Etnis.id - Tarian merupakan salah satu warisan budaya tak benda yang memiliki substansi berupa gerakan. Tetapi tari bukan hanya gerakan semata. Lebih luas lagi, tari merupakan media ungkap dari ekspresi manusia dengan karakteristik tertentu, hingga akhirnya melahirkan gerakan ritmis yang indah.

Jika kita sering melihat pertunjukkan, baik secara langsung atau tidak langsung, setiap jenis tarian tentu hadir dengan gerakannya masing-masing. Ada yang diperankan oleh perempuan saja, laki-laki, saja serta ada juga yang diperankan oleh laki-laki dan perempuan. Bahkan tidak sedikit juga tarian yang digerakkan dengan tambahan properti tertentu.

Sebagai orang awam yang bukan seniman tari, tentu saya sangat senang kala bisa melihat pertunjukkan tari secara langsung. Seperti ketika saya datang ke perayaan budaya yang berlangsung di Situs Gunung Gamping, yaitu situs bersejarah yang berada di kawasan Ambarketawang, di sebuah desa yang terletak di kawasan selatan Kota Yogyakarta.

Perayaan budaya tersebut diisi berbagai macam pertujukkan yang asyik nan menarik. Salah satunya pertunjukkan Beksan Lawung Ageng. Sebuah tarian yang semua pemerannya adalah laki-laki. Ketika menikmati tarian tersebut, rasa-rasanya saya bukan hanya menikmati gerakan tarian saja, melainkan gerakan silat yang digubah sedemikian rupa hingga melahirkan gerakan yang aduhai.

Penari Beksan Lawung Ageng/Etnis/Ika Umi Hayati

Semakin penasaran dengan unsur-unsur yang dihadirkan, akhirnya saya memberanikan diri untuk mengobrol langsung dengan penarinya. Memang tidak banyak data yang bisa saya dapatkan. Tetapi setidaknya, rasa penasaran saya sedikit terbayarkan.

Wicaksono, salah satu penari menuturkan beberapa informasi terkait dengan Beksan Lawung Ageng. Informasi yang saya dapatkan, ternyata gerakan yang heroik serta tangkas tersebut memiliki keterkaitan erat dengan sejarah penciptaan tari itu sendiri.

Konon, Tari Lawung atau yang lebih akrab dikenal dengan Deksan Lawung sengaja diciptakan oleh Pangeran Mangkubumi untuk mengalihkan perhatian pemerintah Belanda waktu itu. Pangeran Mangkubumi khawatir jika kraton digunakan sebagai latihan militer. Tanpa disadari tarian yang lekat dengan gerakan heroik ini juga sengaja diciptakan untuk melatih ketangkasan serta ketangguhan para prajurit pada waktu itu.

Gerakan yang saya sebut sebagai gerakan silat, memang sengaja diciptakan dalam tarian. Tak mengherankan jika tarian ini lekat sekali dengan unsur heroik, patriotik dan juga karakter maskulin.

Untuk memperkuat simbolisasi latihan perang, maka tarian ini diperankan oleh 16 penari pria dengan lima jenis peran, yaitu jajar, botoh, lurah, ploncon dan salaotho.

Pada bagian jajar diisi empat penari yang berperan sebagai prajurit muda dengan semangat yang membara, meski dalam struktur keprajuritan, jajar merupakan struktur prajurit paling rendah. Setelah jajar ada peran yang bernama lurah. Sama seperti jajar, dalam struktur lurah ini juga diisi oleh empat penari.

Gerakan unik tarian Beksan Lawung Ageng/Etnis/Ika Umi Hayati

Meski sama-sama sebagai prajurit, dalam lurah prajuritnya sudah matang dan siap bertempur di medan peperangan. Jika ditarik dengan struktur keprajuritan, lurah menempati posisi di atas jajar.

Kemudian ada peran botoh. Berbeda dengan jajar dan lurah. Botoh hanya diisi oleh dua penari saja. Botoh ini memiliki peran untuk mengadu ketangkasan antarprajurit yang mereka miliki.

Masih ada ploncon yang diisi oleh empat penari. Keempat penari yang berada dalam peran ini memiliki tugas untuk memegang tombak, sebelum akhirnya digunakan oleh jajar atau lurah. Peran tersebut juga dikenal sebagai pengampil.

Dan yang terakhir yaitu salaotho, sebuah peran yang diisi dua penari. Tiap-tiap penari yang berada di dalamnya memiliki peran sebagai abdi dalam yang harus patuh terhadap botoh.

Pembagian gerakan tersebut dilakukan jauh-jauh hari sebelum pementasan. Sehingga saat pentas, mereka sudah memposisikan diri pada perannya masing-masing. Gerakan heroik akan semakin terasa berkat iringan gendhing.

Gendhing gangsaran menjadi prolog gerakan. Kemudian dilanjutkan dengan iringan gendhing roning tawang untuk mengiringi bagian pertarungan antarprajurit jajar.

Semua gendhing tersebut dimainkan oleh gangsa kiai guntur sari, yaitu seperangkat gamelan dengan jumlah saron yang lebih banyak dibandingkan dengan gamelan lain.

Dari gerakan, busana hingga iringan yang digunakan, semuanya mengandung falsafah hidup. Melalui tarian ini Pangeran Mangkubumi ingin menanamkan nilai-nilai keberanian dan juga ketangkasan pada tiap-tiap diri prajurit kraton.

Editor: Almaliki