Ketika musim penghujan tiba, paling nikmat jika meminum minuman hangat nan menyegarkan, apalagi jika bukan wedang ronde.  Jika melintas atau berwisata ke kota Salatiga, Jawa Tengah, jangan lupa untuk menikmati wedang ronde di kota yang sejuk ini.

Tak lengkap berwisata ke Salatiga jika tak berburu dan meneguk wedang ronde yang memang pas dengan hawa dingin. Kota Salatiga merupakan surga bagi penyuka wedang ronde. Selain banyak bakul wedang ronde juga banyak varian rasa yang ditawarkan, mulai dari yang orisinil hingga pilihan rasa yang dimodifikasi dengan sentuhan cita rasa generasi milenial. Bola-bola ronde yang isiannya terbuat dari kacang tanah tumbuk, kini ada cokelat dan varian rasa lainnya seperti rasa rumput laut, cokelat, jeruk, tape, dan kacang hijau.

Tak banyak orang yang tahu kalau wedang ronde konon berasal dari kuliner Tionghoa yang bernama tangyuan. Entah siapa yang pertama kali membawa  ke Salatiga, yang jelas kota sejuk di Jawa Tengah ini memang sebagian wilayahnya dihuni kaum peranakan Tionghoa sejak zaman dulu yang sudah membaur dengan masyarakat setempat.

Sejak petang hingga tengah malam adalah saat yang tepat untuk berburu ronde. Pasalnya, para penjaja wedang ronde biasanya mulai mangkal di sepanjang Jalan Sudirman, Salatiga. Tetapi juga ada ronde warungan yang memang sehari-hari menjual wedang ronde sedari dari pagi hingga larut malam.

Akulturasi dengan budaya setempat di bidang kuliner mengawal kelahiran wedang ronde. Jadi, wedang ronde atau yang secara ringkas dikenal dengan sebutan ronde ini merupakan tangyuan yang telah bercampur dengan budaya setempat atau selera lokal.

Dari cara pembuatannya, ronde cukup mirip dengan pembuatan tangyuan oleh penduduk Cina bagian Selatan. Demikian juga dengan cara penyajiannya, bulatan-bulatan atau bola-bola yang diisi kacang manis tumbuk dan disajikan dengan air jahe. Tak seperti minuman yang disajikan dalam sebuah gelas atau cangkir, melainkan dalam sebuah mangkuk.

Wedang Ronde: bola-bola berisi kacang manis tumbuk yang disajikan bersama air jahe/Christian Heru Cahyo Saputro

Istilah wedang ronde merujuk pada air jahe panas (wedang adalah bahasa Jawa yang merujuk pada minuman panas) yang disajikan bersama dengan ronde. Air jahe juga bisa menggunakan gula kelapa, diberi taburan kacang tanah goreng (tanpa kulit), potongan roti, kolang-kaling, agar-agar dan lain sebagainya.

Wedang Ronde Kacang/Christian Heru Cahyo Saputro

Masyarakat Indonesia sudah sangat akrab dengan wedang ronde, sehingga banyak yang mengira bahwa wedang ronde berasal dari Indonesia. Sebagian etnis Tionghoa di Indonesia membedakan tangyuan dan yuanxiao sebagai berikut: tangyuan adalah ronde tanpa isi (disajikan dengan air jahe manis) yang dikonsumsi pada setiap festival minum ronde yang jatuh setiap tanggal 22 Desember. Sedangkan yuanxiao adalah ronde dengan isian manis (disajikan dengan kuah tawar) yang dikonsumi pada bulan purnama pertama pada tahun baru Imlek. Di Bangka, tangyuan disebut siet yen yang dibuat dari ketan atau ubi yang disajikan dengan kuah terbuat dari gula aren atau kuah jahe.

Kini ronde pun banyak variannya, sepeti di Lapak Ronde Joss yang mangkal tak jauh dari Bank Niaga. Ronde seko, ronde susu dan ronde sekoteng yang dibandrol seharga 5 ribu  hingga 7 ribu rupiah saja. Bisa juga jika ingin menikmati wedang ronde yang lain yang dijajakan sepanjang Jalan Sudirman, baik dinikmati sambil nongkrong atau sembari duduk lesehan setelah lelah berkendara.

Wedang Ronde Joss/Christian Heru Cahyo Saputro

Dari yang Legendaris hingga yang Hits

Selain dapat dinikmati di sepanjang Jalan Sudirman, ada pula wedang ronde Mak Pari yang melegenda dan Wedang Ronde ABC yang populer, rujukan para pesohor yang berkunjung ke Salatiga.

Mak Pari ditengarai sebagai penjual ronde paling lama dan bertahan di Salatiga. Mak Pari berjualan ronde sejak tahun 1947. Meskipun sudah sejak dulu, Mak Pari tak ketinggalan zaman, berinovasi  dengan wedang ronde yang varian rasanya komplit dan boleh dibilang kekinian. Para penikmat wedang ronde dapat memilih rasa rumput laut, cokelat, jeruk, tape, kacang hijau, dan masih banyak lagi pilihan rasa yang enak dan unik.

Begitu pula dengan Warung Ronde Jago yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 9, tepatnya berada di Kompleks Pasar Raya 2 Salatiga. Warung Ronde Jago yang dibuka sejak tahun 1964 ini merupakan salah satu penjual ronde yang terkenal. Warung Ronde “Jago” yang buka setiap harinya mulai pukul 14.00 WIB hingga pukul 21.30 WIB ini juga digemari para artis ibukota. Kalau para artis tampil di kota berhawa dingin ini, pasti mampir mencecap semangkuk wedang ronde.

Warung ini disebut Warung Wedang Ronde Jago karena pada awal mula dibuka, kedai ini juga menjual jamu cap “Jago”. Sehingga banyak pelanggan yang menyebutnya Warung Wedang Ronde Jago.

Kini Warung Ronde Jago dikelola oleh Johnny Indra yang merupakan generasi ketiga yang menjalankan bisnis turun-temurun bersama sang istri. Indra menyebutkan menu andalan di Kedai Ronde Jago adalah ronde sekoteng.

Wedang Ronde Sekoteng/Christian Heru Cahyo Saputro

Lebih lanjut Indra memaparkan jika Ronde Jago tidak hanya menghangatkan tubuh, tapi juga menggunakan resep spesial dengan sembilan ramuan yang berkhasiat dan baik untuk kesehatan lambung dan daya tahan tubuh. Terdiri dari jahe, gula, ronde, manisan jeruk, sagu delima, kolang-kaling, manisan tangkweh hingga rumput laut, ujar Indra berbagi resep.

Jika tak suka panas atau hangat, dapat memesan ronde dingin dengan tambahan es batu dalam penyajiannya. Di Warung Ronde Jago, selain menu andalan berupa ronde sekoteng, bisa juga bisa memesan ronde kacang.

Untuk menemani semangkuk ronde, dijual pula berbagai camilan. Tempatnya sangat sederhana, seperti warung atau kedai biasa. Namun, pada waktu akhir pekan, Ronde Jago begitu ramai pelanggan yang ingin menikmati hangatnya semangkuk ronde. Sejumlah pesohor juga pernah singgah di sana, antara lain Doyok, Deddy Mizwar dan tentunya pakar kuliner almarhum Bondan “Mak Nyus” Winarno. Menikmati semangkuk wedang ronde mampu memberikan rasa hangat serta makna tentang keragaman budaya.

Penyunting: Nadya Gadzali