Etnis.id - Masyarakat di sekitar Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mengenal sosok Saridin sebagai seorang yang nyeleneh berbuat seenaknya, sakti mandraguna, namun tak jarang ia tetap berpegang teguh kepada kebenaran dan keadilan.

Makamnya yang terletak di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati hingga saat ini masih ramai oleh pengunjung. Syeh Jangkung itu nama lainnya. Sebuah sebutan yang sebenarnya kurang pantas bagi orang yang pernah dicap sebagai penjahat dan suka menabrak aturan hukum yang berlaku.

Sebagaimana yang sering dikisahkan dalam lakon kesenian Ketoprak, Saridin memang memiliki tabiat yang berseberangan dengan kebanyakan orang. Tingkahnya konyol dan memiliki keputusan yang aneh.

Ketika itu, desa dibuat geger dengan kematian seorang pencuri durian. Warga ramai-ramai memperkarakan Saridin. Para petugas Kadipaten menciduk Saridin yang sedang asyik bertani. Pada kesempatan itu, Saridin harus mau diinterogasi oleh para petugas.

Anehnya, Saridin mengungkapkan pembelaan yang di luar logika hukum yang berlaku saat itu. Bahwa Saridin tidak membunuh kakak iparnya yang semalam mencuri durian. Yang dibunuh adalah seekor harimau. Meski pada faktanya kakak ipar Saridin memang menyamar menjadi harimau.

Karena keluguannya tanpa basa-basi, Saridin menghabisi ‘harimau’ itu. Meski Saridin terus membela dirinya, para petugas tetap bersikukuh untuk menciduk dan memenjarakan Saridin. Di hadapan para penguasa Saridin divonis bersalah.

Walau begitu, Saridin tetap ngotot tak mau dipenjara. Bupati Pati saat itu, Adipati Joyokusumo mengakalinya dengan menempatkan Saridin di sebuah rumah besar yang dijaga ketat oleh para penjaga. Tahanan rumah.

Tingkah konyol Saridin berlanjut. Kepada petugas Kadipaten, Saridin melemparkan sebuah pertanyaan yang tidak masuk akal. Apakah boleh, Saridin keluar dari tahanan untuk pulang menjenguk keluarganya di rumah?

Petugas mentertawakan pertanyaan Saridin itu. Dengan setengah mengejek dan merendahkan Saridin, petugas memberikan izin kepada Saridin untuk keluar dari tahanan dengan catatan kalau bisa.

Dengan kesaktikan yang kadang tidak disadarinya, Saridin keluar begitu saja. Padahal rumah sudah dijaga ketat dan beberapa pintu dalam keadaan terkunci rapat. Para petugas terheran-heran. Saridin masih merasa ia tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku.

Hal ini kemudian membuat Adipati marah besar. Para prajurit dikerahkan untuk memburu Saridin yang melarikan diri ke pesantren Sunan Kudus. Di sana, Saridin belajar kepada Sunan Kudus. Saat itu bbanyak santri yang memandangnya sebelah mata.

Ketika Sunan Kudus sedang mengajarkan materi kalimat Syahadat yang ditirukan para santri, Saridin dengan lugunya memanjat pohon dan terjun bebas ke tanah. Menurut Sunan Kudus, Saridin sedang melakukan syahadat. Berpasrah sepenuh dan percaya bahwa hidup mati ada di tangan sang Pencipta.

Pada satu hari, Saridin juga berdebat dengan para santri. Menurut Saridin semua yang ada airnya pasti ada ikannya. Para santri terkekeh mendengarkan pernyataan itu. Kalau begitu di dalam buah kelapa juga ada ikannya? Tanya para santri. Dengan sangat yakin Saridin menjawab, iya di dalam buah kelapa ada ikannya. Buah kelapa diambil kemudian dibelah. Konon, di dalamnya terdapat ikan.

Hingga pada saatnya, sosok yang juga pernah berguru kepada Sunan Kalijaga itu tidak pernah bisa tertangkap oleh para petugas. Bahkan Sultan Agung pernah datang meminta bantuan kepada Saridin untuk menyelesaikan masalah yang sedang terjadi di kerajaan Mataram.

Saridin mau membantu, asal Sultan Agung mau menggarap lahan pertanian milik Saridin. Agak aneh. Seorang penguasa dipaksa untuk menjadi petani. Tetapi memang tak ada solusi lain. Bahwa masalah tersebut hanya bisa diselesaikan oleh Saridin seorang. Sultan Agung menyanggupinya. Kisah tersebut akhirnya diangkat menjadi lakon Ketoprak dengan judul Saridin: Sultan Agung Tani.

Cerita-cerita tersebut masih mengakar hingga saat ini. Masyarakat sekitar masih percaya dengan sosok lugu namun sakti yaitu Saridin. Namun satu hal yang perlu diingat, di tengah kondisi bangsa yang seperti ini, mungkin kita bisa belajar banyak kepada Saridin.

Saridin menyampaikan peristiwa apa adanya. Bahwa yang dibunuh bukan iparnya. Ia membunuh harimau. Dengan konsekuensi ia tetap dihukum. Namun sekali lagi, Saridin membuktikan bahwa aturan atau hukum memang bisa saja tidak berlaku bagi orang-orang tertentu.

Seolah kisah hidup Saridin menarasikan bahwa hukum dan aturan yang dibuat manusia itu sangat mungkin dilanggar oleh para pembuatnya sendiri. Aturan dan hukum bisa sangat menjadi tumpul di hadapan orang-orang tertentu.

Saat ini, kita banyak menyaksikan hal yang demikian terjadi. Kita bisa belajar dari cerita Saridin. Setidaknya, jika memang benar-benar negara Hukum, tegakkan hukum seadil-adilnya. Dan jangan remehkan orang-orang yang kelihatannya biasa saja atau rakyat jelata. Siapa tahu, di balik keluguannya rakyat sedang menyimpan kekuatan yang besar.

Editor: Almaliki