Tak dapat dipungkiri, budaya Timur Tengah merupakan salah satu pengaruh budaya terbesar yang masuk ke Indonesia sejak abad pertengahan hingga zaman kolonial Belanda. Jalur sutra yang melewati Selat Malaka adalah gerbang utamanya.

Pada akhir abad ke-19, dibukanya terusan Suez kemudian membuat para pedagang dari semenanjung Arab dan Timur Tengah berbondong-bondong bermigrasi ke Nusantara. Pedagang dari Timur Tengah yang berdagang di Indonesia, tercatat berasal dari Gujarat hingga Hadramaut. Beberapa dari mereka menikahi masyarakat pribumi dan menetap di Nusantara.

Ada sumber yang mengatakan bahwa, marga Arab dari Hadramaut yang telah punah di Yaman, masih dapat ditemui di kampung Arab di Indonesia. Selain argumen yang merujuk pada keturunan bangsa Tionghoa, kaum penyebar agama Islam yang kita kenal sebagai Walisongo juga ditengarai berasal dari Hadramaut.

Namun, terlepas dari asal-usul para Wali, akulturasi Timur Tengah dan masyarakat pribumi nyata-nyata telah menghasilkan kebudayaan baru, di antaranya, masakan khas Arab yang cukup populer, yakni Nasi Kebuli. Panganan bercitarasa gurih ini banyak ditemui di perkampungan Arab yang tersebar di Indonesia, seperti Condet di Jakarta, Ampel di Surabaya, Pasar Kliwon di Solo, Empang di Bogor, Al Munawar di Palembang dan lain-lain.

Nasi Kebuli adalah nasi yang dimasak dengan kaldu daging kambing, minyak samin, susu, serta rempah-rempah seperti kapulaga dan cengkeh. Sebagai masakan asli Indonesia yang dibuat oleh keturunan Arab, Nasi Kebuli umumnya disajikan pada saat perayaan keagamaan dan perhelatan budaya, seperti Idul Fitri, Maulid Nabi dan resepsi pernikahan. Kata Kebuli atau Kabuli diambil dari nama masakan khas Afghanistan yang bernama Kabuli Palaw. Kabuli berasal dari kata Kabul, salah satu kota di Afghanistan.

Karakternya dipengaruhi oleh Nasi Mandi dari Hadramaut. Tak seperti Nasi Biryani yang lekat dengan rasa kunyit, nasi Kebuli cenderung memiliki aroma kapulaga yang lebih kuat.

Nasi Kebuli umumnya disajikan dengan daging kambing goreng yang jauh dari kesan aroma “prengus” khas daging kambing. Biasanya, hidangan ini disajikan dengan asinan nanas serta taburan kismis yang membuat rasa manis dan asamnya lebih seimbang. Sambal goreng ati dan Marak (sup kambing khas Arab) juga biasa disajikan bersama Nasi Kebuli.

Perpaduan antara rempah-rempah yang tajam, kaldu yang gurih, nanas dan kismis yang manis, ditambah daging kambing yang lembut serta mengandung banyak air—membuat Nasi Kebuli terasa harmonis di lidah. Tak ayal, menu ini selalu tampil mengesankan dalam berbagai perhelatan, terutama pada saat menyambut kedatangan tamu dari Timur Tengah.

Ada begitu banyak masakan perpaduan Timur Tengah-Nusantara seperti roti, samosa dan lain-lain. Namun, bukan tanpa alasan jika Nasi Kebuli yang begitu mahsyur itu dinobatkan sebagai menu yang digemari oleh kalangan pecinta kuliner Nusantara. Sebab, bangsa Arab sudah berintegrasi dengan masyarakat pribumi sejak dahulu. Mereka menyebut masyarakat pribumi dengan sebutan ahwal, yang berarti saudara dari ibunya. Sebutan ini muncul lantaran dahulu kala, di awal kedatangan bangsa Arab ke wilayah Nusantara—kakek-kakek dan bapak-bapak mereka menikahi wanita-wanita pribumi

Bahkan, masyarakat Betawi mengklaim bahwa Nasi Kebuli sebagai salah satu makanan khas daerahnya. Tampak pada hari-hari besar masyarakat Betawi yang kerap menghadirkan Nasi Kebuli sebagai menu utama. Fenomena ini menunjukkan bahwa menu 'impor' dari negeri padang pasir itu diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia.

Konon, Nasi Mandi yang merupakan cikal bakal Nasi Kebuli, masih terkalahkan pamornya. Sebab, Nasi Mandi dianggap tak sekuat karakter Nasi Kebuli yang notabene memang kaya akan campuran rempah-rempah. Keturunan Arab di Indonesia seolah mendarat di negeri yang tepat, sebab kekayaan rempah Nusantara mampu melipatgandakan kelezatan Nasi Kebuli.

Makanan memang memiliki makna yang lebih dalam daripada sekedar pengisi perut. Sebab, ia berkaitan erat dengan aspek-aspek sosio-kultural yang menggejala di dalam masyarakat. Oleh karena itu, nilai-nilai kebudayaan yang melekat padanya patut dilestarikan.

Melalui kuliner, kita dapat berbagi pijakan yang sama untuk menjalin hubungan yang erat dengan bangsa Arab. Lebih dari itu, kita juga dapat berbagi akar yang sama dalam konteks keragaman budaya.

Pada akhirnya, model akulturasi semacam itu menjelma lewat berbagai bentuk. Nasi Kebuli, hanyalah satu dari sekian banyak wujud keterbukaan masyarakat Indonesia terhadap kehadiran bangsa lain.

Penyunting: Nadya Gadzali