Keraton Ratu Boko merupakan peninggalan kepurbakalaan sebuah kerajaan dan bangunannya tidak menyerupai candi.

Luas bangunannya mencapai 25 hektar dan berada di ketinggian 196 meter di atas permukaan laut. Berjarak 3 km dari Candi Prambanan ke arah Selatan, Ratu Boko merupakan salah satu peninggalan sejarah yang wajib untuk dikunjungi.

Secara geografis, Keraton Ratu Boko terletak di Desa Dawung dan Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY.

Kawasan Keraton Ratu Boko dikelilingi situs kepurbakalaaan berupa candi. Di sisi Utara terdapat Candi Sojiwan, Candi Prambanan, Candi Sewu, dan Candi Plaosan.

Candi Kalasan dan Situs Watugudig di sisi Barat. Sisi bagian Selatan terdapat Candi Banyunibo dan Candi Baron serta Candi Dawangsari di sebelah Tenggara.

Situs ini dibangun pada abad ke-8 oleh Wangsa Syailendra yang beragama Buddha namun seiring waktu menjadi tempat tinggal oleh raja-raja Mataram Hindu.

Pada tahun 792 M, sebuah prasasti ditemukan di situs ini dan diketahui bernama prasasti Abhayagiriwihara. Prasasti ini menceritakan seorang raja Tejapurnama Panangkarana yang lebih dikenal sebagai Rakai Panangkaran yang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai raja.

Sang raja yang sudah lanjut usia, ingin mengasingkan diri, dan mencari ketenangan dalam hidup. Selanjutnya, raja memberikan perintah untuk membangun Abhayagiriwihara sebagai tempat untuk menikmati masa tua raja.

Prasasti ini ditulis menggunakan Bahasa Huruh Pranagari dengan corak Buddha. Dengan ditemukannya prasasti tersebut, diduga bahwa Rakai Paningkaran beragama Buddha.

Miniatur candi di situs kepurbakalaan Ratu Boko/Alicha Prima Nurlaili 

Informasi yang sama juga disebutkan dalam Prasasti Kalasan (779 M), Prasasti Mantyasih (907M), dan Prasasti Wanua Tengah III (908M). Para ahli berpendapat bahwa Abhayagiri adalah vihara yang dibangun di sebuah bukit yang penuh dengan ketenangan dan kedamaian.

Ketika Dinasti Syailendra mengalami kehancuran, Kerajaan Mataram Hindu menguasai dan mengambil alih kekuasaan pada wilayah ini.

Pada saat itu, raja yang berkuasa saat itu, Rakai Waliung Pu Kumbhayoni, yang bertempat tinggal di keraton. Hal ini dibuktikan dengan adanya temuan patung corak Hindu di antaranya Dewi Durga, Patung Ganesa, dan Patung Yoni.

Oleh sebab itu, bangunan Keraton Ratu Boko banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hinduisme dan Buddhisme.

Keberadaan Keraton Ratu Boko dilaporkan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790. Setahun setelahnya, FDK Bosch melakukan penelitian situs kepurbakalaan penemuan Keraton Ratu Boko.

Keraton Ratu Boko merupakan kompleks kerajaan yang cukup lengkap terdiri dari halaman teras, gerbang, paseban, candi, kolam, pendopo hingga pagar pelindung.

Halaman Teras di Keraton Ratu Boko

Kawasan Keraton Ratu Boko memiliki 3 halaman teras yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda.

Di halaman teras pertama, terdapat pagar teras yang berfungsi sebagai penguat dan batas teras. Pada halaman teras kedua, terdapat bangunan gerbang luar dan penghubung gerbang utama keraton.

Halaman teras ketiga adalah halaman teras yang paling luas sehingga disebut sebagai teras utama. Pada halaman teras ketiga terdapat candi pembakaran dan bangunan paseban.

Gerbang pintu masuk Keraton Ratu Boko

Pintu masuk Keraton Ratu Boko memiliki dua gerbang yang terdiri dari gerbang luar dan gerbang dalam. Gerbang dalam memiliki ukuran lebih besar dan lebih tinggi dari gerbang luar.

Oleh sebab itu, gerbang dalam biasa dikenal sebagai gerbang utama. Kedua gerbang tersebut berada di sisi Barat keraton dan terpisah jarak sekitar 15 meter antara kedua gerbang. Gerbang utama diapit oleh dua gapura di setiap sisinya.

Gerbang utama memiliki 5 gapura paduraksa yang bangunannya sejajar dengan gerbang luar. Walaupun gapura berjumlah lima, tangga yang tersedia menuju gapura hanya tiga.

Dua gapura kecil yang berada di ujung kanan dan kiri tidak dihubungkan oleh tangga. Setiap sisi tangga memiliki hiasan “ukel” (gelung) di pangkal dan kepala raksasa di puncak sisi tangga.

Dinding gerbang dengan celah diperkirakan dibangun pada abad ke-10 M sedangkan dinding rata tanpa celah dibangun pada abad ke-8 M.

Candi pembakaran di keraton

Candi pembakaran terletak 37 meter ke arah Timur Laut dari gerbang utama, berbentuk teras dengan tanah berundak serta luas 26 meter.

Candi pembakaran di Keraton Ratu Boko/Alicha Prima Nurlaili

Di bagian tengah teras terdapat sumur berukuran 4x4 meter yang digunakan untuk pembakaran. Di sisi Barat candi pembakaran terdapat tangga batu yang dilengkapi pipi tangga. Selanjutnya, di sekitar candi terdapat sumur tua yang diyakini sebagai sumber air suci.

Keputren

Keputren merupakan tempat tinggal putri raja. Keputren berada pada bagian timur, pendopo bagian belakang. Di kawasan keputren terdapat kolam yang digunakan pada masa kejayaan Keraton Ratu Boko.

Keputren di kawasan Keraton Ratu Boko/Alicha Prima Nurlaili

Kompleks kolam pada situs Keraton Ratu Boko terbagi menjadi dua bagian yaitu kolam Utara dan kolam Selatan. Pemisah kedua kolam tersebut adalah dinding pagar yang di tengahnya terdapat gapura.

Kompleks kolam pada situs Keraton Ratu Boko/Alicha Prima Nurlaili

Kolam Utara berbentuk persegi panjang berjumlah 7 buah dengan rincian 5 kolam besar dalam serta 2 kolam kecil dangkal. Kolam di sisi Selatan berjumlah 28 kolam, 14 kolam besar berbentuk bulat, 13 kolam kecil berbentuk bulat, dan 1 kolam kecil berbentuk segi empat.

Paseban

Bangunan paseban berada sekitar 45 meter arah Selatan dari gapura utama, memiliki tinggi 1,5 meter, lebar 7 meter, dan panjang 38 meter, terbentang dari Utara ke Selatan.

Material paseban ini adalah batu andesit. Paseban berupa teras yang dahulu digunakan sebagai tempat untuk menghadap raja. Tangga yang digunakan untuk naik ke teras paseban terletak di bagian barat.

Di kawasan paseban ditemukan 20 umpak (pondasi yang digunakan sebagai tempat penyangga tiang bangunan) dan 4 alur yang diperkirakan tempat berdirinya dinding pembatas.

Goa di kawasan Keraton Ratu Boko

Di kawasan Keraton Rato Boko terdapat 2 buah goa yang disebut Goa Lanang dan Goa Wadon (Goa Lelaki dan Goa perempuan). Goa Lanang terletak di timur laut paseban sedangkan Goa Wadon terletak sekitar 20 meter ke arah Tenggara dan berukuran lebih kecil.

Penemuan relief yang berbentuk alat kelamin wanita (lambang yoni) di atas pintu goa sehingga dinamakan Goa Wadon. Yoni adalah simbol kelamin wanita yang dilengkapi lingga yaitu simbol kelamin laki-laki yang diibaratkan salah satu Dewa Siwa dalam agama Hindu.

Adanya keberadaan Dewa Siwa diharapkan dapat mendatangkan kesuburan bagi tanah untuk daerah di sekitar goa. Dinding goa berbentuk pahatan pigura persegi panjang. Goa ini berfungsi sebagai tempat untuk bersemedi.

Pendopo Keraton Ratu Boko

Pendopo terletak 20 meter dari paseban, sisi Selatan gapura utama terdapat dinding batu setinggi 3 meter yang memagari lahan dengan ukuran 40 meter dan lebar 30 meter.

Arena masuk berupa gapura paduraksa (gapura beratap). Di bagian luar pendopo terdapat saluran pembuangan air dikenal jaladwara.

Pendopo dalam budaya Jawa berarti ruang tamu atau lantai beratap yang umumnya berada di bagian depan rumah.

Peninggalan Keraton Ratu Boko memiliki keunikan yang tidak hanya berbentuk candi, tetapi juga bangunan lainnya yang sifatnya profan.

Tiket masuk ke lokasi ini sebesar 40.000/orang. Pengunjung dapat melihat bekas hunian yang masih berdiri serta dapat digunakan untuk menikmati matahari terbenam di sore hari.

Kompleks situs Ratu Boko memiliki banyak bangunan yang bervariasi dengan letak bangunan teratur serta dikelilingi pagar pelindung.

Sebutan keraton pada Ratu Boko oleh masyarakat sekitar lebih diutamakan karena lokasi ini merupakan hunian dan tempat kerajaan.

Penyunting: Nadya Gadzali