Etnis.id - Di Kepulauan Sumatera, suku Batak punya adat yang unik. Mereka punya makanan adat yakni ikan adat Batak yang biasa disebut ihan.
Populasi ihan sudah nyaris punah. Dia bisa disejajarkan oleh ikan Lele raksasa sungai Mekong dan Arapaima. Mengapa ikan Ihan punah? Itu yang masih menjadi misteri.
Menurut Kepala Bidang Perikanan, Dinas Peternakan dan Perikanan Pemkab Humbahas, Provinsi Sumatera Utara, Rudy Simamora, Ihan terancam punah karena pola penangkapan yang sporadis oleh warga. Ditambah juga dengan gangguan alam, seperti sumber air bersih yang berkurang akibat penebangan pohon.
Di sisi lain, perkembangan ihan juga punya musim. Menurut penelitian, ihan hanya berkembang biak pada April dan November per tahun. Inilah mengapa dia punah, sebab pengembangbiakan tidak berbanding lurus dengan penangkapan.
Zaman memang membuat ihan berkurang, terlebih para nelayan masa kini mendukung hal itu, dengan cara menangkap yang tidak ramah lingkungan, seperti menyetrum dan memburu ihan hingga ke lubuk pemijahannya.
Ihan (Neolissochilus thienemanni) adalah ikan endemik Sumatera Utara. Ihan biasanya ditemukan di Danau Toba atau sekitar sungai-sungai Sumatera Utara. Habitatnya di air dingin, jernih, dan cukup mengalir deras.
Konon, ihan adalah makanan para raja dan sesembahan (upa-upa) kepada Tuhan yang diberikan oleh Hula-hula (pihak pemberi istri) kepada Boru (pihak penerima istri).
Dalam prosesi adat perkawinan, pemberian ini sebagai balasan pemberian makanan oleh Boru. Tujuannya, agar si penerima mendapat berkat dari Tuhan yakni kesehatan dan umur panjang, mendapat banyak keturunan, dan mudah rezeki.
Kini, Ihan yang biasanya dipakai pada upacara-upacara adat Batak, sudah diganti dengan ikan dari genus Tor yakni deke jurung-jurung. Bahkan, saat ini ikan emas lah yang dijadikan upa-upa atau syukuran pada acara adat Batak.
Pada medio tahun 1960-an sampai dengan tahun 1980, Ihan katanya masih dapat dijumpai di pasar-pasar tradisional, terutama di Kota Balige. Namun, kini yang bisa didapat hanyalah ihan kecil. Jumlahnya juga sedikit. Intinya, sudah sangat jarang ditemui.
Saking langkanya, harga ihan sudah sangat mahal di pasaran. Makanya, mau tidak mau, ikan mas lah yang menjadi pilihan dan primadona tata laksana adat istiadat Batak sekarang.
Para tetua-teua dari suku Batak menganggap, acara adat harus tetap terlaksana meski ikan diganti. Namun, yang perlu dijaga, adalah bumbunya, yaitu bumbu andaliman. Nama resepnya adlaah arsik. Pergeseran ini sudah diakui dan diterima baik oleh kalangan suku Batak di Indonesia.
Rudy Simamora menambahkan, pemerintah mulai menjejaki pelestarian ikan ihan dan memberikan dukungan kepada setiap warga yang melestarikannya.
Khusus di Humbahas, saat ini ada tiga daerah yang mencoba membesarkan ikan ihan, di antaranya di Kecamatan Tarabintang, Pakkat, dan Baktiraja. Pembesaran itu tentu saja diatur oleh adat yang berlaku bagi masyarakat.
Salah satu contohnya di Desa Pakkat, Kecamatan Parmonangan, yang menerapkan aturan adat hanya boleh menangkap ikan ihan satu kali dalam satu tahun.
Apabila dilanggar, akan diberi sanksi dengan memberikan makan satu kampung. Pemkab Humbahas juga akan membawa petani penangkar ikan ke Sukabumi dan Cijeruk yang telah berhasil menangkarkan ikan sejenis.
Sementara warga Humbahas, Tommy Silaban mendukung rencana budidaya ihan. Diakuinya, jika ikan pelengkap adat itu tidak dijaga baik-baik, maka bisa hilang.
Alasannya cukup masuk akal, sebab ihan sangat berperan bagi masyarakat Batak, terutama untuk acara-acara adat. “Jadi, kalau ikan ihan sampai punah, maka masyarakat akan kehilangan satu filosofi dalam kehidupannya,” tandasnya.