Madiun ialah salah satu kabupaten dari Provinsi Jawa timur, namun secara antropologi, Madiun memiliki kultur kebudayaan yang lebih mengarah ke Jawa Tengah atau Mataraman yang mutlak. Sebab Madiun adalah salah satu wilayah yang dijadikan basis kekuatan oleh para pemberontak di masa Kesultanan Mataram.

Madiun berada di wilayah paling ujung barat di provinsi Jawa timur atau lebih dekat dengan perbatasan Jawa tengah. Barangkali, jika mendengar nama Kota Madiun yang terlintas di kepala adalah sego pecel atau brem, makanan khas di kota tersebut.

Madiun dan pecel masih menjadi dikotomi. Sebab, nasi pecel dalam babad tanah jawi pertama kali dihidangkan di Yogyakarta oleh Ki Gede Pamanahan ketika menjamu Sunan Kalijaga. Dari berbagai kuliner pecel seperti pecel Ponorogo, pecel Kediri, pecel Tuban, dan sejenisnya, Madiun mendapat posisi kuliner nomor satu bagi pecinta pecel. Belum ada rujukan yang pasti tentang pecel berasal dari Madiun. Banyak versi yang mengatakan kisah yang beragam tentang pecel.

Madiun menjadi pusat keresidenan yang meliputi wilayah Ponorogo, Magetan, Ngawi dan Pacitan yang merupakan sebagian wilayah Jawa Timur. Meski begitu, kebudayaan yang lekat dengan daerah tersebut lebih mengarah pada kultur Jawa Tengahan atau Mataraman, karena Madiun pernah menjadi wilayah Kesultanan Mataram.

Beberapa kebudayaan dapat menggambarkannya, seperti kultur masyarakat yang santun, nada bicara yang halus, ritual adat di bulan Suro dan berbagai kirab budaya sebagai ciri khas yang dimiliki kota Madiun. Sedankan pengembangan pencak silat sebagai identitas budaya di Madiun ialah tari Solah Mediunan.

Sebagai salah satu kota Kesultanan Mataram, Madiun memiliki ragam budaya yang khas seiring kemajuan pembangunan kotanya dari berbagai aspek, di antaranya, tari tradisional sebagai semangat pelestarian tradisi dan upaya pengembangan kearifan lokal.  

Pemerintah kota Madiun memperkenalkan ciri khas baru dalam wujud tari Solah Mediunan, yaitu perpaduan gerak tari tradisional dengan gerakan pencak silat yang tegas. Sedankan potensi budaya lokal yang terus berkembang dan dilestarikan di Kota Madiun ialah tarian sebagai kultur budaya yang ramah. Diharapkan tarian ini mampu menjadi oase di tengah keringnya kesenian tari di kota pecel. Solah Mediunan adalah hasil pengembangan dari keragaman pencak silat yang ada di Kota Madiun.

Dalam bahasa Indonesia, solah berati gerak. Sedangkan mediunan adalah kultur masyarakat Madiun. Tarian ini menjadi gambaran kultur lokal, sebagaimana masyarakat Madiun dikenal memiliki kepribadian yang santun dan lemah lembut, tetapi juga berani dan tegas.

Tersirat lewat gerak tarinya yang melibatkan unsur pencak silat, tarian Solah Mediunan dimaknai sebagai semangat muda-mudi Kota Madiun dalam menatap masa depan. Tarian ini diciptakan pada tahun 2017 lalu. Bermula dari kegelisahan Walikota H. Sugeng Rismiyanto yang kerap ditanyai soal tarian tradisional asal Madiun, seperti tari Pentol Tembem dan Janur Kuning yang secara spesifik belum mampu menggambarkan ciri khas Kota Madiun. Lalu dengan segala pertimbangan dan perencanaan yang matang, Soleh Mediunan pun dirancang. Solah Mediunan sebagai wujud baru perpaduan kultur masyarakat dan pencak silat dalam karya seni tari.

Sebagai kota yang memiliki keragaman perguruan pencak silat, pemerintah Kota Madiun berharap tarian ini dapat menjadi identitas daerah yang akan dikenal oleh daerah lain, sekaligus daya tarik yang mampu meningkatkan kunjungan wisatawan, sebagaimana yang telah diterapkan Pemkot Madiun pada pembangunan tata kota dan ditunjang oleh keragaman budayanya. Sugeng Hariyatin sebagai penata koreografi dan RB Zaini sebagai penata musik.

Setelah menjalani proses yang panjang dengan mengadopsi gerakan-gerakan pada pencak silat yang diperhalus sehingga mencapai keselarasan serta iringan musik gamelan Jawa, tari Soleh Mediunan pertama kali dipentaskan pada 31 Desember 2017 di alun-alun kota Madiun pada acara “Malam Puncak Pesta Rakyat”.

Pada tahun 2018, tarian ini mulai dipertontonkan di festival-festival kesenian budaya sebagai tarian tradisional Kota Madiun. Ciri khasnya terdapat pada pakaian lengan panjang, rompi, celana panjang, jarik, dan blangkon (udeng-udeng). Tarian ini dibawakan secara tunggal maupun berkelompok.

Perpaduan lenggok yang lembut dengan gerak silat yang tegas, tersaji secara apik. Segala rupa tarian ini tak terlepas dari etnis Mataraman sebagai kerajaan yang pernah berjaya di kota tersebut, mulai dari busana, tata rias, dan lenggok gerak tarian dengan iringan musik gamelan Jawa seperti gong, bonang, kendang kempul, dan lain sebagainya sebagai penyelaras gerak tarian yang mengambil dasar pencak silat.

Dilansir dari Madiuntoday, Agus Purwowidakdo, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Madiun mengatakan, "Gerakan pembukaan dilakukan dengan mengambil sikap jongkok seraya menengadahkan tangan, memohon restu Ilahi. Gerakannya tampak dinamis namun lembut pada permulaan, namun lincah dan energik kemudian. Kombinasi gerakan pencak silat memutar, menendang, melopat, dan gerakan mengarat dan patah-patah yang tegas layaknya pencak silat dengan sedikit gerak penghalusan".

Pencak silat adalah salah satu ikon Kota Madiun. 11 perguruan pencak silat ada di Madiun bersinergi dalam keberagaman yang dimiliki Kota Madiun. Setelah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO, keragaman pencak silat di Madiun dijadikan jargon city branding “Madiun kampung pesilat” dan ditegaskan oleh patung tugu, merchandise seperti kaos, gantungan kunci, dan stiker.

Pencak silat adalah warisan leluhur yang terus dilestarikan di Madiun sampai saat ini. Di samping bela diri, dalam pencak silat juga terdapat unsur seni yang meliputi pasang, kembangan dan jurus. Pasang ialah sikap atau sinkronitas tangan dan kaki ketika hendak menendang atau memukul dengan urutan angka. Kembangan meliputi gerak pasang dengan pola acak atau gerak keindahan estetika pada pencak silat. Sedangkan Jurus adalah gerakan kuncian terhadap lawan untuk mematikan pukulan atau serangan lawan.  

Ketiga cakupan tersebut dirangkum di dalam kesenian tari Solah Mediunan sebagai inti gerakan tari dengan gerak yang lebih luwes, mengikuti pola irama gamelan. Selain unsur seni dalam pencak silat juga di tanamkan nilai-nilai keTuhanan, rohani, dan budi pekerti sebagai cara mengamalkan norma-norma agama, sekaligus pegangan berperilaku sopan dan berbudi luhur.

Agar ilmu dalam pencak silat tak digunakan sembarangan, pengembangan pencak silat dalam wujud kesenian tari Solah Mediunan diharapakan menjadi wujud kultur yang ramah bagi masyarakat lokal maupun pendatang. Sekaligus sebagai identitas daerah dan warisan budaya yang harus terus dilestarikan oleh anak cucu nanti.

Penyunting: Nadya Gadzali