Tari Pagar Pengantin merupakan tarian yang berasal dari Provinsi Sumatera Selatan. Tarian ini baru saya kenal beberapa tahun terakhir saja, karena Tari Pagar Pengantin dahulu belum sepopuler saat ini.

Seingat saya, dahulu, ketika kecil sering diajak Ibu menghadiri upacara pernikahan kerabatnya. Tarian yang dibawakan ialah Tari Tanggai, tarian penyambutan pada acara penikahan, acara perpisahan, atau acara besar lainnya. Selain itu, ada pula Tari Gending Sriwijaya yang lazim dibawakan ketika acara-acara besar pemerintahan.  

Sejarah dan Makna Tari Pagar Pengantin  

Tari Pagar Pengantin diciptakan atas pemintaan pemerintah daerah Kabupaten Komering yaitu OKU (Ogan Komering Ulu) dan OKI (Ogan Komering Ilir) yang menginginkan adanya tarian penyambutan sebagai ciri khas daerah yang dapat dibanggakan oleh masyarakat setempat.

Dalam proses penciptaannya, ditemukan beberapa gerakan yang sama dengan tarian penyamputan yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, seperti Tari Tanggai, Tari Gending Sriwijaya, Lilin Syiwa, Tepak Keraton dan Penguton.  

Tari Pagar Pengantin diciptakan oleh Hj. Sukainah A. Rojak pada tahun 1960-an. Ia adalah seorang penari sekaligus yang pertama kali menarikan Tari Gending Sriwijaya.

Tari Pagar Pengantin dibawakan untuk menyambut tamu undangan yang hadir dalam acara resepsi pernikahan adat Sumatera Selatan. Tarian ini dibawakan oleh penari berjumlah ganjil. Keunikannya terletak pada penari utamanya, yakni sang pengantin perempuan dan penari dayang berjumlah genap yang mengelilingi penari utama.

Tari Pagar Pengantin dilakukan oleh pengantin perempuan bersama-sama dengan penari dayang. Tarian ini mengisyaratkan perpisahan dari mempelai wanita kepada keluarga, sanak saudara, dan teman-temannya karena telah dipersunting oleh pengantin pria pujaan hatinya.

Tarian ini merupakan tradisi Kota Palembang, Sumatera Selatan, untuk melepas masa lajang gadis dan bujang yang hendak menapaki kehidupan rumah tangga, sekaligus menjadi ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dan permohonan restu kepada kedua orang tua.  

Tata Cara Tari Pagar Pengantin

Tari Pagar Pengantin dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu bagian awal, gerak inti, dan bagian akhir. Bagian awal ditandai dengan penari dayang yang meletakkan nampan di arena pentas.

Kemudian, penari dayang melakukan tari persembahan kepada pengantin dan tamu undangan.  Setelah itu, penari dayang akan menjemput sang pengantin di pelaminan untuk memasuki pentas. Gerak inti dari tarian ini meliputi gerak Borobudur, gerak sembah, gerak rebah kayu, kecubung,dan gerak kenange.

Pengantin perempuan menari di atas nampan atau disebut juga dengan "dulang keemasan" yang diibaratkan sebagai mekarnya sekuntum bunga teratai yang terapung di atas daun teratai yang selama ini melindunginya. Selain itu, gerak ini juga merupakan perlambang keluhuran dan kemurnian keluarga dalam melepas kedua mempelai menuju kehidupan rumah tangga.

Menurut adat, apabila seorang gadis telah dipersunting, maka seyogyanya ia tidak tampil menari lagi di muka umum kecuali atas seizin suami. Dulang keemasan diibaratkan sebagai rumah tangga yang membatasi suatu tingkah laku. Segala hal yang dilakukan oleh mempelai perempuan selepas dipersunting, haruslah dengan seizin suami.

Selepas para penari menghaturkan sembah kepada pengantin, kemudian penari dayang akan memasangkan hiasan kuku-kuku cantik berbentuk biduk atau perahu berukuran kurang lebih 10 cm, atau yang disebut juga dengan tanggai ke jari-jari pengantin perempuan.

Tanggai juga dikenakan oleh penari dayang sebagai simbol bahwa kendati kini gerak-gerik pengantin perempuan telah dibatasi, namun harus tetap terlihat cantik, anggun dan mempesona terutama di hadapan suami.  

Pengantin pria berada persis di belakang pengantin wanita sebagai manifestasi dari kesiapan suami untuk menjaga, mengawasi, serta melindungi istri. Sedangkan dua orang pembawa tombak menandai bahwa rumah tangga diharapkan dapat senantiasa terhindar dari malapetaka. Pembawa payung mengisyaratkan bahwa rumah tangga diharapkan agar selalu mendapatkan perlindungan dari Allah SWT.

Bagian akhir dari pernikahan adat Palembang ditandai oleh sang penari dayang yang mengantarkan pengantin kembali menuju pelaminan. Lalu, penari dayang kembali ke arena pentas dan kembali melakukan gerakan persembahan dengan berjalan menjinjit sambil membawa nampan serta melakukan gerakan elang terbang menuju ke luar arena pentas.

Musik Pengiring, Pakaian Adat dan Aksesoris  

Durasi penampilan Tari Pagar Pengantin berkisar 10 hingga 15 menit, dibawakan oleh penari dayang yang berusia lebih muda dibandingkan dengan usia penari utama. Sedangkan keberadaan musik pengiring menunjukkan bahwa tarian ini tidak hanya dapat dinikmati melalui aspek visualnya saja. Instrumen yang digunakan antara lain biola, trompet, akordeon, drum, bass, dan gitar.

Lagu yang dinyanyikan untuk mengiringi tarian ini diciptakan oleh Yulius Toha pada tahun 1960-an yang berjudul "nasib". Sedangkan busana dan aksesoris yang dikenakan oleh para penari dayang dan pengantin juga mempunyai ciri khas berwarna dominan merah dan kuning keemasan yang menjadi keunikan pakaian adat daerah Sumatera Selatan.

Pengantin perempuan mengenakan pakaian adat yang disebut aesan gede, terdiri dari kain songket berupa songket lepus. Dahulu, songket lepus hanya dikenakan oleh raja dan keturunannya di Kesultanan Palembang.  

Penari dayang mengenakan pakaian berupa aesan pak sangkong. Baju kurung beludru dengan taburan benang sulam berpayet dan songket lepus. Aksesoris yang dikenakan oleh penari dayang berupa hiasan kepala yang terdiri dari tajuk kembang 3 rangkai, tampung (daun pandan), gandik (ikat kepala), anting-anting, tebeng (hiasan telinga), sanggul petek, dan kembang rumpai.

Hiasan tangannya terdiri dari kecak, gelang, tanggai (kuku palsu), dan cincin kenanga sekelopak 10 jari. Aksesoris lainnya terdiri dari pending, kalung ringgit 9 biji berantai manik 3 warna, serta teratai berbentuk panjang di bagian depan.  

Pola lantai yang digunakan dalam tarian Tari Pagar Pengantin pada saat memasuki arena pentas dilakukan sambil bergerak lurus beriringan. Sedangkan penari dayang membentuk pola lantai persegi empat. Selanjutnya, pola lantai penari dayang berubah membentuk lingkaran, mengelilingi pengantin dan penari utama. Di akhir tarian, pola lantai akan kembali membentuk persegi empat, diikuti dengan berjalan beriringan menuju keluar dari arena pentas.

Tari Pagar Pengantin memiliki makna mendalam bagi sang pengantin. Kini, Tari Pagar Pengantin tak hanya dapat disaksikan di Kota Palembang saja, tetapi juga hampir di seluruh kabupaten atau kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Penyunting: Nadya Gadzali