Pada hari Rabu pagi tanggal 18 November 2021, matahari terlihat sangat cerah sekira pukul 7 pagi waktu setempat, Jalan Sumbawa mulai ramai. Saya memperoleh informasi pada hari Selasa dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya IISBUD bahwa tradisi Maulid Nabi di Desa Moyo Mekar, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa akan segera dilaksanakan.
Sebenarnya, perayaan Maulid Nabi 19 Oktober 2021 bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1443 dalam kalender Hijriyah. Desa Moyo Mekar merayakannya pada hari Rabu tanggal 18 November 2021. Saya pun segera berangkat menggunakan sepeda motor dengan tergesa-gesa agar tidak kehilangan momen pertunjukan tradisi Maulid Nabi Muhammad di Desa Moyo Mekar.
Tepat pada pukul 7.30 WITA, saya sudah tiba di rumah Pak Ocak, seorang warga Moyo Mekar sekaligus dosen seni IISBUD. Tanpa berfikir panjang, usai memarkirkan sepeda motor, kami bergegas menuju Masjid Besar Syamsul Falah di Kecamatan Moyo Hilir, Desa Moyo Mekar, Kabupaten Sumbawa.
Dari kejauhan terdengar lantunan nyanyian Barzanji di masjid itu, sebagai penanda bahwa pagi ini akan digelar perayaan Maulid Nabi Muhammad. Terlihat dari halaman masjid, orang-orang sudah mulai berdatangan lalu memasuki masjid sembari bersalaman dan duduk bersila mengikuti para pembaca Barzanji bersama-sama.
Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW
Kata maulid atau milad berasal dari Bahasa Arab yang berarti hari lahir. Maulid Nabi merupakan perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW. Menurut sejarah Islam, ada beberapa versi asal usul pertama kali Maulid Nabi dilaksanakan. Pertama, berawal dari kisah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi yang mengatakan bahwa semangat perjuangan umat Islam dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi Muhammad, salah satunya melalui seruan kepada umat Islam di seluruh dunia pada tanggal 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, dalam rangka memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW (Asy Syaikh Ali Mahfuzh).
Selanjutnya menurut Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti mengatakan bahwa “negeri Mesir yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan maulid (hari kelahiran) Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, maulid Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain Radhiyallahu ‘anhum, dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H” (Ahmad Suriadi).
Benang merah dari sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW dilatari oleh berbagai macam kisah yang berkembang melalui tokoh-tokoh ulama syekh atau pun sufi. Mereka semua memiliki catatan dan sejarah bagaimana Maulid Nabi pertama kali dilaksanakan pada masa ulama ataupun sufi. Terlepas dari pada semua itu, Maulid Nabi tetap dirayakan setiap tahun oleh umat muslim yang meyakininya, terutama yang ada di Indonesia.
Perkembangan sejarah Maulid Nabi memiliki beragam versi, sampai saat ini masih dalam proses penelitian lebih lanjut mengenai siapa dan di mana Maulid Nabi pertama kali dirayakan di tanah air. Menurut sejarah, disebut-sebut bahwa Maulid Nabi diawali dengan pembacaan kitab-kitab maulid di Indonesia, namun terdapat indikasi bahwa selain pendakwah-pendakwah dari Kurdistan, orang-orang Arab Yaman juga turut memperkenalkannya.
Pada kenyataannya, sampai saat ini banyak keturunan mereka dan syeikh-syeikh yang mempertahankan tradisi pembacaan Maulid. Dari dua penulis kenamaan Maulid berasal dari Yaman (al-Diba’i) dan dari Kurdistan (al-Barzanji), kedua penulis tersebut mendasarkan dirinya sebagai keturunan Rasulullah, sebagaimana terlihat dalam kasidah-kasidahnya (Ahmad Suriadi).
Sampai saat ini, setiap daerah di Indonesia merayakan tradisi Maulid Nabi dengan cara yang berbeda-beda sesuai kearifan lokal yang dianut oleh masing-masing etnis. Misalnya, di Sumatera Barat dikenal dengan Mauluik Gadang, Kepulauan Riau dikenal dengan Maulid Nabi, Yogyakarta dikenal dengan tradisi Grebek Mulud, Kalimantan Selatan dikenal dengan tradisi Baayun Maulid, Ternate dikenal dengan Babaca Maulid Nabi, dan di Nusa Tenggara Barat— tepatnya di Pulau Sumbawa dikenal dengan Tradisi Maulid Nabi.
Tradisi Maulid Nabi Muhammad di Sumbawa, yakni di Desa Moyo Mekar, terbilang cukup unik, sebab dalam perayaannya cukup mewah dan meriah, di mana semua elemen kelas sosial masyarakat turut berpartisipasi, baik dari prosesi persiapan, pelaksanaan, hingga akhir perayaan di masjid. Kemudian, beberapa peserta maulid mengunjungi makam Syeikh Ibrahim yang ada di Desa Moyo Mekar.
Tak heran setiap tahunnya perayaan Maulid Nabi mendapat dukungan dari masyarakat setempat, begitu pula dengan kedatangan masyarakat dari luar Desa Moyo Mekar. Tentu sejarah itu tak terlepas dari kisah tokoh-tokoh pemuka agama seperti syekh, sufi, ulama, dan lain sebagainya.
Kumandang Barzanji dari Dalam Masjid
Tradisi perayaan Maulid Nabi di Sumbawa dikenal dengan istilah munit dan hampir seluruh desa yang ada di Sumbawa mengadakannya. Antusiasme warga pada pelaksanaan munit sangat luar biasa, tak jarang masyarakat bergotong royong bersama-sama untuk menyukseskan munit yang diadakan satu kali dalam setahun.
Tiga hari jelang perayaan munit akan ada pengumuman dari pihak panitia penyelenggara atau masjid, bahwa setiap satu keluarga wajib membawa baku yang berisi tepung atau jajanan. Biasanya anak-anak, remaja, dan tokoh masyarakat melakukan pawai, berjalan kaki menggunakan obor sembari bershalawatan keliling desa. Melalui peristiwa ini, tergambar bagaimana partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan munit.
Misalnya, partisipasi dalam membuat jajanan atau yang disebut dengan baku, wadah untuk menyajikan kue yang dihias, biasanya diisi dengan jajanan khas asli Sumbawa, seperti tepung batar yang berarti jajanan kering bergula, tepung toar atau jajanan kue kering, tepung godong berarti jajanan yang menggunakan daun, dan tepung basa berarti kue bolu (Wawancara Abdurrozaq warga Moyo Mekar).
Sandra dalam bahasa Samawa ialah suatu wadah terbuat dari kayu dengan bentuk beragam, seperti perahu, masjid, rumah panggung dan burung, lalu diisi dengan aneka ragam sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian. Biasanya, biaya pembuatan dan isinya ditanggung oleh warga secara kolektif atau patungan (Wawancara Yayuk warga Labuhan).
Sandra melambangkan mata pencaharian masyarakat Desa Moyo Mekar, di mana hasil mata pencarian itu menjadi penganan yang disimpan di dalam wadah. Selepas munit, sandra dibagikan kepada seluruh warga yang hadir di masjid. Isi dari sandra merupakan hasil bumi, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rezeki kepada warga Desa Moyo Mekar.
Selain sandra, ada pula bunga male. Etnis Samawa menyebutnya demikian. Male berarti bunga hias, tangkainya terbuat dari bambu yang batangnya dua atau tiga kali lebih besar dari sapu lidi. Sementara bagian tangkainya, dihiasi kertas warna-warni. Tidak lupa daun yang dikreasikan warga, bagian ujung bunga dan di tengah batang diselipi tangkai sebagai tempat menggantung telur rebus. Sedangkn bunga, terbuat dari batang pisang.
Etnis Samawa meyakini bahwa kemang male atau bunga male merupakan salah satu syarat properti wajib dalam setiap momen perayaan Maulid Nabi. Biasanya, setelah perayaan munit, male dibagikan kepada jemaah masjid yang hadir. Peristiwa ini merupakan simbol kebersamaan dan saling berbagi. Tak jarang kemang male jadi rebutan anak-anak dan remaja dalam perayaan Maulid Nabi.
Adapun prosesi kegiatan munit di Desa Moyo Mekar dimulai pada pagi hari pukul 8 hingga 11 siang waktu setempat. Sebelum acara munit, lima orang mengumandangkan Barzanji secara silih berganti. Tujuannya, tak lain untuk memberi tahu warga agar segera melangkahkan kaki untuk datang ke masjid.
Tepat pukul 8, acara dibuka oleh panitia penyelenggara, selanjutnya pembacaan ayat suci Al-qur'an, lalu mendengarkan ceramah ustadz dengan tema “ Taati Perintah dan Teladani Akhlak Nabi Muhammad SAW Agar Lebih Baik Dalam Kehidupan", dilanjutkan dengan hiburan musik kasidah oleh ibu-ibu pengajian Masjid Syamsul Falah.
Dapat disimpulkan bahwa Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan peristiwa sakral bagi umat muslim, sehingga setiap kegiatannya selalu dipersiapkan secara matang, tentu dengan dukungan panitia masjid dan warga setempat. Peristiwa ini merupakan bagian dari tradisi yang sudah turun temurun dilaksanakan di Indonesia, namun dengan prosesi dan tata cara masing-masing etnis.
Fungsi dari Maulid Nabi secara garis besar ialah menumbuhkan motivasi, agar masyarakat senantiasa meningkatkan keimanan kepada Allah SWT melalui kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri teladan bagi umat manusia di muka bumi.
Melalui tradisi Maulid Nabi, ekspresi sosial dari setiap etnis yang ada di Indonesia tercermin dalam berbagai kegiatan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah menghadirkan Nabi Muhammad SAW, penyempurna agama Islam.
Selain itu, tradisi maulid Nabi Muhammad merupakan sarana silaturahmi di antara sesama umat muslim. Mengingat saat ini, banyak sekali masyarakat yang disibukkan oleh rutinitas dan media sosial, sehingga dengan adanya Maulid Nabi dapat terjadi pertemuan sosial yaitu gotong royong.
Melalui momen tersebut, warga dapat saling berinteraksi dan berbincang tentang hakikat maulid dari tahun ke tahun. Nostalgia ini dirindukan oleh warga, sehingga Maulid Nabi tak hanya menjadi kenangan indah, meskipun tak selalu digelar dengan meriah.
Penyunting: Nadya Gadzali