Etnis.id - Setiap etnis yang berada di Indonesia memiliki ciri khas dan keunikannya masing-masing, baik dari segi adat istiadat, bahasa, seni budaya, kuliner dan lain sebagainya. Salah satu keunikan etnis Indonesia ialah wisata kuliner nusantaranya.
Apabila kita bepergian berwisata menuju ke suatu daerah, selain menikmati destinasi wisata alam beserta kearifan lokal budayanya. Tentu kita juga akan menikmati wisata kuliner daerah setempat.
Saat ini, perkembangan kuliner khas nusantara sangat pesat sekali di pelbagai daerah dan kota-kota besar yang berada di Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh orang-orang yang merantau berangkat ke kota untuk mencari kerja memperbaiki masa depan yang lebih baik.
Sebab, di kampung halaman penghasilan bagi para perantau kurang memuaskan serta kurang memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bisa juga mencari pengalaman baru. Selain mencari kerja, terkadang para perantau juga menciptakan usaha sendiri di tempat ia merantau.
Pada tulisan ini, saya ingin bercerita kuliner Batak yaitu mi gomak.
Mi gomak merupakan salah satu kuliner suku Batak yang berasal dari
Sumatera Utara. Etnis Batak terkenal dengan kebiasaannya merantau ke wilayah Sabang hingga ke Merauke.
Kita ambil contoh pada etnis Batak yang berada di Kota Batam. Mereka banyak membuka usaha kuliner khas Batak seperti mi gomak, soto medan, mie so, lontong medan dan kuliner batak lainnya. Saya tahu, sebab saya berdarah Batak.
Ketika kita bercerita atau menuliskan kuliner suatu etnis, tentunya ada pengalaman, pengetahuan dan partisipasi untuk merasakan kuliner tersebut. Sehingga, apa yang kita tulis nantinya dapat menjadi suatu wacana baru atau penghantar kepada orang-orang yang ingin mencicipi ragam kuliner etnis nusantara yang berada di Indonesia.
Kembali lagi pada mi gomak. Kata gomak berasal dari bahasa Batak yang berarti digenggam-genggam/dikacau-kacau menggunakan telapak tangan kemudian dicetak menjadi mi. Berawal dari proses pembuatan itulah, mi gomak kemudian menjadi populer sampai saat ini kalangan masyarakat.
Ada pun proses pembuatan bahan-bahan dasar untuk pembuatan mi
gomak harus menyiapkan tepung beras yang dikacau-kacau/digomak-gomak. Tepung itu dikasih air secukupnya, lalu diberi pengembang makanan, serta perasa makanan sesuai dengan takarannya, kemudian dicetak menjadi mie lidi. Setelahnya, mi itu dijerangkan air sampai mendidih, kemudian direbus sampai mengembang. Setelah itu, mi diangkat, ditiris dan disiram dengan air biasa sampai kuningnya menghilang dan bersih.
"Sementara untuk bahan bumbu mi gomak seperti bawang merah, bawang putih, cabe merah, cabe rawit, garam, tomat, daun seledri, bawang prei, dan tidak lupa menambahkan udang ebi," kata mamakku.
Setelah semua sudah terkumpul, bahan bumbu digiling menjadi satu menggunakan batu gilingan atau menggunakan blender. Bumbu itu diaduk menjadi satu lalu ditumis. Selang beberapa menit, mi lidi tadi dicampur bersama tumisan bumbu kurang lebih selama lima menit, lalu dirasakan apakah rasanya sudah pas di lidah.
Setelah penumisan, mi gomak diletakkan di atas piring. Untuk menikmati mi gomak, agar lebih nikmat, harus menggunakan kerupuk. Ada pun penyajian mi gomak bisa kering atau dibasahi pakai tauco dan kuah yang terbuat dari santan. Tidak lupa, bisa ditambahi andaliman (merica batak/bumbu khas batak) agar lebih sempurna.
Biasanya, mi gomak disajikan di kedai/warung makanan khas Batak
atau makanan Khas Medan. Di Batam sendiri, banyak masyarakat dari suku lain senang menikmati mi gomak. Selain itu, mi gomak menjadi sajian favorit yang hadir pada setiap momen perayaan upacara pernikahan etnis Batak.
Tidak lupa, mereka juga biasanya membuat mi gomak pada momen perayaan Natal bagi etnis Batak Nasrani. Begitu juga dengan etnis Batak kaum Muslim. Mi gomak selalu hadir di atas meja mereka usai Salat Idul Fitri dan Salat Idul Adha. Begitulah gambaran sederhana dari mi gomak.
Setelahnya, apakah Anda kepincut ingin merasakan sedap dan pedasnya? Anda bisa membuatnya atau menyambangi warung Batak dan memesannya seporsi. Tak hanya makan, Anda bisa bercengkrama dengan orang Batak perihal makanan mereka serta tradisi yang masih dipegang teguhnya.
Editor: Almaliki