Etnis.id - Ada salah satu pulau yang berada di Provinsi Kepulauan Riau yang cukup menarik perhatian masyarakat Kepri (Kepulauan Riau) dan para pelancong. Pulau itu ialah Belakang Padang atau sapaan akrabnya Pulau Penawar Rindu.

Pulau itu kecil tapi ada berbagai macam kuliner yang terkenal skala lokal maupun macanegara, seperti kuliner mi lendir, Kopi Ameng dan cendol. Semua tempat kuliner itu selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat Kepri maupun masyarakat dari luar Kepri. Wisatawan asing pun turut ikut meramaikannya.

Belakang Padang terdiri dari dua kecamatan, yaitu Kecamatan Tanjung Sari dan Kelurahan Sekanak Raya. Keduanya masuk bagian dari Pemerintahan Kota Batam. Omong-omong, ada pelbagai macam kisah dari pulau Penawar Rindu itu. Seperti kisah kedai kopi yang terkenal dalam negeri maupun di luar negeri. Dia kini menjadi destinasi wisata sejak tahun 1980-an.

Bagi para pelancong yang mengunjungi Pulau Belakang Padang, tak lengkap rasanya apabila belum mengunjungi Kedai Kopi Ameng. Siapakah sebenarnya Ameng, hingga ia terkenal dan namanya dipakai pada kedai kopinya?

Walaupun saat ini sudah banyak berkembang kedai atau kafe modern yang menggunakan mesin kopi canggih terutama di kota besar seperti Batam. Namun, tetap saja orang-orang rela menyeberangi laut menggunakan boat hanya ingin menikmati secangkir kopi di pulau Belakang Padang. Jangan salah, para penikmat kopi itu bukan saja masyarakat Kepri dan para pelancong saja, tetapi para pejabat juga sering nongkrong di kedai kopi sederhana itu.

Aku mencoba kopi ameng bersama kawanku, seorang lelaki asli dari Belakang Padang. Di kedainya, kami memesan dua cangkir kopi O atau biasa disebut dengan kopi hitam. Selang beberapa saat, saya melihat seorang pria paru baya sedang mengelap meja yang telah digunakan oleh pelanggan.

Ialah Ameng, pemilik kedai kopi yang sedang kita tongkrongi. Tanpa basa-basi, aku langsung meminta tolong temanku untuk memperkenalkan diriku kepada pria paruh baya itu, agar dapat mewawancarainya. Pada awalnya kami duduk di halaman kedai kopi, kemudian pindah ke bagian dalam kedai agar bisa bertemu dengan Pak Ameng. Temanku pun juga kenal akrab dengannya, sehingga ia mau bergabung di meja kami.

Aku memperkenalkan diri, kemudian beliau menyambut dengan ramah dan bersedia untuk saya wawancarai. Aku bertanya soal motivasi apa yang membuat Pak Ameng memilih membuka usah kedai kopi.

"Saya mendirikan kedai kopi pada tahun 1980-an disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga saya yang masih kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari situlah, saya termotivasi agar dapat membantu ekonomi keluarga."

Ameng awalnya mendirikan kedai kopi di tepi laut. Tak lama, ia terkena musibah, kedai kopinya kebakaran. "Kemudian saya pindah ke pasar dalam sejak tahun 1990-an sampai saat ini."

Pada awalnya nama Kedai Kopi Ameng ialah Kedai Kopi Santai. Nama santai menjadi inspirasi Ameng, sebab pelanggang kedai kopi biasanya ingin selalu bersantai bercerita dan bersenda gurau. Ameng juga bercerita kadang-kadang pelanggannya datang tiga sampai empat kali, hanya untuk mengopi.

Tak heran kedai itu selalu ramai, baik dari masyarakat setempat, masyarakat Kepri dan para pelancong dalam negeri dan mancanegara. Mungkin cita rasa dari kopi hitam yang membuat orang ingin selalu mengopi di kedainya.

Selain itu, kopi Ameng dibuat oleh tangan khusus yaitu orang China Melayu yang berada di pulau Tanjung Batu, sehingga Kopi Ameng tidak diperjual beli di warung atau kedai kopi lainnya.

Apabila ingin membeli Kopi Ameng, maka harus langsung mengunjungi Kedai Kopi Ameng. Harganya pun cukup terjangkau. "Kopi yang enak itu ialah satu sendok gula dan satu setengah sendok kopi," beber Ameng.

Ciri khas dari Kopi Ameng ialah setiap orang yang memesan minuman kopi o, teh tarik, kopi susu dan sebagainya, pasti akan diberi segelas air putih. Tujuannya ialah untuk menetralisir kopi yang sudah masuk ke tenggorakan agar netral kembali.

Tak heran, pelanggan kopi Ameng yang berasal dari berbagai macam daerah dan mancanegara itu sering membeli kopi bubuk Ameng untuk dibawa pulang untuk dinikmati di rumah ataupun sebagai oleh-oleh kepada keluarga.

Editor: Almaliki