Etnis.id - Dahulu kala, para leluhur Suku Minahasa di Sulawesi Utara, punya ritual khusus yang dinamai tarian Kabasaran, saat akan berperang dengan musuh yang mengancam wilayahnya.
Tarian itu tarian perang. Para penarinya memakai baju yang dominan berwarna merah, lengkap dengan ornamen di tubuhnya. Kabasaran berasal dari kata dasar 'wasal' atau ayam jantan. Bagi masyarakat Minahasa, ayam jantan memiliki makna simbolitas keberanian dan kejantanan lelaki.
Saat menari, mereka akan menunjukkan keberanian dan kejantanan melalui ekspresi wajah yang garang, mata melotot. Ada juga tengkorak manusia yang dikalungkan. Tengkorak tersebut merupakan kepala musuh yang meninggal saat perang, kemudian dikeringkan, lalu dijadikan sebagai kalung.
Semakin banyak musuh yang dibunuh, maka semakin banyak pula tengkorak kepala manusia yang dikalungkan. Ini juga bisa menunjukkan status sosial suku Minahasa. Sebab ia akan sangat dihormati bila mampu membunuh banyak musuh.
Penari Kabasaran dilakukan oleh para lelaki yang menjaga keamanan di Desa Minahasa. Meski parang dan tombak sudah diasah hingga tajam, namun perkakas itu tidak sampai melukai tubuhnya. Para penari kepalang kebal.
Para penarin Kabasaran akan berubah menjadi waranai (prajurit perang). Merekalah yang akan menjadi ujung tombak keamanan desa di Minahasa. Untuk menjaga desa dari serangan musuh, mereka akan dikawal oleh seorang pimpinan adat atau tonaas.
Tonaas merupakan seorang yang memiliki keahlian tertentu. Sikapnya tegas, demi menjalankan aturan adat. Ia pandai membaca tanda-tanda alam. Tonaas ada banyak dan dibedakan berdasarkan keahlian yang dimiliki.
Ada tonaas di bidang pertanian, bertugas membaca tanda-tanda alam untuk keperluan masa menanam. Ada juga tonaas di bidang perang, tonaas inilah yang akan memimpin para waranai mengusir musuh.
Etnis melihat tarian itu pada acara flashmob tarian tradisional yang diikuti 2.815 orang, di area car free day (CFD) FX Sudirman Jakarta. Kabasaran ditampilkan pada ujung acara. Acara flashmob diselenggarakan oleh Yayasan Belantara Budaya Indonesia, dalam rangka menyambut HUT ke-74 RI, sekaligus mengampanyekan pelestarian budaya.
Flashmob tersebut memperagakan 10 tarian tradisional yang diperagakan oleh anak asuh Yayasan Belantara Budaya Indonesia. Seperti tari Topeng, Nawung Sekae, Tortor, Maumere, hingga Kabasaran.
Kabasaran dibawakan oleh Sanggar Patriot Manguni Makasio yang bermarkas di Jakarta. Ternyata, ada delapan Sanggar Kabasaran suku Minahasa di Jakarta yang aktif mengikuti pagelaran seni kebudayaan.
Reporter Etnis mewawancai tonaas Patriot Manguni Makasio, Pitra Ratulangi. Berikut petikannya:
Bisa dijelaskan makna Tarian Kabasaran Suku Minahasa?
Ini adalah tarian panggilan perang dari leluhur suku Mihanasa yang sudah beratus-ratus tahun umurnya. Kemudian kalau teriakan irusanti, itu artinya pekik panggilan perang.
Jadi kalau suku minahasa mendengar kata-kata itu, otomatis secara naluri akan terpanggil untuk berperang. Kita kaitkan dengan konteks sekarang ini, kita menjaga NKRI dari ancaman radikalisme itu implementasinya sekarang.
Tadi mayoritas penari menggunakan baju berwarna merah?
Oh iya, warna merah ini kita identikkan dengan keberanian dan kepatriotisme. Maka kelompok ini, kita beri nama Patriot Manguni Makasio. Jadi manguni itu burung hantu, makasio itu sembilan suku, jadi ada 9 suku di Minahasa yang masih ada.
Ada ornamen tengkorak yang dikalungkan masing-masing penari. Apakah itu menujukkan status sosial seorang suku Minahasa?
Memang ornamen ini, kalau prajurit yang bertempur itu ada banyak tanda jasa. Tapi kalau zaman dulu itu bukan tanda jasa, tapi seberapa banyak musuh yang dibunuh ketika berperang. Kalau dulu tengkorak manusia, sekarang cuma ornamen saja yang digunakan.
Selain sanggar Patriot Manguni Makasio, apakah ada sanggar lain yang melestarikan Tari Kabasaran?
Ada sebagian (penari yang datang langsung dari minahasa). Tapi di Jakarta, ada sanggarnya. Kurang lebih ada 8 sanggar yang bergerak di Kabasaran. Tarian ini digunakan ketika tanah Minahasa diganggu oleh musuh.
Apakah ada ritual khusus sebelum dilaksanakan Tari Kabasaran?
Kalau leluhur itu seperti itu memakai baju saja, harus ada waktunya. Harus menghadap ke mana, ada ritual, doa dan sebagainya. Menunggu petunjuk para tonaas, panglima perangnya dulu, tergantung keahliannya.
Ada (tonaas yang punya) keahlian berkelahi, membunuh dari jarak jauh, ada keahlian terbang, ada juga tonaas yang bercocok tanam, bertani, karena itu kelangsungan hidup.
Editor: Almaliki