Tari lulo adalah tari tradisional suku Tolaki di Sulawesi Tenggara. Tari ini awalnya merupakan tari persembahan untuk Dewa Padi yang dilakukan saat pesta panen. Para penari, baik lelaki maupun perempuan, bergandengan tangan membentuk lingkaran atau setengah lingkaran, bergerak melangkahkan kaki dan mengayunkan tangan selaras dengan irama musik.
Di antara ragam tari lulo, terdapat Tari Lulo Ngganda yang kini mulai menghilang karena jarang ditampilkan. Meskipun demikian, kita masih dapat menemukan pertunjukan tarian ini di Desa Benua, Kabupaten Konawe Selatan.
Tari Lulo dan ragamnya
Budaya sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa tentu sangat erat dengan kehidupan sehari-hari di tiap kelompok masyarakat. Masyarakat yang bermukim di dataran pegunungan tentu memiliki budaya yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir.
Cara mereka beradaptasi terhadap alam sekitar telah mempengaruhi nilai-nilai yang mereka anut dan tercermin dalam norma adat, kepercayaan, sampai pada cara berekspresi melalui kesenian. Hal ini salah satunya dapat kita temukan pada masyarakat Suku Tolaki di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Masyarakat Tolaki memiliki kesenian tradisional berupa tari lulo yang asal-usulnya tak terlepas dari mata pencaharian mereka sebagai petani. Tari lulo berasal dari molulowi, yaitu kegiatan menginjak-injak padi untuk memisahkan bulir padi dari tangkainya.
Molulowi bukanlah pekerjaan yang mudah sehingga perlu dilakukan oleh banyak orang. Kegiatan ini kemudian dipadukan dengan iringan alat musik seperti gong, kanda (kendang) maupun dimba-dimba (sasando dari bambu ala Tolaki) untuk menghibur warga.
Lambat laun, molulowi berkembang menjadi Tari Lulo, tari persembahan pada Dewa Padi Sanggoleombae. Masyarakat Tolaki menampilkan tarian ini dalam ritual Monahu ‘Ndau, sebuah ritual perayaan panen sebagai ungkapan terima kasih kepada Dewa Padi yang telah memberkati mereka.
Luasnya persebaran orang Tolaki hingga ke seluruh penjuru daratan Sulawesi Tenggara menyebabkan lahirnya beragam jenis Tari Lulo. Ada 3 jenis Tari Lulo, yakni Lulo Sangia, Lulo Anggo, dan Lulo Ngganda.
Seiring perkembangan zaman, tari lulo juga mengalami perubahan dalam hal iringan musik dan konteks pertunjukan. Tari Lulo yang awalnya merupakan persembahan pada dewa, kini dipertunjukkan dalam acara pesta untuk penyambutan tamu dan hiburan.
Musik iringan Tari Lulo yang sebelumnya menggunakan 1-2 instrumen tradisional, perlahan ditinggalkan dan diganti dengan lantunan lagu daerah atau iringan organ tunggal. Tak mengherankan jika Tari Lulo versi aslinya, termasuk Tari Lulo Ngganda yang mulai sulit kita jumpai.
Untunglah, masyarakat Desa Benua Kabupaten Konawe Selatan masih melestarikan tarian ini. Lulo Ngganda berarti tari lulo yang diiringi kanda, kendang khas Tolaki. Tari ini dilakukan oleh lelaki dan perempuan yang berderet membentuk lingkaran atau setengah lingkaran.
Sambil bergandengan tangan, para penari melangkahkan kaki bergeser ke kiri dan kanan, melangkah mundur, maju, lalu diakhiri dengan hentakan lembut. Gerakan itu dilakukan berulang-ulang, menyesuaikan dengan tabuhan kanda.
Irama kanda yang berbeda menandakan variasi gerakan kaki yang berbeda pula. Biasanya, penabuh kanda akan memberi tanda dengan pukulan tertentu agar gerakan tarian dilanjutkan ke variasi berikutnya.
Penabuh kanda harus memiliki pengetahuan tentang jumlah ketukan masing-masing jenis gerakan demi berlangsungnya tarian dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa musik dan gerakan menjadi kesatuan yang tak terpisahkan dalam seni tari tradisional.
Iringan musik tari yang bertransformasi
Tari lulo Suku Tolaki memiliki ragam variasi iringan musik tradisi. Umumnya, tari ini diiringi oleh pukulan gong. Akan tetapi, di beberapa daerah ada yang hanya diiringi kanda dan dimba-dimba.
Kanda merupakan kendang yang terbuat dari batang enau. Kendang ini ditabuh dengan alat pemukul berbahan dasar bambu yang dipegang seperti stick drum oleh pemain musik. Instrumen ini berfungsi mengiringi tari secara ritmis.
Instrumen lainnya adalah dimba-dimba, yang tidak hanya bersifat ritmis melainkan juga melodis. Dimba-dimba dimainkan dengan cara dipetik. Instrumen ini terbuat dari batang bambu yang diraut hingga membentuk tabung yang menopang senar-senar di sisi depannya.
Dimba-dimba masih dimainkan oleh generasi tua yang bermukim di desa Ambekairi Utama, Kabupaten Konawe. Sayangnya, meski petikan dimba-dimba masih dapat didengarkan, warga desa ini sudah tidak lagi menarikan Tari Lulo Ngganda. Hanya tersisa warisan musik yang terasa kurang lengkap penyajiannya tanpa gerakan tari.
Tari dan musik menjadi bagian yang tak terpisahkan satu sama lain pada kesenian tradisional. Gerakan tari menggambarkan irama musik, begitu juga sebaliknya, musik menopang struktur tari. Bagi masyarakat Tolaki, seni tari dan musik ini merupakan salah satu ekspresi keagamaan, penghormatan mereka terhadap Dewa Padi.
Seiring perkembangannya, tari lulo ditampilkan sebagai hiburan dalam pesta adat. Musik iringan tari lulo pun ditambahkan lagu daerah maupun organ tunggal. Meski demikian, tentu kita berharap iringan musik tradisi yang menjadi identitas asli tari lulo tetap dilestarikan hingga generasi selanjutnya.
Referensi: Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki, 1993, Jakarta, Balai Pustaka | Film Dokumenter Asal-Usul Tarian Lulo Ngganda Suku Tolaki oleh IKVIDIO https://www.youtube.com/watch?v=PEL9lM1ON1c
Penyunting: Nadya Gadzali