Jakarta, Etnis.id - Dari tampilannya saja, nasi jamblang sudah sangat menggugah selera. Makanan ini sudah dikenal khalayak luas. Namun, tidak banyak yang tahu mengapa makanan ini bisa jadi salah satu makanan tradisonal di daerah Cirebon.

Disebut nasi jamblang karena dibungkus daun jati (jamblang). Inilah salah satu kekhasan makanan orang Cirebon ini. Lauk nasi jamblang juga adalah tempe, tahu, ikan asin, daging, perkedel dan telur dadar. Sekarang sudah mulai banyak variasi baru pada makanan ini.

Di Cirebon, jamblang dijual dengan gerobak panggul keliling. Selain itu, nasi jamblang juga dijual di lapak-lapak pinggir jalan. Para pedagangnya juga mudah diidentifikasi yakni dari Palimanan, Desa Jamblang.

Dulunya, karena kesederhanaan makanan ini, pembelinya pun masyarakat kelas bawah, seperti tukang becak ataupun pedagang-pedagang pasar.

Sekarang, kurang afdal kalau berkunjung ke Cirebon lantas tidak mencoba nasi jamblang yang tampilannya sudah menggugah selera makan mencapai seratus persen. Anggapan itulah yang membuat makanan ini lalu disantap masyarakat kelas dengan lauk yang mulai bervariasi.

Di Cirebon, salah satu warung yang berdagang nasi jamblang adalah Nasi Jamblang Mang Dul. Nasi Jamblang Mang Dul ini nasi jamblang pertama yang tekenal, sebelum Nasi Jamblang Bu Nur, Nasi Jamblang Ibad Otoy, dan lain lain.

Dilansir dari BBC Indonesia, keluarga yang pertama kali mempopulerkan nasi jamblang adalah Kusdiman dan Tien Rustini, Mereka merupakan keturunan Tan Piaw Lung atau yang dikenal dengan Mbah Pulung, pencipta nasi jamblang.

"Dulu ga ada plastik, tapi di sini banyak daun jati, makanya dibungkus dengan daun jati dan bukan daun pisang. Alasannya, selain memiliki aroma, juga membuat nasi tidak cepat basi," kata Kusdiman.

Nasi jamblang/FIickr/Hafidz Faruqi

Kata Tien, mereka adalah generasi kelima. Leluhurnya, yakni Abdul Latief dan istrinya, Mbah Pulung, dulu membagikan nasi ini secara gratis pada buruh Pabrik Gula Gempol, Pabrik Spiritus di Palimanan dan stasiun kereta api pada kurun waktu 1847 dan 1883.

"Mereka membagikan buat sedekah bagi rakyat pekerja. Lama-kelamaan akhirnya muncul keinginan agar menjual nasi Jamblang," tutur Tien.

Setelah akhirnyua dilepas ke pasaran, penjualan nasi Jamblang keluarga mba Pulung mencapai puncaknya, pada tahun 1960-1970an. Setelahnya, bisnisnya sempat meredup diosebabkan keturunannya tidak fokus dan memilih untuk bekerja di sektor lain.

Sadar akan hal itu, usai Kusdiman dan Tien pensiun dari tempat kerjanya. Barulah pada 2004 lalu, mereka kembali menggeluti bisnis leluhurnya, karena melihat perkembangan wisata di Cirebon yang semakin meningkat.

"Kami lihat banyak yang menjual nasi Jamblang dan digemari wisatawan, akhirnya kami mengumpulkan saudara-saudara dan tukang masak yang dulu pernah ikut dengan keluarga kami untuk memulai membuka kembali warung nasi Jamblang," jelas Kusdiman.

Pasangan suami istri ini pun membuka warung nasi Jamblang Tulen di depan Pasar Jamblang Kabupaten Cirebon.

"Saat kita membuat ini, istilahnya filosofinya mengambalikan citra rasa tempo dulu. Kita buka primbon resepnya. Memang banyak yang bisnis nasi Jamblang, tapi ada menu yang tidak mereka masak lagi, seperti dendeng bumbu laos. Jadi kita melakukan seperti dulu, masak pun pakai kayu bakar," kata dia.

Meski demikian, dia mengatakan merupakan meski keturunan dari penemunya, tak mudah memulai bisnis nasi Jamblang.

"Orang lebih banyak yang ke Cirebon dibandingkan dengan ke daerah ini, tapi perlahan sudah mulai terlihat ada peningkatan," tutup Kusdiman.