Etnis.id - Hampir semua orang di dunia tentu mempunyai mimpi untuk menikah. Pernikahan merupakan prosesi sakral yang pengukuhan cinta dan ikrar janji dua manusia untuk saling setia sehidup semati.

Selain itu, pernikahan juga menjadi landasan awal perjalanan seseorang legal menjadi istri maupun suami di mata hukum dan agama.

Pernikahan sendiri memiliki berbagai macam prosesi yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Dengan suku bangsa mencapai 1.340 lebih, tentu ada banyak macam prosesi pernikahan di Indonesia.

Ada yang cukup hanya mengggelar acara resepsi dengan mengundang tamu. Ada juga yang menggunakan ritual-ritual unik dengan nilai filosofi tersendiri.

Seperti ritual matek api milik Suku Sasak Lombok. Jika selama ini Lombok hanya dikenal dengan prosesi pernikahan merariq dan nyongkolannya saja, maka kalian pasti akan terheran-heran jika melihat prosesi matek api.

Saya saja yang beberapa waktu lalu berkunjung ke Lombok ikut heran ketika menyaksikan ritual ini. Bisa jadi karena ritual ini jarang dilakukan.

Pertama kali saya menyaksikan langsung ritual matek api ketika saya mengikuti prosesi nyongkolan salah satu rumah teman saya di Desa Greneng, Lombok Timur.

Nyongkolan itu merupakan salah satu rangkaian prosesi adat saat pasangan pengantin diarak keliling desa dengan iring-iringan musik tradisional Lombok, Gendang Beleq.

Sebelum prosesi nyongkolan selesai atau akan sampai di tempat tujuan, di situlah ritual matek api dimulai. Boboq yang merupakan sebutan masyarakat Lombok untuk daun kelapa kering, dibakar oleh keluarga si pengantin wanita.

Kemudian sebagai penutupnya, si pengantin wanita akan mematikan boboq yang terbakar tersebut dengan guyuran air. Dalam rangkaian ritual ini, kedua pengantin tidak diperbolehkan menggunakan alas kaki.

Ritual matek api sendiri merupakan ritual yang bertujuan untuk menolak bala agar pernikahan tetap langgeng hingga maut memisahkan.

Uniknya, ritual ini tidak dilakukan di setiap pernikahan adat Suku Sasak. Bahkan dalam 10 tahun sekali pun, ritual ini bisa saja tidak dilakukan. Kenapa? Karena ritual ini barulah digelar, ketika salah satu mempelai punya keluarga yang turut menikah dalam pekan yang sama. Artinya, dalam seminggu, ada tiga anggota keluarga yang menikah.

Inilah yang menyebabkan ritual matek api jarang dilakukan. Kebetulan istri dari teman saya memiliki dua anggota keluarga yang menikah di pekan yang sama dengannya.

Setelah prosesi ritual selesai, seorang tetua adat menjelaskan bahwa ritual matek api dimaksudkan agar ketiga pasangan pengantin dalam keluarga besar yang menikah di minggu yang bersamaan tersebut, bisa terhindar dari bala dan pernikahannya langgeng.

Kerena jika ritual matek api tidak dilakukan, maka konon, pernikahan dari salah satu di antara ketiga pasangan tersebut, akan menghadapi dua kemungkinan, jika tidak bercerai maka akan ada pasangan yang meninggal.

Dalam prosesinya, yang boleh memadamkan api bisa pengantin pria atau wanita tergantung dari pihak mana yang memiliki keluarga yang menikah di minggu yang sama.

Meski merupakan peninggalan dari kepercayaan animisme, namun ritual matek api masih eksis hingga sekarang. Ini bisa jadi karena nilai filosofis yang terkandung dalam rangkaian ritual tersebut.

Membakar boboq atau daun kelapa kering, menurut penjelasan tetua adat, disimpulkan sebagai penggambaran dari dimulainya pernikahan yang tentu saja penuh dengan beragam masalah ke depannya.

Sedangkan api, disimbolkan sebagai malapetaka yang harus segera dipadamkan, yang secara simbolis dilakukan dengan menyiramnya dengan air.

Ritual ini memiliki filosofi dan pengharapan yang baik bagi pasangan pengantin, sehingga masih dipelihara oleh masyarakat adat Suku Sasak Lombok.

Editor: Almaliki