Etnis.id - Berbicara tentang Yogyakarta, harusnya bisa juga mengamati dan mengenali seni kerajinan perak atau cinderamata di Kotagede. Dalam perjalanannya, hal itu bukan hadir tanpa melalui sejarah.

Sejak dulu Kotagede sudah menjadi pusat kerajaan Mataram Islam yang dibangun oleh Panembahan Senopati. Saat itu, selain sebagai (ibukota) Kerajaan Mataram, Kotagede juga berperan dan berkembang menjadi pusat perdagangan.

Kotagede kini dikenali sebagai salah satu sentra industri seni kerajinan perak terbesar di Yogyakarta, di dalam wilayah Kabupaten Bantul, yang berjarak 10 km sebelah Tenggara Yogyakarta.

Dulu, pesatnya perdagangan di Kotagede, memengaruhi peningkatan kehidupan ekonomi rakyat di sana. Hal lainnya, tidak lepas dari fungsi Kotagede sebagai Kuthagara pada masa kerajaan Mataram Islam.

Istilah Kuthagara dikenali saat Kerajaan Mataram zaman dulu membagi wilayahnya menjadi empat lingkaran konsentris yaitu Kuthagara, Negara Agung, Mancanegara, dan Pesisir.

Kuthagara berasal dari kata “kota” dan “negara” yang mengacu pada wilayah tempat tinggal raja. Negara Agung, sebagai tempat kekuasaan raja dan tempat tanah gaji para pejabat kerajaan berada. Mancanegara adalah daerah yang secara kekuasaan berada di tangan para bupati dan wakil raja, sementara wilayah terluar disebut dengan Pesisir (Hartatik, 2018).

Soal kemunculan kerajinan perak di kota Yogyakarta ini, ada banyak pendapat, di antara hadirnya kerajinan perak bersamaan dengan munculnya Kotagede sebagai ibu kota Mataram pada abad XVI.

Lepas dari itu, ada satu prasasti yang memuat tentang perajin pada masa itu yang disitilahkan dengan pandhe emas, pandhe perak, pandhe wesi, pandhe tamra dan pandhe gusali.

Pada perjalanannya, kerajinan perak berkembang sebagai bagian dari usaha untuk memenuhi kebutuhan kraton dan para kerabatnya. Semuanya dilakukan oleh para abdi dalem kriya. Mereka pula yang menyiapkan pelbagai perhiasan, mulai dari emas, perak serta alat-alat perlengkapan rumah tangga lainnya jika pihak kraton ingin.

Abdi dalem kriya tinggal secara berkelompok pada suatu perkampungan yang memperoleh nama sesuai dengan jenis kerajinan yang mereka kerjakan--yang masih dapat ditemui hingga kini di sekitar Kotagede.

Nama perkampungan bagi abdi dalem perajin itu, misalnya abdi dalem perajin emas dan perak disebut Kemasan, bagi perajin alat-alat dari besi disebut Pandean. Bagi perajin keris Mranggi atau Mraggen atau sekarang menjadi Prenggan, dan Bathikan bagi perajin batik (Daliman, 2000).

Ketika pusat kerajaan pindah dari Kotagede, para perajin emas dan perak tersebut tetap tinggal di Kotagede. Hubungannya dengan kraton Yogyakarta tidaklah terputus, sebab Sultan Hamengkubuwo VIII (1912-1939), misalnya, menjadi pelanggan utama produk kerajinan emas dan perak dari Kotagede (Daliman, 2000).

Perkembangannya masih terus berlangsung sampai saat ini. Malah, perak khas Kotagede itu terbagi menjadi empat jenis produk, yaitu filigri yang memiliki tekstur berlubang-lubang, lalu ada tata ukir dengan tekstur yang menonjol, tipe casting yang dibuat dari cetakan dan handmade yang membutuhkan ketelitian tangan seperti cincin dan kalung.

Hasil dari semua jenis kerajinan perak ini akan menjadi aneka periasan, miniatur, dekorasi, serta hiasan dinding. Lebih jelasnya, bisa diklasifikasikan berdasarkan cara pembuatannya, seperti;

●Perak buatan tangan (handmade)
●Perak buatan mesin (machinery)
●Perak cetakan (casting)

1). Kerajinan perak buatan tangan ini merupakan murni dibuat tangan, tanpa mengandalkan mesin, dari proses awal sampai akhir. Inilah yang menjadi cikal bakal industri perak di Kotagede.

Berdasarkan material kerajinan buatan tangan handmade, dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni solid silver dan perak filigree atau perak trap yang merupakan jenis kerajinan bermaterial benang atau kawat perak yang sangat lembut. Benang-benang perak inilah yang digunakan sebagai bahan dasar di dalam pembuatan miniatur semacam becak, kereta kuda dan motor-motoran.

Sedangkan solid silver merupakan kerajinan perak. Material ini biasanya digunakan sebagai bahan utama membuat perlengkapan makan dan perhiasan. Dikarenakan material yang bersifat fleksibel.

2). Kerajinan perak cetakan (casting) digunakan dengan melalui proses pencairan logam perak dan tembaga yang kemudian dituang ke cetakan, yang telah disiapkan sebelumnya sesuai bentuk yang diinginkan.

Meskipun pada awalnya menggunakan cetakan di dalam pembuatannya. Namun, ketika proses penyelesaiannya, masih menggunakan tangan untuk mengukir dan mengamplas bekas cetakan yang kurang rapi.

3). Kerajinan perak buatan mesin dalam prosesnya tidak beda jauh dengan cara-cara yang dilakukan melalui cetakan. Adapun produk-produk yang dibuat dengan mesin biasanya adalah kalung dan gelang rantai.

Sebagai sebuah kekayaan tersendiri, tentu nilai yang terkandung dan lahir dari kerajinan perak di Kotagede, memiliki daya tarik dan keindahannya tersendiri. Bisa dilihat dari motif-motif ragam hias seni ukir seperti sulur-sulur daun, bunga-bungaan, burung, ular dan naga, serta aneka bentuk geometrik lainnya.

Di show-room atau artshop industri kerajinan-kerajinan perak di Kotagede, banyak kita temui keindahan aneka produk kerajinan seperti miniatur candi, patung, monumen, senjata, serta miniatur binatang. Dan pelbagai perlengkapan rumah tangga seperti sendok, garpu, piring, cangkir dan sebagainya.

Jika dilihat secara jeli akan tampak berbagai keselarasan baik dari letak relief ukirnya, harmoni, proposi, komposisi, alur gerak (ritme) ukiran, corak seni (artistik), dan corak watak (karakteristik)-nya sudah mengandung nilai seni bermutu tinggi (Daliman, 2000).

Maka tidak heran jika sejak tahun 70-an, kerajinan perak Kotagede telah diminati wisatawan mancanegara. Saat ini, ada sekisar 60 gerai toko yang menawarkan berbagai produk perak. Makanya, Kotagede di dalam perjalanannya dijuluki juga sebagai kota perak dengan kualitas produk yang tidak diragukan lagi.

Editor: Almaliki