Tangerang Selatan ialah kota yang belum lama terbentuk dan tak banyak memiliki tradisi lokal. Untuk mengatasinya, banyak pihak yang dilibatkan untuk memunculkan sekaligus mengembangkan tradisi asal kota tersebut. Alhasil, terciptalah sebuah karya seni tari yang terinspirasi dari unsur-unsur alam yang bernama tari Nong Anggrek.
Belum lama saya mengetahui bahwa daerah yang saya tinggali sejak kecil ini, memiliki sebuah tarian khas. Tepatnya, pada acara penggalangan dana untuk korban bencana alam. Ketika itu ditampilkan tarian Nong Anggrek. Sebelum dibawakan, sempat disinggung dan dijelaskan asal muasal tarian ini.
Pada mulanya, kesenian tari ini bernama Nong Pandoglas, hingga pada akhirnya nama itu diubah oleh penciptanya menjadi tari Nong Anggrek. Penciptanya adalah seorang pengajar tari bernama Sherly Fatmarita. Akhirnya, tarian ini mulai dipertontonkan pada tahun 2013 kepada masyarakat Tangerang Selatan.
Pemilihan namanya juga sangat menggambarkan keadaan Kota Tangerang Selatan. Di kota yang baru terbentuk sejak 2008 ini, seorang perempuan dipanggil dengan sebutan “Nong”. Hal itulah yang mendasari pemilihan nama depan tarian ini. Sedangkan “Anggrek”, diambil dari nama bunga anggrek yang menjadi komoditi sekaligus ikon Tangerang Selatan.
Terinspirasi oleh Alam
Alam sering sekali menjadi inspirasi bagi manusia. Bahkan, seorang ilmuwan terkenal sekaligus peraih penghargaan nobel fisika tahun 1921, Albert Einstein, menyarankan untuk manusia melihat jauh ke alam agar dapat memahami banyak hal dengan lebih baik.
Alam adalah sumber inspirasi. Terciptanya tari Nong Anggrek adalah salah satu contoh nyata. Pasalnya, tarian ini banyak mengambil unsur-unsur alam ke dalam penciptaan gerak dan busana yang dikenakan. Unsur alam yang paling utama digunakan dalam tarian Nong Anggrek ialah bunga anggrek jenis Vanda Douglas, sebagaimana kota ini masyhur sebagai daerah pemasok bunga anggrek.
Tari Nong Anggrek disajikan dengan indah sebagai gambaran bunga anggrek, yakni melalui kombinasi gerakan kaki memutar dan meloncat, bersamaan dengan tangan mengepakkan dan mengibaskan rok yang dikenakan oleh para penari. Tak ketinggalan, variasi gerakan kepala yang dibawakan dengan aliran yang melambai, mengisahkan bunga anggrek yang tertiup angin dan tumbuh-tumbuhan yang ada di atas permukaan danau.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa unsur alam juga merasuk ke dalam kostum yang dikenakan, salah satunya digambarkan melalui pemilihan warna kostumnya. Selain menggambarkan unsur-unsur alam, pemilihan warna kostum tarian Nong Anggrek juga sarat akan makna. Dalam penelitian yang dibuat oleh Meilani Dwitasari yang berjudul Koreografi Nong Anggrek Karya Sherly Fatmarita, dijelaskan makna dari setiap warna yang ada.
Biru menggambarkan sumber daya air berupa situ (serupa danau) yang banyak terdapat di wilayah Tangerang Selatan. Peran situ sangat krusial di kota ini. Bukan kekayaan alam semata, melainkan juga sebagai sumber kehidupan, sekaligus berfungsi sebagai penyangga bencana banjir bagi kawasan Ibukota dan sekitarnya. Selain itu, warna biru juga melambangkan ketenangan dan kesejukan.
Sedangkan warna hijau, lekat dengan sejarah wilayah Tangerang Selatan yang dahulu dipenuhi perkebunan karet dan tanaman bambu. Namun pada dasarnya, warna hijau mengandung makna kesejahteraan.
Warna lainnya ialah merah muda yang bermakna keterbukaan sekaligus ketenangan dalam menyikapi setiap permasalahan. Selain itu, merah muda juga melambangkan potensi perkebukan tumbuhan anggrek Vanda Douglas sebagai komoditi unggulan dari kota Tangerang Selatan.
Menggambarkan keragaman
Dahulu kala, Tangerang Selatan menjadi rumah bagi 3 etnis, yakni Betawi, Tionghoa dan Sunda. Namun dewasa ini, masyarakat di kota yang terletak di bagian Timur Provinsi Banten ini menjadi semakin heterogen. Terdapat beragam etnis, beragam pula kebudayaannya. Oleh karena itu, masyarakat Tangerang Selatan perlu lebih bijak dalam menyikapi keberagaman tersebut.
Pesan itulah yang disampaikan pada tarian ini, agar masyarakat Tangerang Selatan dewasa dalam menyikapi keragaman. Sebab pada dasarnya, masyarakat Tangerang Selatan hidup di tengah keberagaman. Sedangkan cara menyampaikannya adalah dengan pemilihan musik yang memadukan beberapa unsur budaya: musik gambang kromong dan sejumlah perkusi sebagai pengiring tarian.
Gambang kromong ialah alat musik khas Betawi. Namun, pada tarian ini, irama musik disajikan secara berbeda, yakni lebih sarat nuansa Sunda. Inilah yang membuat gambang kromong menjadi musik yang khas, sekaligus berbeda dengan versi Betawi.
Perbedaan itu dirasa cukup beralasan. Pasalnya, kedekatan Tangerang Selatan dengan kebudayaan Betawi menjadikan kota ini lingkar luar kebudayaan Betawi, kendati secara administratif berada di bawah provinsi Banten yang juga pernah menjadi provinsi Jawa Barat.
Meskipun secara irama berbeda, namun alat musik yang digunakan hampir sama, yaitu gambang, kromong, gong, gendang, suling, krecek, sukong, dan tehyan. Alat musik yang disebutkan terakhir adalah alat musik yang berasal dari Tionghoa. Alat musik gesek yang digunakan sebagai pengisi melodi. Sedangkan penambahan alat musik khas Banten, seperti bedug dan terompet pencak, semakin mempertegas keragaman budaya di Tangerang Selatan.
Gerak Tari Nong Anggrek
Tempo gerakan yang sedang dan eskalasi yang terus meningkat hingga ke tempo cepat, menjadi ciri khas tarian ini. Ditambah pengaturan volume yang tinggi untuk membangkitkan semangat. Seluruh unsur tari Nong Anggrek dipadupadankan dalam tiga fase tempo gerakan: tenang atau lambat, sedang, dan yang terakhir adalah cepat.
Dalam urutan gerak, Nong Anggrek diawali dengan adegan datangnya para penari ke arena pertunjukan, kemudian memasuki fase pertama di saat para penari mulai membentuk posisi bunga anggrek. Pada fase ini, koreografi menggambarkan bunga anggrek yang sedang tumbuh. Fase awal ditandai dengan gerakan yang cenderung tenang dan lambat.
Fase kedua menggunakan tempo yang sedang. Koreografi diwarnai gerakan melompat yang digabungkan dengan gerakan tangan para penari. Selanjutnya, tibalah pada fragmen ketiga tari Nong Anggrek. Gerakan mengayun menjadi motif gerak pada bagian ini. Pemilihan gerak yang menggambarkan naik turunnya perekonomian di Tangerang Selatan.
Fase keempat bercirikan motif gerakan berombak. Disusul fase kelima yang menggunakan gerakan lemah gemulai anggrek. Hingga akhirnya, Nong Anggrek memasuki bagian puncak atau adegan pamungkas yang sekaligus menjadi bagian inti dari tari Nong Anggrek. Dalam bagian keenam ini, motif tarian yang digunakan adalah gerakan lenggang anggrek. Gabungan gerak tangan yang direntangkan, ditambah dengan gerakan memutar badan ke arah kanan, dikombinasikan dengan gerakan melompat bersamaan dengan gerak kaki.
Seluruh gerakan dalam tari Nong Anggrek, tersaji secara harmonis bersama unsur musik yang khas. Sehingga membuat tarian ini tak sekedar indah, tetapi juga menjadi simbol keberagaman. Tarian ini ditutup oleh mekarnya simbol bunga anggrek yang tersemat di kepala para penari.
Semoga saja, masyarakat terus berupaya untuk melestarikan Nong Anggrek, agar tarian ini menjadi kesenian daerah yang mengharumkan Kota Tangerang Selatan.
Penyunting: Nadya Gadzali