Etnis.id - Hampir seluruh wilayah di nusantara terkenal dengan pertunjukan seninya, tidak terkecuali di wilayah Blora. Salah satu kesenian dari Blora yang masih lestari sampai hari ini adalah Tayub.

Tayub merupakan sebuah seni pertunjukan rakyat yang  berwujud dalam ritual tarian. Pada mulanya tayub merupakan sebuah tarian ritual yang dilangsungkan untuk upacara kesuburan pertanian. Upacara ini dilangsungkan pada saat mulai panen dengan harapan pada musim tanam berikutnya mendapatkan hasil panen akan melimpah lagi. Tidak hanya diselenggarakan sebelum panen, tayub juga diadakan hampir di seluruh upacara seperti upacara bedah bumi.

Pada upacara bedah bumi, pengibing atau penjoget yang tampil pertama bersama
ledek tayub adalah tetua desa. Pasangan antara tetua desa dan ledek dalam tarian itu disebut bedah bumi atau membedah bumi. Tarian berpasangan itu juga melambangkan hubungan antara pria dan wanita dengan tanah yang dibedah atau dibelah untuk ditanami padi. Dengan kata lain membelah rahim wanita yang dimaksudkan sebagai membelah bumi tadi. Sampai saat ini ternyata tayub masih sering digunakan untuk upacara-upacara yang bersifat ritual.

Dalam perkembangannya, ritual tayub mengalami banyak transformasi semenjak sudah tidak diberlakukannya sistem kerajaan. Transformasinya dipengaruhi oleh pemerintah dan norma sosial serta agama di masyarakat. Hal itu disebabkan oleh gerakan penari dalam ritual tarian tersebut dianggap tidak senonoh karena mengumbar hasrat seks dan menampilkan kekerasan.

Kekasaran yang terdapat di dalam seni tayub itu antara lain :

  1. Penari laki-laki minum-minuman keras.
  2. Penari lelaki mencium pipi wanita di depan umum tanpa rasa malu.
  3. Penari lelaki memasukkan uang ke dalam kemben penari wanita.
  4. Penari lelaki memangku penari wanita, mungkin karena dalam kondisi mabuk atau pura-pura mabuk, ia menciumi penari wanita, tanpa malu-malu.
  5. Penari wanita yang memberikan kerlingan mata atau tusukan pandang yang sangat menggairahkan nafsu seks penari lelaki.
  6. Penari wanita memperlihatkan betisnya sedemikian rupa sehingga memancing hawa nafsu seks penari lelaki atau penonton.
  7. Adanya perkelahian antara penari lelaki di arena pertunjukan.
  8. Penari wanita merangkap sebagai wanita tuna susila

Demi tetap diterima oleh masyarakat dan kesenian ini tetap lestari dan agar tidak
menumbuhkan kontroversi atau pro-kontra, maka Pemerintah mengeluarkan berbagai aturan yang membatasi gerakan-gerakan yang dianggap kasar tersebut dengan:

  1. Membatasi jarak antara penari pria dan wanita.
  2. Membatasi dan menghilangkan ke- biasaan minum-minuman keras.
  3. Melakukan penataran-penataran khusus pada para pengarih, penari, penabuh gamelan, waranggana dengan materi yang mengarah pada peningkatan mutu dan identitas daerah.
  4. Mendiskusikan tentang seni tayub.