Jika melihat wilayah Sumatera bagian utara, tentu perhatian kita tak luput dari kawasan Danau Toba, sebuah kawasan yang secara geografis dikenal akan keindahan alamnya.

Kebudayaan dan adat istiadat masyarakat setempat menjadikannya destinasi wisata Sumatera yang wajib dikunjungi. Danau yang dikenal lantaran keindahan panoramanya ini, terbentuk melalui proses meletusnya Gunung Toba ribuan tahun yang lalu.

Jika kita menelisik lebih jauh kebudayaan masyarakat setempat dalam konteks aktivitas musikal, tentu akan sangat menarik jika kita membahas fungsi maupun organologi sebuah alat musik yang digunakan sebagai unsur utama dalam ensambel pada upacara ritual maupun pesta syukuran.

Sebelum kita bahas lebih jauh, mari kita mengenal suku dan sub-suku yang mendiami wilayah Danau Toba yang termasuk dalam sub-suku Batak, yaitu Toba, Simalungun, Karo, Pak-pak, Mandailing dan Angkola.

Dari keenam sub-suku tersebut, ada empat suku yang sangat dekat dengan kawasan Danau Toba, seperti Toba, Karo, Pakpak, dan Simalungun. Sub-suku tersebut mendiami wilayah garis tepi kawasan Danau Toba, di mana sebagian wilayahnya bersentuhan langsung dengan danau dan hidup harmonis dengan mata pencaharian yang beragam.

Kali ini, pembahasan akan ditekankan pada aktivitas musikal kebudayaan masyarakat Simalungun sebagai sub-suku Batak yang mendiami kawasan Danau Toba.

Masyarakat Simalungun memiliki alat musik tiup tradisional yang sampai saat ini masih dapat kita lihat dalam upacara-upacara adat maupun acara hiburan. Ada yang dimainkan dalam ensambel, ada pula yang dimainkan dalam konsep tunggal.

Alat musik tiup tradisional yang dimainkan dalam ensambel ialah sarunei bolon, sarunei buluh, husapi, arbab, dan sulim. Sementara alat musik yang dimainkan secara tunggal ialah saligung, sordam, tulila dan hodong-hodong.

Dalam kebudayaan Simalungun, terdapat dua ensambel  musik yaitu ensambel gonrang sidua-dua dan ensambel gonrang sipitu-pitu. Pada umumnya, ensambel tersebut dimainkan atau disajikan pada upacara adat Simalungun, baik upacara sukacita (upacara adat pernikahan, kelahiran, syukuran rumah baru), maupun upacara dukacita (upacara adat kematian).

Alat musik yang terdapat pada ensambel gonrang sidua–dua adalah sarunei bolon dua buah gonrang, mongmongan dan ogung. Alat musik yang terdapat dalam ensambel gonrang sipitu–pitu adalah sarunei bolon, tujuh buah gonrang, mongmongan dan ogung.

Melihat instrumen musik yang beragam seperti sarunei, tulila, gonrang, gonrang dua, arbab dan husapi, masyarakat Simalungun memiliki aktivitas musikal yang sangat kaya.

Jika dilihat dari berbagai  instrumen musik yang dimiliki oleh masyarakat Simalungun, maka tak diragukan lagi jika aktivitas musikal yang terbentuk di dalam kebudayaan masyarakat Simalungun sangat beragam, baik dalam pesta adat seperti kelahiran, pernikahan, kematian, serta upacara ritual pengobatan, mengusir roh-roh jahat, dan lain sebagainya.

Berbagai acara yang dilangsungkan sebagai bagian dari kebudayaan Simalungun tersebut, sangat menarik jika disoroti dari segi fungsi alat musik tiup sarunei bolon yang notabene sebagai pembawa melodi dalam sebuah ensambel besar yang disebut juga dengan gonrang sipitu-pitu.

Kata gonrang disini memiliki makna ganda, yakni sebagai penyebutan sebuah ensambel (sekelompok alat musik tradisional Simalungun) dan dapat juga diartikan sebagai instrumen perkusi yang dalam bahasa Indonesia kita kenal dengan kata gendang.

Sarunei Bolon Simalungun

Jika kita lihat dari sistem klasifikasi alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi (Sachdan Hornbostel, 1914), sarunei bolon termasuk dalam klasifikasi aerofon, dimana udara berfungsi sebagai sumber utama penggetar bunyi.  

Udara yang ditiup oleh pemain sarunei dihasilkan melalui anak sarunei atau sering disebut juga dengan lidah sarunei, berbahan dasar daun kelapa yang dibentuk sedemikian rupa sehingga bergetar menjadi anak sarunei.

Sarunei bolon dikenal sebagai alat musik tiup tradisional masyarakat Simalungun yang sering kita jumpai di dalam upacara adat maupun kenduri. Sarunei bolon biasanya dimainkan dalam ensambel gonrang sipitu-pitu dan memiliki fungsi sebagai pembawa melodi utama. Pemain sarunei bolon sering diakui sebagai pemimpin dalam sebuah kelompok pemusik tradisi yang mengiringi suatu kegiatan upacara.

Masyarakat Simalungun biasanya mengawali upacara adat dengan memberikan penghargaan kepada pemusik tradisionalnya. Sebab. bagi masyarakat Simalungun, pemusik tradisonal patut dihargai atas kontribusinya dalam pelaksanaan upacara adat.

Pada umumnya, penghargaan yang diberikan kepada pemain sarunei bolon sebagai perwakilan pemusik tradisi tersebut adalah berupa daun sirih, baik itu pada saat acara pernikahan, syukuran kelahiran, upacara adat kematian dan lain sebagainya.

Secara adat, daun sirih adalah simbol penghargaan. Dahulu, daun sirih banyak digunakan sebagai ramuan obat, maka dari itu daun sirih bernilai tinggi bagi masyarakat. Namun tradisi ini sudah mulai terkikis, dewasa ini, pengganti daun sirih menjadi sejumlah uang dan dalam penyebutannya disebut sebagai uang rokok.

Posisi sarunei bolon sebagai pembawa melodi utama, diartikan sebagai dominasi dalam komposisi sebuah repertoar, di mana pemain lainnya seperti gonrang (gendang), mongmongan (gong kecil), dan ogung (gong besar) harus mengikuti arahan atau alur sarunei bolon.

Arahan yang dimaksud adalah ketika ingin berhenti dari sebuah repertoar, maka kode akan diberikan lewat nada-nada sarunei. Hal ini terlihat dari dinamika yang dihasilkan, maupun nada khas penutup sebuah repertoar.

Pemain sarunei biasanya lebih fasih dalam hal menyajikan sebuah repertoar. Tanggung jawab besar yang diberikan kepada pemain sarunei membuat seorang pemain sarunei harus lebih banyak mengusai sejumlah repertoar yang dimiliki oleh masyarakat Simalungun.

Kelompok Musik Tradisi

Pada masyarakat Simalungun, ada berbagai kelompok musik tradisional yang siap dipanggil untuk memenuhi kriteria adat istiadat, baik untuk tujuan hiburan maupun syukuran.

Dengan adanya kelompok tradisi yang terlahir itu, maka dapat dikatakan bahwasanya pemusik tradisi Simalungun merupakan figur yang dibutuhkan dalam aktivitas musikal kebudayaan Simalungun.

Hal pertama yang sering dilakukan oleh masyarakat Simalungun ketika ingin mengadakan pesta atau upacara ialah menghubungi pemain sarunei bolon, lalu pemain sarunei tersebut akan mengumpulkan pemusik tradisi lainnya.

Dewasa ini, posisi pemimpin dalam grup musik tradisional sudah tidak lagi bertumpu pada pemain sarunei, sejak digunakannya instrumen keyboard dalam acara perhelatan kebudayaan Simalungun. Untuk itu, di era saat ini, jika kita ingin menghubungi sekelompok pemusik tradisi dapat menghubungi pemain keyboard untuk acara hiburan atau pemain sarunei bolon untuk upacara adat.

Ensambel Gonrang Sipitu-pitu/ Denata Rajagukuguk

Apa saja yang termasuk ke dalam konteks hiburan maupun upacara ritual?. Berikut ini adalah contoh kasus dalam sebuah tradisi Simalungun: orang yang telah tiada atau meninggal dunia, diberikan penghargaan terakhir berupa upacara adat. Dalam upacara adat tersebut terdapat dua unsur, yakni ritual dan hiburan.

Biasanya, ritual diposisikan dalam pembukaan upacara adat hingga pertengahan acara. Pada posisi ini, sarunei bolon dan gonrang sipitu-pitu dimainkan. Setelah itu, biasanya di pertengahan acara, diselingi oleh hiburan berupa permainan lagu-lagu pop daerah atau lagu kegemaran pihak tamu untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan.

Pada acara hiburan, pemain keyboard berperan sebagai pemimpin, bukan pemain sarunei bolon. Fenomena tersebut dapat kita jumpai lantaran perkembangan zaman yang telah memasuki era digital, sehingga alat musik modern pun ikut menempati aktivitas musikal.

Namun, terlepas dari semua itu, kita juga mengetahui bahwa sampai saat ini sarunei bolon Simalungun masih menempati peran penting dalam pelaksanaan upacara adat, serta menjadi pembawa melodi utama dalam sebuah repertoar yang disajikan dalam konsep ensambel gonrang sipitu-pitu.

Penyunting: Nadya Gadzali