Banyak daerah di Indonesia memiliki topeng khas masing-masing. Topeng-topeng itu merepresentasikan sosok manusia, dewa, jin, atau hewan. Dalam buku Prehistoric Life of Indonesia (1955), Van Heekeren menerangkan bahwa budaya topeng di Indonesia telah hidup dan berkembang sejak era pra-sejarah, ribuan tahun silam.

Provinsi Lampung juga memiliki tradisi topeng. Ada dua istilah berbeda dengan lokasi penggunaan yang juga berbeda. Sekura lebih dikenal di Kabupaten Lampung Barat-Kabupaten Pesisir Barat, sedangkan tupping masyhur di Kabupaten Lampung Selatan.

Belum diketahui secara pasti sejak kapan tradisi sekura dan tupping masuk ke Lampung. Seluruh catatan atau dokumentasi antropologi tempo doeloe (khususnya literatur yang ditulis orang Belanda) tidak ada atau belum ditemukan referensinya, khususnya yang menjelaskan tradisi sekura dan tupping.

Kedua topeng khas Lampung ini terbuat dari kayu, umumnya dari pohon randu. Setelah dikeringkan beberapa lama, potongan kayu itu diukir menyerupai wajah yang dilubangi di bagian mata dan hidung untuk melihat dan bernafas. Seiring perkembangan zaman, topeng kreasi masa kini diberi hiasan agar tampilannya lebih meriah, misalnya dicat atau ditambahkan ornamen lainnya.

Sekura

Sekura masyhur di Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat. Kedua kabupaten ini letaknya berdekatan. Pesisir Barat adalah kabupaten pengembangan dari Kabupaten Lampung Barat.

Ada dua hipotesa umum yang menjelaskan tentang asal usul masuknya Sekura ke daerah ini. Pertama, konon sudah ada sejak zaman animisme-dinamisme. Kedua, diperkirakan sekitar abad ke-16, seiring berkembangnya ajaran Islam di Lampung Barat.

Pada kedua hipotesa itu, sekura digunakan di medan peperangan untuk menutupi atau menyembunyikan wajah. Selain ditujukan agar pihak lawan sulit mengenali orang yang berada di balik topeng, pihak yang berperang pun tidak segan menghabisi lawannya.

Kini, sekura dilaksanakan sebagai agenda tahunan yang khusus ditampilkan di hari raya Idul Fitri. Biasanya, diadakan sampai satu minggu di lokasi yang berpindah-pindah di pekon (desa), sampai ke Kabupaten Pesisir Barat.

Pesta sekura di awal Syawal tahun ini menjadi peristiwa budaya yang menarik dan langka di Indonesia. Sebab, sekura menjadi peristiwa akulturasi antara agama dan tradisi yang dianut oleh masyarakat Lampung. Lebih dari itu, sekura juga mampu menyatukan berbagai golongan: kaya-miskin, pegawai-petani, tua-muda, besar-kecil.

Umbul-umbul menjadi semacam penanda digelarnya tradisi Sekura. Dari kejauhan, dapat dikenali bahwa sekura tengah digelar sebuah kampung. Biasanya, disertai kegiatan lain seperti panjat pinang layaknya peringatan agustusan (hari Kemerdekaan). Warga bergembira menyaksikan para pemuda berlomba meraih beragam hadiah yang tergantung di puncak pinang.

Rumah-rumah panggung membuka pintunya lebar-lebar, menyediakan juadah (kudapan tradisional) lebaran bagi sekura yang singgah. Terkadang, tradisi sekura menjadi ajang perkenalan bagi kaum muda-mudi setempat.

Secara umum, sekura terbagi dua, yaitu Sekura Kamak (buruk) dan Sekura Betik atau Helau (bagus). Sekura Kamak mewakili karakter buruk manusia. Umumnya, mereka menggunakan kain sarung, selendang, atau aksesoris lain seperti kacamata hitam, ikat pinggang, rambut palsu dan senjata terbuat dari kayu. Ada juga rombongan sekura yang berkeliling kampung, memainkan rebana secara berbarengan guna mendapatkan efek bunyi yang diinginkan.

Seiring waktu dan perkembangan zaman, bertambahlah varian penamaan sekura berdasarkan fungsinya, misalnya: Sekura Cakak Buah (khusus atraksi panjat pinang), Sekura Beharak (khusus acara kirab adat), Sekura Ngejalang (melakukan kunjungan ke rumah warga dan makan-makan), dan Sekura Nengah (memberikan atraksi hiburan kepada masyarakat).

Tupping

Tupping ialah tradisi khas di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Selatan. Tupping tidak seperti Sekura di Lampung Barat yang dirayakan bersama-sama setiap lebaran. Daerah Canti dan Kuripan adalah dua daerah yang identik dengan tradisi tupping. Tupping lebih dikenal sebagai simbol perlawanan Raden Intan, pahlawan Lampung, terhadap penjajah Belanda.

Ada 12 (duabelas) jenis tupping dengan julukan, tugas, dan karakteristik yang berbeda-beda. Kedua belas tupping adalah pasukan khusus yang bertugas memantau pergerakan penjajah di sekitar Kalianda dan Gunung Rajabasa.

Kedua belas tupping itu adalah: Bekhak Banguk (Si Mulut Lebar) yang bertugas berkeliling Gunung Rajabasa untuk memastikan tak ada musuh yang mendekat; Ikhung Cungak (Si Hidung Mendongak) yang wilayah tugasnya di sekitar Tanjung Tua atau Tupai Tanoh.

Tupping Bekhak Banguk dan Ikhung Cungak/ Arman A.Z 

Luah Takhing (Keluar Taring) yang bertugas di bagian barat atau titik matahari terbenam; Jangguk Khawing (Si Janggut Panjang) yang bertugas menjaga Seragi sampai Way Sekampung, khususnya memastikan keberadaan orang kulit kuning.

Tupping Luah Takhing dan Jangguk Khawing/ Arman A.Z

Banguk Khabit (Si Mulut Sompel) yang mengamankan Gunung Cukkih di Selat Sunda; Ikhung Tebak (Si Hidung Melintang) di Gunung Rajabasa.

Tupping Banguk Khabit dan Ikhung Tebak/ Arman A.Z

Mata Sipit yang bertugas di daerah Batu Payung; Banguk Kicut (Si Mulut Mengot) di Gunung Karang; Pudak Bebai (Si Wajah Perempuan) di sekitar daerah Tanjung Selaki; Kedugok (Si Mata Ngantuk) di timur tempat matahari terbit.

Tupping Pudak Bebai dan Kedugok/ Arman A.Z

Mata Kicong (Si Mata Sebelah) di daerah Tuku Tiga, dan yang terakhir Ikhung Pisek (Si Hidung Pesek) yang bertugas mengamankan daerah Sumur Kucing.

Tupping Mata Kicong dan Ikhung Pisek/ Arman A.Z

Sebagian tupping tua masih disimpan oleh keluarga pemiliknya di Lampung Selatan. Sejumlah cerita mistis pun menyertai keberadaan tupping. Selain itu, patung tupping juga tersebar di beberapa titik di Lampung Selatan sebagai penanda kota, seperti di daerah dermaga Bom Baru dan di gerbang masuk kota Kalianda yang berada di jalan lintas Sumatera.

Sama seperti sekura di Lampung Barat, tupping pun direaktualisasi atau dikembangkan dalam bentuk pentas seni dan festival budaya. Tupping Seribu Wajah pernah menjadi bagian dari Festival Krakatau yang diadakan setiap tahun oleh Pemprov Lampung.

Topeng adalah salah satu produk peradaban sekaligus produk kebudayaan yang tergolong tua. Sejumlah museum terkenal di dunia mengoleksi beragam topeng terbuat dari kayu, lempengan besi, atau material lainnya.

Tupping: Kebudayaan Lampung yang Masih Dilestarikan Hingga Saat Ini/ Arman A.Z

Sekura dan tupping adalah identitas kultural Lampung yang berhasil dilestarikan dan dikembangkan. Keduanya kerap dipertemukan di dalam brosur maupun pamflet wisata. Tak jarang juga muncul dalam bentuk cenderamata. Beberapa kali pula dialihwahanakan ke dalam bentuk tarian atau pertunjukan budaya di Lampung.

Sayangnya, pengrajin sekura dan tupping di Lampung Barat semakin berkurang, di saat sejumlah peneliti dari dalam dan luar negeri telah membuat kajian mengenai tradisi topeng khas Lampung. Hasil kajian itu dituangkan ke dalam skripsi, tesis, disertasi, bahkan dimuat di sejumlah jurnal internasional.

Penyunting: Nadya Gadzali