Setiap bulan Safar menurut sistem penanggalan Hijriyah, etnis Melayu di Kota Batam melaksanakan ritual Mandi Safar. Ritual ini diyakini bermanfaat untuk membersihkan diri. Salah satunya, dilakukan di tepi pantai. Banyak dari etnis Melayu meyakini bahwa orang yang mengerjakan ritual Mandi Safar dapat terhindar dari malapetaka, baik saat melaut maupun bermukim di pesisir pantai.

Etnis Melayu menganggap laut sebagai sumber rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan ritual Mandi Safar, merupakan perwujudan rasa syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada umatnya. Pada etnis Melayu Kampung Terih Nongsa Batam, pelaksanaan ritual Mandi Safar dilakukan setiap minggu ke-4 di tanggal 26, bulan terakhir Safar. Tahun ini, ritual Mandi Safar jatuh pada tanggal 13 Oktober 2020, tepat hari Rabu.

Sebelumnya, pada hari Selasa (malam Rabu) tepat pukul 19.00 WIB, saya dihubungi oleh Sugeng dan Zen, seniman dan budayawan Batam untuk menghadiri ritual Mandi Safar di kampung Terih Nongsa Batam yang akan digelar keesokan harinya.

Tanpa berpikir panjang, saya pun bergegas ke rumah Sugeng yang berada di wilayah Batam Center. Setibanya di rumah Sugeng pada pukul 19.30 WIB, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi ritual Mandi Safar yang memakan waktu kurang lebih sekitar tiga puluh menit.

Kami pun tiba di Kampung Terih Nongsa. Kemudian Sugeng memperkenalkan saya kepada seorang tokoh masyarakat yang memahami adat istiadat etnis Melayu di Kampung Terih Nongsa. Tokoh itu bernama Seno, berusia 66 tahun, yang kemudian menjelaskan pada saya mengenai tata cara pelaksanaan upacara ritual Mandi Safar.

Seno digelari Imam atau orang yang mengerti pelaksanaan tata cara ritual Mandi Safar. Gelar ini disematkan kepadanya di hari pelaksanaan ritual Mandi Safar di kampung Terih Nongsa. Malam itu juga, saya mulai penasaran dan banyak bertanya tentang prosesi, tata cara, serta fungsi ritual Mandi Safar bagi etnis Melayu.

Bagi etnis Melayu, mandi Safar merupakan wujud rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia. “Semakin manusia bersyukur, semakin banyak nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT,” ujar Imam Seno.

Betabek dan Beda Langi

Pada hari Rabu pagi, tepatnya pada pukul 07.00 WIB, sang Imam mempersiapkan diri untuk memimpin prosesi ritual Mandi Safar. Ia mengenakan baju kurung Melayu berwarna kuning, serasi dengan peci berwarna hitam yang dikenakan di kepala.

Ia pun mulai berjalan perlahan-lahan menuju lapangan kampung Terih. Di sisi kiri lapangan, Panitia sudah mempersiapkan tiga buah drum besar berwarna biru berisi air bersih. Bagian atas ketiga drum itu diberi papan yang panjang. Tujuannya, agar bagian tengah atas drum dapat diberi mangkuk besi berisi arang dan pasir.

Kemudian Imam berdiri di depan tiga drum, tepatnya di bagian tengah untuk memberkati air dengan doa, agar para peserta Mandi Safar setelah usai berendam dan berenang di laut, dapat membersihkan diri menggunakan air bersih . Terkadang air yang ada di drum dibawa pulang oleh peserta ritual Mandi Safar menggunakan botol untuk digunakan di rumah mereka masing-masing.

Setelah membacakan doa pada air yang ada di dalam drum, Imam melanjutkan ritual betabek atau meminta izin pada makhluk gaib yang ada di sekitar pantai Terih Nongsa. Tujuannya, tak lain agar mereka tahu bahwa ritual Mandi Safar sedang digelar, sehingga prosesi ini dapat berjalan lancar tanpa ada gangguan dari makhluk gaib.

Selepas Betabek dilaksanakan, Panitia ritual Mandi Safar menyiapkan meja di samping lapangan. Panci yang berisi beda langi atau tepung beras yang sudah dicampur air lalu digiling menjadi satu, diaduk menggunakan kayu langi dan daun limau.

Beda langi atau tepung beras menggambarkan jati diri manusia. Daun limau menggambarkan manusia harus tetap semangat menjalani kehidupan meski beragam cobaan silih berganti selalu menghampiri. Kayu langi diibaratkan darah yang menjadi simbol manusia sebagai khalifah muka bumi ini.

Saat seluruh peranti ritual Mandi Safar sudah lengkap dan Imam Seno telah membacakan doa, acara dilanjutkan oleh dinas Pariwisata dan Kebudayaan, berupa gelaran seni pertunjukan musik Orkes Melayu dari tiga kelompok musik etnis Melayu yang ada di Kecamatan Nongsa, kemudian disatukan menjadi kelompok musik bernama Ansambel Nongsa.

Kelompok ansambel itu membawakan lagu-lagu melayu yang enerjik, zapin, langgam dan mak inang. Tak heran, saat pertunjukan musik berlangsung, banyak dari penonton ingin ikut berjoget bersama di atas panggung.

Prosesi Ritual Mandi Safar

Tepat pukul 09.00 WIB, Panitia dan Imam Seno mulai mengarahkan para peserta Mandi Safar yang terdiri dari anak-anak yang berusia 5 hingga 7 tahun, berjumlah 15 hingga 20 orang menuju lapangan yang telah disiapkan oleh Panitia.

Panitia dan Imam Seno Mengarahkan Para Peserta Mandi Safar Menuju Lapangan/ Rivaldi Ihsan

Anak-anak kecil duduk di atas bangku dengan posisi horizontal mengenakan pakai kaus dan sarung. Imam beserta orang-orang yang dituakan di kampung Terih Nongsa mulai mengolesi beda langi di tangan, kaki, dan wajah anak-anak kecil.

Usai mengolesi beda langi, anak-anak kecil diarak bersama-sama oleh warga menuju ke pantai Terih. Sebelum berenang, anak-anak tadi dianjurkan untuk membaca doa Mandi Safar, yaitu nawaitullgusllah minyaumil safari sunnatan lillahi ta’ala. Artinya, sengaja aku mandi pada hari bulan Safar sunnatan lillahi ta’ala.

Usai Mengolesi Beda Langi, Anak-anak Kecil Diarak oleh Warga Menuju ke Pantai Terih/ Rivaldi Ihsan

Usai membaca doa, anak-anak berendam dan berenang saat air laut sedang surut. Air laut surut merupakan salah satu syarat wajib dalam upacara ritual Mandi Safar. Mereka pun berendam sembari berenang sekitar sepuluh hingga dua puluh menit di pantai Terih.

Imam Seno lalu memberi isyarat pada anak-anak yang sedang berenang untuk kembali ke tanah lapang dan duduk kembali di kursinya masing-masing. Imam Seno kemudian memandikan anak-anak kecil dengan air tawar bersih yang telah dibacakan doa.

Imam Seno Memandikan Anak-anak dengan Air Tawar Bersih yang Telah Dibacakan Doa/ Rivaldi Ihsan

Usai memandikan, prosesi dilanjutkan dengan doa tolak bale yang diarahkan oleh panitia melalui pengeras suara dan diarahkan menuju ke tanah lapang yang telah diberi alas nyiur atau daun kelapa.

Mereka pun duduk membentuk lingkaran. Di bagian tengah terdapat nasi dan lauk ikan yang berasal dari laut sebagai hidangan untuk makan siang bersama, sekaligus wujud rasa syukur etnis Melayu atas hasil tangkapan nelayan dari laut sebagai sumber kehidupan.

Imam Seno mengatakan bahwa tujuan dari ritual Mandi Safar ialah sebagai media untuk mengetahui jati diri manusia, agar tetap semangat menjalani kehidupan ini. Sedangkan manfaat ritual Mandi Safar di antaranya, agar etnis Melayu beroleh keberanian serta keselamatan saat melaut, menyeberang, dan berenang di lautan. Selain itu, ritual Mandi Safar boleh dikatakan sebagai medium untuk membersihkan diri, baik di dalam maupun di luar diri manusia, agar menjadi lebih baik lagi dalam menjalani kehidupan.

Penyunting: Nadya Gadzali