Setelah azan isya berkumandang, kami bergegas menunaikan salat. Selepas salat, kakek mulai menata barang bawaan untuk wiwit. Aku membantu membawa bakul berisi ayam ingkung dan beberapa jajanan pasar. Kakek membawa nasi tumpeng megono dan perlengkapan lainnya. Kami berdua berjalan menuju sawah melewati jalan setapak ditemani suara jangkrik dan penerangan seadanya.

Sesampainya di tujuan, kakek membuka barang yang kami bawa. Mulai melaksanakan satu per satu ritual rasa syukur sebelum panen raya dimulai. Kenangan yang tak terlupakan adalah ikut andil dalam melestarikan budaya bersama kakek tercinta. Tradisi itu dikenal dengan sebutan “wiwit”.

Sebelum panen raya, masyarakat Temanggung terbiasa melaksanakan tradisi ini, sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta. Temanggung adalah sebuah kabupaten yang dominan pada sektor pertanian, terutama tanaman tembakau yang sangat cocok dengan hawa dinginnya, bahkan pada 14 Desember 2021 Presiden Joko Widodo mengunjungi kabupaten ini untuk mengembangkan potensi petani bawang.

Selain dikenal dengan tembakau dan dijuluki kota tembakau, Temanggung juga dikenal dengan cita rasa kopinya yang lezat. Berbagai daerah penghasil kopi temanggung yang nikmat antara lain: Gemawang, Petung, Posong, Desa Jambu, dan beberapa daerah lainnya. Kopi arabika dan robusta daerah ini sudah terkenal hingga mancanegara.

Tak ayal, masyarakat Temanggung sangat bergantung pada bidang pertanian. Ilmu bertani ini secara turun-temurun diberikan oleh nenek moyang dan hingga kini masih lestari. Salah satu tradisi yang sampai sekarang masih dijalankan oleh warga Temanggung adalah tradisi wiwit, sebuah tradisi ungkapan rasa syukur sebelum pelaksanaan panen raya. Di Temanggung, tradisi wiwit tidak hanya dilakukan menjelang panen padi atau sering disebut “wiwit pari”, melainkan juga terdapat tradisi “wiwit mbako” atau wiwit tembakau dan wiwit kopi.

Seperti masyarakat Jawa pada umumnya, masyarakat di Kabupaten Temanggung masih memegang erat tradisi ini. Tradisi wiwit merupakan upacara persembahan tradisional masyarakat Jawa sebelum pelaksanaan panen padi. Wiwit atau wiwitan memiliki makna mulai memotong padi sebelum panen dilaksanakan. Bintari (2020) mengungkap bahwa meskipun tradisi wiwit yang dikenal hanya wiwit padi, namun menurut masyarakat Temanggung, setiap hasil bumi yang akan dipanen harus dislameti terlebih dahulu.

Dalam kepercayaan masyarakat Temanggung, setiap hasil bumi memiliki penjaga seperti Dewi Sri yang menjaga padi. Tradisi ini dilaksanakan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Menurut Esten (1999:21), tradisi ialah kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat akan nilai budaya masyarakat yang berkaitan. Orang tua akan mengajak anaknya melaksanakan tradisi ini sebelum panen raya. Ketika lahan diwariskan kepada anaknya, ia sudah paham tata cara dan berbagai hal yang harus dipersiapakan dalam tradisi ini.

Dalam jurnalnya, Bintari (2020:63) mengemukakan bahwa tradisi wiwit sudah ada sebelum agama-agama masuk ke Pulau Jawa, orang Jawa kuno ketika itu masih meyakini animisme. Tradisi wiwit dianggap sebagai sebuah bentuk keseimbangan antara hubungan manusia dengan penciptanya, maka dari itu manusia sebagai seorang hamba wajib mengelolanya dengan baik. Tradisi sebelum panen raya ini merupakan ungkapan rasa syukur atas nikmat panen yang luar biasa bagi para petani.

Mengenal Tradisi Wiwit di Temanggung

“Mbako” adalah sebutan untuk tembakau di Temanggung. Tembakau dianggap sebagai tanaman istimewa yang setiap tahun mereka tanam pada musim tertentu. Salah satu keistimewaan dari penanaman tembakau adalah tradisi wiwit. Dikutip dari jurnal Muchammad Azmi Syafieq, ritual tersebut adalah sebuah bentuk penghormatan kepada Dewi Sri yang telah memberikan keberkahan bagi masyarakat setempat untuk mendapatkan hasil tembakau dengan mutu terbaik.

Miwiti atau dikenal dengan istilah lekas petik ialah sebuah ritual yang dilaksanakan sebelum panen raya tembakau dimulai. Konon katanya, proses pemetikan tidak boleh dilaksanakan bertepatan dengan sangar tahun, istilah untuk menyebut permulaan tahun Jawa yang jatuh pada hari Rebo Wage berdasarkan penanggalan aboge.

Selain itu, masyarakat juga diingatkan untuk tidak melaksanakan panen di hari naas, misalnya pada hari wafatnya orang tua. Widiyawati (2016) menambahkan bahwa sebelum petani melaksanakan panen raya harus memilih hari baik agar kualitas tembakau yang dipetik adalah hasil terbaik serta terhindar dari kesialan.

Adapun sesaji yang harus disiapkan dalam ritual wiwit mbako ini antara lain: tumpeng kecambah pethek, beras kapuroto, gula kelapa, biji-bijian, telur rebus, dan kemenyan. Ritual ini dilaksanakan perorangan, seluruh sesaji diletakkan di tempat yang telah petani siapkan, dilanjutkan dengan pembacaan doa dan pembakaran kemenyan. Prosesi selanjutnya adalah pemetikan daun tembakau sesuai dengan jumlah hari, neptu, dan pasaran pelaksanaan ritual.

Misalnya, wiwit dilaksanakan pada hari Minggu Kliwon, maka petani diperkenankan memetik 13 lembar daun tembakau. Angka ini diperoleh dari jumlah angka lima (hari minggu) dan angka delapan (kliwon). Daun-daun tembakau yang telah dipetik akan dibawa pulang dan digantung di atas pintu. Hal ini diartikan bahwa tanaman tembakau adalah tanaman yang istimewa dan memiliki nilai sakral (Laily, 2016).

Wiwit Pari

Seperti halnya wiwit mbako, wiwit pari dilaksanakan sebelum panen raya. Berbagai persiapan dalam tradisi wiwit pari dimulai sejak menentukan hari, mempersiapkan sesaji, serta menghadirkan beberapa kebutuhan lainnya untuk pelaksanaan acara selamatan.

Persiapan ini dilaksanakan berhari-hari sebelum wiwit pari dilaksanakan, didasarkan pada neptu, hari, dan pasaran yang dianut oleh masyarakat Jawa, khususnya di Kabupaten Temanggung. Adapun ubo rampe atau perlengkapan yang harus disiapkan dalam tradisi upacara wiwit ini antara lain:

- Kemenyan atau dupa yang nantinya akan dibakar dan memunculkan aroma sedap. Pembakaran kemenyan menandai dilaksanakannya upacara selamatan;

- Nasi tumpeng yang berbentuk kerucut bertujuan supaya hasil panen berlimpah hingga menggunung dan menjulang tinggi (Kamsiadi, 2013);

- Ayam ingkung sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ingkung sebagai perlambang cinta kasih terhadap sesama;

- Kluban urap disajikan berbagai menu sayuran berbumbu yang terbuat dari parutan kelapa. Kudapan ini melambangkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang berbaur dengan siapapun;

- Telur rebus dikupas pada bagian tengah kemudian diisi dengan bumbu urap atau parutan kelapa tadi.

Ketika seluruh ubo rampe telah disiapkan, petani akan menuju ladang atau sawah untuk melaksanakan upacara wiwit. Petani akan membawa makanan tersebut mengelilingi sawah, hal ini menandai bahwa padi sudah siap dipanen. Beberapa petani lainnya menuju ke sebuah tempat di sawah yang telah disiapkan untuk kemudian kemenyan dan melafalkan doa-doa.

Setelah pembacaan doa, kini saatnya petani memotong seikat padi untuk dibawa pulang ke rumah dan diletakkan di tempat tertentu, dengan harapan dapat tercukupi kebutuhannya hingga panen berikutnya. Setelah upacara wiwit, petani akan membagikan makanan yang ia bawa kepada para tetangga. Nilai tradisi ini bukan hanya sebagai bentuk rasa syukur atas pelaksanaan panen raya, melainkan juga nilai sedekah.

Penyunting: Nadya Gadzali