Tulisan kali ini merupakan hasil penelitian dan pengalaman saya pada beberapa guru-guru PGSD di Universitas Terbuka Batam. Guru-guru itu menghadapi permasalahan ketika mengajar mata pelajaran seni budaya dan prakaraya (SBDP).
Permasalahan yang paling mendasar ialah kurang percaya dirinya seorang guru dalam menerangkan atau mempraktikkan seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni sastra, sebab para guru tersebut sudah membatasi dirinya kurang berbakat di bidang seni. Maka, lahirlah ide tulisan ini melalui pengalaman para guru tersebut, di mana saya mendapat kesempatan menjadi dosen pengampu mata kuliah pendidikan seni di SD melalui via tuweb.
Data pada tulisan ini diambil melalui tugas perkuliahan berupa esai dari pengalaman guru-guru sekolah dasar. Di mana mereka merupakan seorang guru SD sekaligus mahasiswa di Universitas Terbuka Batam. Sebenarnya mereka telah memilliki gelar strata 1 tapi tidak linier dengan bidang yang ditekuni, maka mereka melanjutkan studi. Selain itu, Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2016 tentang Penataan Linieritas Guru Bersertifikat Pendidik.
Pasal 1 linieritas bagi guru bersertifikat pendidik merupakan kesesuaian antara sertifikat pendidik dengan mata pelajaran yang diampu oleh guru. Pasal 2 penataan linieritas guru bersertifikat pendidik diperuntukkan bagi: a. guru kelas; b. guru mata pelajaran; c. guru bimbingan dan konseling/konselor; d. guru pendidikan khusus; atau e. guru teknologi informasi dan komunikasi/guru keterampilan komputer dan pengelolaan informasi.
Dengan peraturan kementerian pendidikan dan kebudayaan maka para guru sekolah dasar wajib berkuliah lagi di bidang pendidikan guru SD agar administrasi sertifikasi pendidik dapat diraih melalui proses linieritas. Tentunya hal ini juga berkaitan dengan ekonomi yang menyejahterakan kehidupan guru SD.
Strategi Kreatif Guru Saat Mengajarkan SBDP
Selama saya mengajar mata kuliah pendidikan seni di SD di Universitas Terbuka Batam, saya selalu menemukan permasalahan gusarnya para guru terhadap mata pelajaran SBDP. Kegusaran itu disebabkan guru kurang percaya diri serta mengakui kelemahan referensi saat mengajar mata pelajaran SBDP di sekolah masing-masing.
Sosok guru sekolah dasar wajib memiliki kemampuan di bidang seni musik, seni tari, dan seni rupa. Hal ini membuat beban kerja para guru SD semakin berat, terlebih wali kelas yang wajib mahir dalam semua mata pelajaran. Mau tidak mau guru mencari referensi dan mempelajari seni musik, seni tari, dan seni rupa. Baik melalui teman sejawat ataupun melalui sosial media seperti kanal YouTube yang menyajikan beragam teknik dasar seni musik, seni tari, dan seni rupa bagi siswa-siswa SD.
Pernyataan Budi seorang mahasiswa UT yang sudah puluhan tahun menjadi seorang guru SD, ia berasal dari Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau, “Kami sebagai guru harus menguasai semua bidang seni yang ada dalam kurikulum mata pelajaran SBDP, baik secara teoritis dan praktis, selain itu kami hanya manusia biasa hanya mampu menguasai satu atau dua materi di bidang seni. Itu pun dipelajari secara autodidak atau belajar dari pengalaman orang-orang. Jadi, saya pribadi mengajarkan SBDP melalui pengalaman pribadi dengan metode sendiri yang pada akhirnya metode kreatif pembelajaran seni secara autodidak menjadi pemilihan". Ini terbukti berhasil menciptakan antusiasme siswa-siswi SDS 018 Avicenna Kabupaten Karimun Kepri yang selalu bersemangat dan gembira ketika mata pelajaran SBDP.
Senada dengan pernyataan Nadia, seorang guru SD di Kota Batam yang menyatakan bahwa “sebelum saya mengajar SBDP biasanya saya berusaha untuk mempelajari materinya terlebih dahulu. Misalnya materi seni musik, saya akan mencari referensi tentang materi dasar notasi balok, tangga nada mayor dan minor melalui media YouTube, lalu saya akan mempelajari secara teori dan praktik, kemudian diklasifikasi sesuai dengan kebutuhan untuk anak SD di tempat saya mengajar."
Terkadang materi pembelajaran SBDP yang berat dapat membuat siswa-siswa di kelas jemu saat pelajaran berlangsung. Maka diperlukan komunikasi dua arah dengan metode bermain sembari belajar yaitu siswa-siswa saling bergantian mengucapkan solmisasi setelah guru menjelaskan secara detail. Tujuannya, tak lain ialah untuk mengetahui sampai mana kemampuan dan kepekaan nada-nada siswa-siswi tersebut.
Lain halnya dengan pengalaman Yoparizal seorang guru yang berasal dari SD Negeri 003 Mampok Desa Mampok Kecamatan Jemaja Kepulauan Anambas. Ia menjelaskan metode pembelajaran SBDP yang ia terapkan sendiri, yaitu sistem pembelajaran demonstrasi dalam praktek seni rupa (melukis dan menggambar). "Kebetulan saya wali kelas IV, sehingga memahami karakter siswa-siswi saya di kelas ini mempermudah saya mengajarkan SBDP. Selain itu, sumber dari media sosial tentu menjadi referensi saya saat mengajar SBDP".
“Pertama, saya memberikan penjelasan secara lisan terlebih dahulu kepada siswa mengenai pembelajaran seni rupa yang akan dikerjakan oleh siswa-siswi. Jadi, di sini siswa-siswi tidak hanya meniru apa yang diberi contoh, akan tetapi mereka harus memahami, mengamati dan menghayati apa yang akan mereka goreskan di atas kertas, jadi saya berfikir metode demonstari ini lebih efektif digunakan untuk mengeksplor kemampuan siswa-siswi", ungkap Yoparizal. “Kendala pembelajaran ini ialah permasalahan media dan alat untuk melukis, di mana tidak semua siswa-siswi memilikinya, maka sekolah berinsiatif turut membantu menyediakan peralatan melukis agar semua siswa-siswi dapat merasakan mata pelajaran SBDP melukis”, tambahnya lagi.
Dari uraian kutipan wawancara di atas dapat ditarik benang merah sementara bahwa, pengetahuan, pengalaman, kecerdasan, dan kreativitas seorang guru dalam mengajar mata pelajaran SBDP, dibutuhkan pengetahuan lokal seni dan budaya setempat. Kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat juga memengaruhi kebutuhan ilmu pengetahuan anak didik.
Diharapkan adanya fleksibilitas dalam membuat silabus dan RPS sehingga tidak dapat dilakukan standarisasi yang sama dengan sekolah-sekolah yang ada di kabupaten atau yang ada di kota. Apalagi permasalahan sinyal untuk di daerah dan pulau-pulau terpencil yang masih sulit diakses, terkadang para guru atau peserta didik harus menuju ke satu titik seperti perbukitan untuk dapat mengakses sinyal yang lebih bagus. Belum lagi tidak semua peserta didik memiliki telepon selular berbasis android yang dapat digunakan untuk mengakses informasi tentang mata pelajaran seni dan budaya.
Tentu perjuangan guru dan siswa patut diapresiasi dalam menghadapi berbagai kendala tersebut. Saya sendiri mengalami kesulitan saat bersama teman-teman mahasiswa UT Jemaja dalam mengampu mata kuliah Pendidikan Seni SD. Mereka harus mencari lokasi-lokasi tertentu yang dapat menangkap sinyal, seperti perbukitan atau ladang. Semangat belajar ini patut diapresiasi, sebab mereka sudah terbiasa dan pantang menyerah ketika menghadapi situasi itu, mereka terus mencoba untuk tetap masuk ke dalam jaringan agar dapat mengikuti tuweb sampai selesai.
Pemecahan Masalah Guru SD terhadap Mata Pelajaran SBDP
Bagi guru SD yang kurang memililiki keahlian di bidang seni budaya dan prakarya, mau tidak mau mereka belajar pada rekan sejawat yang mahir di bidang seni musik, seni tari, seni rupa, dan keterampilan. Guru juga mendatang tenaga ahli di bidang seni untuk mengajar di kelasnya, namun tetap didampingi oleh wali kelas, mengingat guru yang merupakan wali kelas, lebih memahami karakteristik anak-anak didiknya sehingga dibutuhkan pendampingan pada tenaga ahli selama proses belajar mengajar.
Selanjutnya, guru-guru yang belum memiliki keahlian di bidang seni wajib berlatih lebih giat melalui kolega atau media internet, mengingat mata pelajaran SBDP terdiri dari seni musik, seni tari, dan seni rupa. Tujuannya, agar guru-guru dapat menguasai dasar-dasar seni sehingga dapat diaplikasikan pada proses belajar mengajar.
Guru harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa kini dengan memanfaatkan fasilitas internet sebagai media pembelajaran SBDP, baik teoritis ataupun praktis agar mempermudah guru-guru saat menyajikan materi pembelajaran SBDP, disesuaikan dengan kebutuhan sekolah masing-masing.
Setiap sekolah wajib memberi fasilitasi yang layak bagi para guru dan siswa-siswi seperti ruang-ruang pertunjukan, workshop, pameran di sekolah masing-masing dengan cara bekerja sama dengan komunitas seni ataupun sanggar seni di daerah sekitar agar mudah dijangkau oleh guru dan siswa.
Mengutip pernyataan Profesor Djohan Salim, “harus ada kebijakan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan sekolah sebab setiap sekolah dipengaruhi taraf hidup sosiologis masyarakat dari berbagai daerah yang ada di Indonesia". Ia memiliki pengalaman yang cukup banyak terkait permasalahan mendasar saat berada di lapangan.
Pergantian menteri berarti pergantian kurikulum. Mau tidak mau, guru dituntut cepat beradaptasi dengan kurikulum baru saat ini. Parahnya lagi, terkadang pembuat kebijakan kurikulum tidak melibatkan orang-orang seperti guru-guru yang ada di lapangan atau di daerah terpencil. Padahal mata pelajaran seni budaya yang dibutuhkan di setiap daerah berbeda-beda”.
Selanjutnya Wiwik, Kaprodi Sastra Indonesia Universitas Teknologi Sumbawa yang pernah mengikuti pelatihan Kurikulum 13 mengatakan, “kami seorang guru diwajibkan mencari referensi melalui sosial media seperti YouTube, kalau proses belajar biasanya tetap menggunakan teks book tetapi secara praktik nanti biasanya bekerja sama dengan seniman ataupun budayawan setempat. Saya juga pernah membawa anak-anak langsung ke lokasi batik di mana seniman batik langsung mengajarkan kepada peserta didik tentang teknik-teknik dasar membatik serta saling berinteraksi dengan seniman batik. Tentu akan banyak pengetahuan yang di dapat oleh siswa-siswi tersebut".
Selain mempelajari seni dari sosial media maupun melalui teman sejawat ada pula kelompok-kelompok guru yang berada tingkat kecamatan di setiap wilayah di Indonesia. Adapun nama kelompok itu KKG berarti Kelompok Kerja Guru atau MGMP yaitu Musyawarah Guru Mata Pelajaran. Dari kedua kelompok dapat berfungsi sebagai media pembelajaran, sharing, dan pemecahan masalahan yang dialami guru-gru SD yang kurang memiliki pengetahuan teori dan praktis tentang mata pelajaran SBDP. Harapan dari para guru, semoga ada kebijakan yang benar-benar mengakomodir para pengajar sekolah dasar dalam mata pelajaran SBDP.
Penyunting: Nadya Gadzali