setiap kelas untuk memperebutkan hadiah yang lebih besar (Amir, et  al., Sejarah Permainan  Rakyat Sumbawa Barat, 2017).

Masyarakat Etnis Samawa sampai saat ini masih sepakat dengan pengetahuan serta aturan lokal setempat dalam praktik pertandingan barapan kerbau. Mereka juga melaksanakan sesuai ajaran peninggalan Warisan Budaya Tak Benda melalui orang-orang tua terdahulu.

Maka, dengan menerapkan aturan-aturan tersebut terwujud sang juara barapan kerbau yang bernilai jual tinggi apabila menang dari barapan kerbau. Status sosial pemilik kerbau pun meningkat dan kerbau-kerbau juara dapat dijual dengan harga puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Mengutip dari Amir dan kawan-kawan, berikut perlengkapan kerbau yang digunakan saat pertandingan barapan:

  1. Kerbau yang mengikuti barapan ialah sepasang kerbau  jantan yang  dihias dengan pernak-pernik di kepalanya;
  2. Arena Barapan Kerbau ialah arena berlumpur dengan estimasi panjang lintasan lari 85–100 meter dan lebar 8 meter;
  3. Noga ialah kayu untuk menyatukan sepasang kerbau;
  4. Kareng ialah tempat berdiri atau pijakan joki untuk mengarahkan lari kerbau yang terbuat dari kayu disusun berbentuk segitiga;
  5. Mangkar ialah pelecut yang  digunakan untuk memacu lari kerbau dengan estimasi panjang mangkar 50–100 meter yang disesuaikan dengan kenyamanan sang joki saat menggunakannya;
  6. Saka ialah kayu pancang yang diletakkan di garis finish, setiap pasang kerbau harus menyentuh saka dengan noganya;
  7. Joki ialah orang  yang bertugas  naik  ke atas kareng dan mengarahkan kerbau menggunakan mangkar untuk berlari secepatnya untuk mengenai saka;
  8. Sandro ialah sebutan untuk  orang sakti dengan ilmu supranatural menurut masyarakat Etnis Samawa. Terdapat 2 jenis Sandro, yaitu: Sandro Saka yang bertugas menjaga saka mulai dari sebelum hingga setelah perlombaan, dan Sandro Keboyang yang bertugas membantu kemenangan kerbau dengan bacaan dan ramuan untuk memperjelas pandangan dan meningkatkan stamina kerbau;
  9. Pencatat waktu, stopwatch digunakan untuk menghitung lama waktu berlarinya kerbau untuk mencapai garis finish. Terdapat 2  bendera yang digunakan, yaitu bendera start dan bendera finish sebagai tanda petugas pencatat waktu untuk memulai dan mengakhiri pencatatan waktu lari kerbau.

Soundscape Barapan Kerbau

Soundscape ialah pemandangan berupa suara atau bunyi yang dihasilkan lingkungan ataupun manusia (Shin Nakagawa, hlm 106). Pada peristiwa barapan kerbau Etnis Samawa terdapat beragam suara dan bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh manusia seperti teriakan joki yang memecut kerbau, teriakan penonton, suara hewan kerbau yang sedang berpacu, serta suara air yang berkecipuk di tempat pacuan kerbau yang sedang bertanding.

Perayaan ragam bunyi dalam barapan kerbau merupakan perayaan perbedaan kelas sosial sekaligus kebersamaan, sehingga terjalin silaturahmi dan muncul sosok penting dari peristiwa ini/Rivaldi Ihsan

Semua pemandang suara dan bunyi itu menjadi satu kesatuan selama pertandingan berlangsung. Begitu juga dengan suara pembawa acara yang begitu kuat dengan ciri Bahasa Samawa serta teriakan-teriakan khas dari joki dan penonton untuk mendukung kerbau kesayangannya agar meraih gelar juara pada hari itu.

Ragam soundscape yang hadir selama barapan kerbau berlangsung dapat diidentifikasi menjadi tiga bagian. Bagian pertama ialah suara-suara manusia yang saling bersahutan dari mulut ke mulut sehingga menghasilkan komposisi suara keramaian, baik berasal dari suara teriakan panitia penyelenggara melalui pengeras suara maupun teriakan-teriakan penonton saat mendukung kerbau-kerbau yang sedang berpacu di gelanggang.

Bagian kedua ialah suara teriakan joki yang dapat memacu adrenalin kerbau dan penonton, ditambah lagi hentakkan kaki kerbau yang sedang berlari di tanah basah dan lumpur di sawah menuju saka yang merupakan garis finish. Dalam ragam bunyi ini, komposisi bunyi lari yang berasal dari hentakkan kaki kerbau terdengar begitu cepat, terkadang kerbau limbung saat berlari keluar menuju tepian pematang sawah.

Bagian ketiga ialah komposisi suara para pedagang yang menawarkan makanan dan minuman selama pertandingan berlangsung, menjajakan gadangannya kepada para penonton yang hadir di pematang sawah saat menyaksikan pertandingan barapan kerbau.

Dari ketiga identifikasi soundscape itu, dapat ditarik benang merah tentang soundscape barapan kerbau, serta dapat ditindaklanjuti untuk penelitian lebih lanjut. Bahwa perayaan ragam bunyi dalam barapan kerbau merupakan perayaan perbedaan kelas sosial sekaligus kebersamaan, sehingga terjalin silaturahmi dan muncul sosok penting dari peristiwa barapan kerbau. Tradisi ini menjadi ciri khas di setiap peristiwa barapan kerbau, sejak dulu hingga kini, terutama bagi mereka yang memiliki kesadaran akan pentingnya melestarikan permainan rakyat Etnis Samawa.

Penyunting: Nadya Gadzali