Etnis.id - Rumah Radakng di Desa Saham, Kec. Sengah Tumila, Kab. Landak, Provinsi Kalimantan Barat, kelestariannya masih dijaga. Dia ditinggali oleh sub suku dari Suku Dayak, yakni Dayak Kanayatn.

Rumah tinggal komunal itu berbentuk panjang. Di dalamnya terdiri dari belasan hingga puluhan bilik. Di setiap biliknya ditempati oleh kepala keluarga yang berbeda.

Rumah itu jadi jejak sejarah ihwal peradaban budaya tinggal secara komunal Suku Dayak Kanayatn. Sampai kini, Rumah Radakng dihuni generasi suku Kanayatn sejak pendiriannya sekisar tahun 1884.

Rumah Radakng memiliki panjang 183 meter dan terdiri dari 35 bilik. Semua biliknya dihuni oleh 35 keluarga yang berbeda. Pada tahun 2020, 175 populasi mendiami bangunan ini.

Rumah Radakng Tampak depan/Yoris/Etnis.id
Rumah Radakng Tampak depan/Yoris/Etnis.id

Walau dasarnya mereka semua berasal dari satu garis keturunan yang sama, namun tetap saja, di tengah individualisme kehidupan modern, hal tersebut sangatlah luar biasa. Melihat keakraban, relasi, serta interaksi sosial yang terjalin erat antara masyarakat di dalam bangunan panjang itu.

Rumah Radakng juga memiliki ciri khas dari segi ketinggian bangunan, berbeda jauh dari rumah-rumah konvensional pada umumnya. Dari observasi yang dilakukan, Rumah Radakng tingginya sekisar 1.5–3 meter dari permukaan tanah.

Bukan tinggi tanpa alasan. Gunanya, agar keluarga yang tinggal di dalamnya terlindungi dari jangkauan binatang buas serta serangan kelompok suku-suku lain pada masa lampau.

Soal material yang menyelubungi bangunan ini, pada dasarnya 100 persen materialnya dari kayu. Seiring bergulirnya waktu, terdapat beberapa daripada material bangunan yang mengalami transisi dan pergantian akibat mengalami kerusakan.

Komponen bangunan yang terlihat mengalami transisi paling mencolok adalah atap. Jenis atap asli dari bangun ini yaitu atap sirap, yang merupakan jenis atap yang tersusun dari kepingan-kepingan kayu ulin atau belian dengan ukuran sekitar 15x3 cm.

Saat ini, atap-atap sirap sudah banyak diganti dengan daun maupun seng, untuk mempertahankan kenyamanan tinggal suku Kanayatn. Dua material itu dijadikan sebagai alternatif atap, sebab faktor finansial serta mahalnya material kayu.

Tampak Atas Rumah Radakng/Yoris/Etnis.id
Tampak Atas Rumah Radakng/Yoris/Etnis.id

Berkenaan dengan hal pembentuk satu kesatuan Rumah Radakng, setidaknya terdapat tujuh komponen utama yang inheren dari bangunan ini. Berikut klasifikasinya.

Tanga’

Tanga’ merupakan pelafalan masyarakat setempat, yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia artinya tangga. Tanga’ di dalam kesatuan Rumah Radakng pada dasarnya bukanlah seperti apa yang kita dapat lihat saat ini.

Tanga’ Rumah Radakng tersusun atas tangga-tangga tepak atau tangga yang terbuat dari batang kayu utuh yang ditepak, sehingga membentuk coakan anak-anak tangga.

Namun, penggunaan tangga tepak ini sudah tidak dapat kita jumpai pada masa sekarang akibat renovasi yang dilakukan pemerintah setempat pada tahun 2010, yang mengganti seluruh tangga-tangga tepak yang lapuk,, dengan konstruksi tangga
konvensional yang lazim kita temui. Sayang.

Jumlah tanga’ pada Rumah Radakng terdiri dari 35 tangga. Masing-masing bilik memiliki tangganya masing-masing. Jumlah tangga yang banyak, didasari faktor kepercayaan dan kebudayaan masyarakat Dayak Kanayatn.

Jika terdapat seseorang yang meninggal di salah satu bilik, jenazahnya tidak diperbolehkan dibawa melalui tangga yang bukan milik si jenazah (tangga bilik lain).

Masyarakat setempat percaya, jika hal tersebut dilakukan, dapat membawa malapetaka atau kesialan bagi si pemilik tangga yang dilalui jenazah tersebut.

Pante

Pante merupakan terbentang sepanjang bentangan Rumah Radakng. Komponen bangunan ini barangkali mirip seperti serambi, jika dibandingkan dengan tipologi rumah pada umumnya.

Bedanya, fungsi pante bukan sebagai tempat berkumpul atau bersantai. Pante dijadikan area atau tempat bagi masyarakat Dayak Kanayatn untuk menjemur padi dan hasil pertanian lainnya. Hal tersebut yang menyebabkan komponen bangunan ini tidak diselubungi oleh atap.

Pene

Pene di dalam tatanan ruang Rumah Radakng kerap kali digunakan oleh masyarakat setempat untuk berkumpul, baik itu bersama keluarga maupun berbincang dengan masyarakat lainnya.

Berbeda dengan serambi yang biasanya berada di dalam satu elevasi lantai yang sama atau memiliki selisih yang sedikit dengan lantai rumah lainnya. Pene lebih seperti lantai menggantung setinggi kurang lebih 0.5 meter dengan dimensi rata-rata 3x2.5 meter.

Sami

Sami adalah koridor panjang yang membentang sejauh mata memandang. Kendati di dalam kesehariannya difungsikan sebagi koridor yang mennyambungkan seluruh bilik yang ada, fungsi sami sebarnya bukanlah demikian.

Perspektif Rumah Radakng/Yoris/Etnis.id
Perspektif Rumah Radakng/Yoris/Etnis.id

Sami berfungsi sebagai area atau ruang untuk melangsungkan upacara adat ataupun sebagai ruang untuk bermusyawarah bagi masyarakat setempat. Jika ingin melihat secara langsung bagaimana kemeriahan dan keramaian suatu upacara adat yang dilaksanakan di sami, Anda dapat menunjungi Rumah Radakng di Desa Saham tepatnya pada tanggal 27 April, bertepatan dengan upacara Naik Dango.

Saat itu, Anda akan disuguhkan dengan pemandangan yang menakjubkan dari kebudayaan masyarakat Dayak Kanayatn yang masih rutin dilaksanakan hingga hari ini.

Jungkar

Jungkar merupakan istilah di dalam pelafalan setempat untuk mengistilahkan dapur/tungku. Namun, selain difungsikan sebagai dapur, di dalam jungkar ini juga terdapat ruang-ruang lain, seperti jobokng (kamar), dango padi (tempat penyimpanan padi), maupun ruang-ruang lain yang sangat tergantung oleh kebutuhan serta inisiatif individu yang mendiami setiap biliknya.

Dapur tungku atau jungkar/Yoris/Etnis.id
Dapur tungku atau jungkar/Yoris/Etnis.id

Milik

Milik berada pada bagian dalam bilik dan lebih bersifat privat. Milik merupakan area atau ruang yang difungsikan untuk menerima tamu. Milik pada dasarnya memiliki fungsi yang sama dengan ruang tamu yang kita kenal.

Jobokng

Jobokng berada di satu bagian atau ruang yang sama dengan posisi milik. Jobokng berarti “kamar” di dalam Bahasa Indonesia.

Editor: Almaliki