Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa, lengkap dengan ragam kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang. Salah satunya, Suku Dayak yang berada di Pulau Borneo, atau yang disebut juga dengan Pulau Kalimantan.

Suku Dayak yang tersebar di seluruh penjuru Kalimantan, terbagi ke dalam beberapa sub-suku, di antaranya, Suku Dayak Punan Dulau. Seperti halnya suku-suku lain yang tersebar di wilayah Indonesia, Suku Dayak Punan Dulau juga memiliki keunikan, berupa minuman tradisional pengasih yang dihadirkan pada pelaksanaan upacara adat kematian.

Pengasih ialah sejenis minuman tradisional yang telah melalui proses fermentasi dan dihadirkan dalam upacara kematian Suku Dayak Punan Dulau. Mampu menimbulkan perasaan senang, serta cenderung membangkitkan keakraban diantara sesama. Sebab itu, masyarakat Dayak Punan Dulau menganggap minuman pengasih sebagai minuman persahabatan.

Dalam upacara kematian Dayak Punan Dulau, jika orang yang meninggal adalah penganut agama Islam, maka prosesi pemakaman dilakukan secara Muslim terlebih dahulu. Setelah itu, beberapa hari kemudian, barulah dilaksanakan upacara adat kematian selama tiga hari dua malam menurut adat istiadat Dayak Punan.

Sebelum upacara kematian dimulai, kebutuhan upacara adat terlebih dahulu dipersiapkan. Satu hari sebelumnya, masyarakat Desa Punan Dulau di hulu sungai Magong, disibukkan oleh persiapan elemen-elemen yang harus ada dalam ritual.

Meskipun upacara ini dilaksanakan di rumah panjang Suku Dayak Punan, namun tak semua masyarakat Suku Dayak Punan tinggal di rumah panjang. Menurut Sri, salah satu anggota komunitas adat Punan Dulau, rumah panjang sama halnya dengan rumah tinggal pada umumnya, namun memiliki makna suci bagi Suku Dayak Punan. Hal yang membedakannya ialah ukurannya yang panjang, serta dapat dihuni secara komunal.

Persiapan Ritual Adat

Di setiap upacara adat Dayak Punan Dulau, selalu tersedia tempayan yang digunakan untuk menyimpan minuman pengasih. Selain itu, sayur umbut pisang dan ketupat yang berasal dari daun oppu paying berbentuk segitiga juga tersaji di setiap pelaksanaan upacara kematian.

Masyarakat yang berasal dari dusun atau desa tetangga, umumnya ikut bekerja sama dalam mempersiapkan upacara adat. Sedangkan bantuan yang diberikan, dapat berupa materi maupun jasa.

Komposisi bahan dalam minuman pengasih terdiri dari ragi, beras, rempah-rempah, cabe kering, daun langsat, daun rambutan dan singkong. Cara membuatnya, ragi dan beras direndam. Sedangkan rempah-rempah yang terdiri dari jahe, laos dan daun langsat dihaluskan.

Setelah tahap merendam dan menghaluskan, adonan yang terdiri dari gabungan seluruh bahan-bahan, dibentuk bulat seperti kue apem atau yang dikenal oleh orang-orang India sebagai kue appam—yang disimpan dan dijemur selama satu minggu hingga ditumbuhi cendawan.

Selanjutnya, kue apem dicampur dengan cabe kering, dijemur dan diikat menjadi satu. Setelah itu, dilakukan pengasapan hingga berwarna merah dan beraroma harum. Selanjutnya, ubi singkong direbus dan diiris tipis-tipis, ragi ditumbuk dan dicampur dengan ubi singkong.

Tempayan atau wadah yang terbuat dari tanah liat yang menyerupai guci, dijemur terlebih dahulu sebelum digunakan. Pada tempayan itu diletakkan gabah, ubi singkong dan seluruh bahan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kemudian disimpan selama satu bulan hingga mengeluarkan aroma yang khas.

Tata Cara Pelaksanaan Upacara Kematian Suku Dayak Punan Dulau

Prosesi upacara kematian terbagi ke dalam beberapa tahap. Pertama, keman ting toh atau yang dalam bahasa lokal berarti "kita makan bersama". Masyarakat sekitar kemudian berkumpul di rumah panjang dan bersantap bersama. Makanan yang disajikan berupa ketupat, daging, ikan, sayur, dan lain sebagainya.

Keman Ting Toh di Rumah Panjang Suku Dayak Punan Dulau/ Kharissa Dewidya Ristanto

Di saat bersamaan, benda-benda peninggalan almarhum berupa pakaian, sepatu, aksesoris, buku, tas, hingga foto-foto bersama kerabat almarhum pun dipamerkan. Gelaran ini dimaksudkan untuk mengenang kebaikan mendiang semasa hidup.

Pameran Benda-benda Peninggalan Mendiang/ Kharissa Dewidya Ristanto

Usai pelaksanaan keman ting toh, selanjutnya para pelayat disuguhi tarian tarik gerak sama. Disebut demikian lantaran ritual kedua dari rangkaian upacara kematian ini mengharuskan setiap pelayat melakukan gerakan kaki yang sama, agar tarian terlihat seirama dan kaki orang-orang yang membawakan tarian ini tidak terluka.

Prosesi ketiga ialah tradisi meminum pengasih yang dilakukan secara bersama-sama. Terdapat ritual khusus dalam pelaksanaannya, yakni ritual pebalu atau menjandakan pasangan yang ditinggalkan, serta temudung atau pemberitahuan kepada masyarakat sekitar bahwa akan diadakan ritual menari bersama dengan tamu undangan yang berasal dari desa tetangga.

Prosesi lain yang tak boleh dilewatkan ialah pemberitahuan kepada utok atau tengkorak leluhur. Suku Dayak Punan Dulau meyakini bahwa leluhur dapat mengantarkan arwah orang yang meninggal menuju surga.

Dilanjutkan dengan mekey narik atau "tari naik" oleh sejumlah pelayat di levu’aru (rumah panjang) menggunakan pakaian adat lengkap. Sebelum berangkat menuju pemakaman, kum betakan atau pencuaian dilaksanakan terlebih dahulu, sebagai tanda perpisahan kepada para penari oleh keluarga maupun tamu undangan.

Perempuan Suku Dayak Punan Dulau Mengenakan Pakaian Adat Lengkap/Kharissa Dewidya Ristanto

Disusul dengan pelaksanaan gudok dan mepah lun yang menjadi ritual pamungkas. Gudok ialah prosesi membawakan sebuah tarian adat, sedangkan mepah lun merupakan tradisi membersihkan rumah, sekaligus menandai berakhirnya rangkaian upacara kematian Suku Dayak Punan Dulau.

Kendati saya dan rekan tak dapat menyaksikan secara langsung keseluruhan rangkaian upacara kematian Dayak Punan Dulau dikarenakan oleh banyaknya jumlah pelayat, serta kapasitas ruangan yang terbatas, namun kami sempat mengikuti beberapa prosesinya, antara lain, keman tih tong, tarik gerak sama dan tradisi meminum pengasih.

Nilai Sakral dan Semangat Pelestarian Budaya Pada Pengasih

Pada tradisi meminum pengasih, para pelayat dianjurkan untuk meminumnya secara berpasangan, boleh dilakukan dengan suami atau istri, saudara maupun teman. Menurut kebiasaan masyarakat Dayak Punan Dulau, minuman tradisional ini boleh dikonsumsi oleh orang dewasa maupun remaja.

Keunikannya, terletak pada bara api yang diletakkan di dalam pengasih. Sedangkan untuk meminumnya, digunakan sejenis rotan panjang atau bambu yang dibantu oleh daun rambutan sebagai media penyerapan air. Jika pengasih di di dalamnya telah habis, tempayan diisi kembali hingga berulang kali, sampai rasa pengasih menjadi tawar.

Pengasih selalu dihadirkan pada setiap pelaksanaan upacara adat, termasuk upacara kematian masyarakat Suku Dayak Punan. Minuman ini disajikan pula pada saat menyambut tamu yang datang berkunjung. Kendati pengasih dapat mengakibatkan mual, muntah, pusing, bahkan dapat membuat peminumnya tak sadarkan diri—namun pengasih dianggap sebagai minuman keras yang bernilai sakral oleh masyarakat Dayak Punan Dulau.

Bagi Suku Dayak Punan Dulau, pengasih sudah menjadi salah satu bagian dari tradisi yang wajib dilestarikan, agar keturunan-keturunannya dapat memahami bahwa warisan leluhur tetap hidup dalam bentuk minuman tradisional pengasih.

Tak sedikit yang menganggap bahwa minuman keras membawa dampak buruk bagi kesehatan. Namun, jika dilihat dari sudut pandang kebudayaan, pengasih merupakan satu dari sekian banyak kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur, guna mempererat tali kekerabatan antar sesama manusia.

Bagian-bagian dari ritual adat Suku Dayak Punan Dulau mampu memberikan pemahaman tersendiri bagi saya, bahwa upacara kematian adalah cara masyarakat Suku Dayak untuk tetap terhubung dengan leluhurnya, serta dapat menjaga agar kekayaan budayanya tetap lestari.

Semakin saya berada jauh dari rumah, semakin pula saya mengerti, bahwa kebudayaan adalah bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan setiap orang Indonesia.

Penyunting: Nadya Gadzali