Etnis.id - Ketika mendengar Kutai Kartanegara, hal apa yang tebersit di pikiran kalian? Suku Dayak dan Kerajaan Kutai? Selain diisukan akan menjadi ibukota baru, daerah ini juga punya ritus bermana Festival Erau.

Dari laman resmi Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar) tertulis, sekisar 400 tahun masehi, di Kalimantan Timur ada kerajaan bernama Kutai Martadipura yang terletak di Muara Kaman, kawasan Sungai Mahakam.

Bila dilihat dari bukti arkeologis yaitu Yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa yang ditemukan di Kukar, dapat disimpulkan bahwa sejarah Nusantara berada di sana. Sekarang, sejak tahun 2002, Kabupaten Kutai berganti nama menjadi Kabupaten Kutai Kertanegara.

Soal Festival Erau, acara ini merupakan sebuah identitas bagi Kutai Kartanegara. Apalagi setelah Pemerintah Kukar menggelarnya setahun sekali pada bulan September, yang akhirnya diubah pada pertengahan tahun antara Juli-Agustus--saat anak-anak libur sekolah.

Festival yang awalnya merupakan upacara adat di Kesultanan Kutai Kartanegara ini biasanya berlangsung selama 7 hari 8 malam. "Erau" berasal dari kata "eroh" yang dalam Bahasa Melayu Kutai, maknanya keramaian, keriuhan, suasana yang penuh sukacita. Secara umum, Erau bisa diartikan sebagai pesta rakyat bagi masyarakat Kutai Kartanegara.

Orang Dayak sedang menari dalam Festival Aman, di Taman Ismail Marzuki/ETNIS/Dumaz Artadi

Dulunya, Festival Erau berawal dari suatu hajatan besar bagi Kesultanan Kutai dan seluruh masyarakat di bawahnya yang dilangsungkan selama 40 hari 40 malam. Saat itu, masyarakat Kutai mempersembahkan makanan, ternak, buah-buahan, seniman dan berbagai buah tangan sebagai wujud rasa syukur. Dalam Erau juga terwakili rasa terima kasih dari Raja Kutai Kartanegara kepada masyarakat yang tulus mengabdi pada kerajaan.

Festival Erau ritualnya panjang. Acara ini awalnya digelar saat raja pertama Kutai Kartanegara yaitu Adji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun. Saat itu, Adji merayakan upacara injak tanah dan mandi ke tepian. Setelah beranjak dewasa, Adji diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara pertama pada tahun 1300. Saat pengangkatan itulah diadakan Erau, kemudian berlanjut sewaktu pergantian atau penobatan raja-raja Kerajaan Kutai Kartanegara yang lain.

Orang Dayak saat ditemui dalam Festival AMAN di Taman Ismail Marzuki/ETNIS/Dumaz Artadi

Festival Erau dimulai dengan Menjamu Benua sampai merebahkan Tiang Ayu. Menjamu Benua adalah tahapan awal untuk berkomunikasi dengan alam gaib. Roh-roh ini dianggap dapat memberikan hal positif. Kedua, Merangin, yaitu para tabib atau belian, akan menari sambil mengikuti tabuhan irama gamelan dan juga gendang. Hal ini digunakan untuk berkomunikasi dengan roh-roh.

Selanjutnya, mendirikan Tiang Ayu pada pagi hari sebelum matahari tinggi. Lalu dilanjutkan dengan acara Beluluh, yaitu tahap membersihkan diri dari unsur-unsur jahat yang berwujud maupun tidak berwujud. Ritus inu konon dilakukan para dewa dan belian kepada raja, sultan atau putra mahkota.

Diadakan pula Bapelas setelahnya yakni tahapan ritual sakral di Erau yang dimaksudkan untuk memuja jiwa dan raga Sultan dari ujung kaki hingga ujung rambut, agar Sultan kuat saat melaksanakan tugas. Selanjutnya ada Tari Ganjur, yang dilakukan kerabat kesultanan untuk menghibur masyarakat yang datang ke Festival Erau.

Ada pula Mengulur Naga. Saat acara ini, masyarakat mengarak perahu naga untuk dilepaskan di Kutai Lama, tempat asal legenda sang naga. Kemudian Begorok. Dalam ritus ini, Sultan akan duduk di atas balai bambu kuning. Dewa dan belian akan mengucapkan mantra jika sudah begitu.

Setelahnya, ada Belimbur atau siram-siraman. Acara ini diawali dengan Sultan yang memercikkan air yang dibawa dari Kutai Lama kepada seluruh hadirin. Makna dai Belimbur ini adalah sebagai pembersihan diri dari hal-hal buruk individu. Terakhir, acara ditutup dengan Merebahkan Tiang Ayu. Acara ini dilakukan para pangeran saat matahari terbit. Tiang Ayu akan direbahkan di atas kasur dan bantal kuning.

Pada tahun 2013, Festival Erau dikaitkan dengan budaya internasional yaitu International Council of Organizations of Folklore Festivals and Folk Arts (CIOFF). CIOFF merupakan lembaga Internasional di bawah naungan UNESCO. CIOFF terdiri dari pelbagai negara yang akhirnya membuat Festival Erau ini makin dikenal dunia.

Pada tahun 2013 tercatat ada beberapa delegasi datang dari 12 negara seperti Bulgaria, Polandia, India, Taiwan, dan lainnya. Festival Erau ini ikut bersanding dengan warisan budaya dunia dalam acara bernama Erau Internasional Folklore and Art Festival atau disingkat menjadi EIFAF. Pada acara ini, kearifan lokal masyarakat Kutai diperkenalkan kepada dunia. Seperti itulah Festival Erau di Kutai Kartanegara ini.

Editor: Almaliki