Etnis.id - Karawitan Jawa dikenal sebagai salah satu seni suara tertua yang hidup di lingkup budaya masyarakat Jawa. Karawitan merupakan satu jenis musik tingkat tinggi yang tidak semua orang bisa memainkannya, sesuai dengan kaidah dan
aturan yang berlaku di dalam ilmu karawitan.

Tak hanya rumit, karawitan mengandung nilai pendidikan yang luar biasa dalam ranah sosial, moral dan spiritual. Hal ini membuat orang-orang di luar budaya Jawa, datang belajar ke Jawa, termasuk orang-orang di luar negara Indonesia.

Karawitan Jawa tercipta dari bangunan harmonisasi susunan nada berlaras slendro dan pelog. Harmoni ini lahir dari instrumen yang akrab disebut gamelan. Di dalam seni karawitan Jawa, terdapat konsep yang berkaitan dengan penggarapan sebuah gendhing-gendhing karawitan yang disebut dengan konsep garap.

Garap adalah rangkaian proses meramu, mengolah bunyi gamelan dengan kaidah-kaidah ilmu yang ada di dalam karawitan untuk menghasilkan karya gendhing karawitan. Pada tahapan proses garap, terdapat unsur penting, yaitu konsep musikal atau aturan-aturan yang sudah disepakati oleh masyarakat pemilik budaya karawitan.

Konsep musikal ini secara tradisi dipertimbangkan, digunakan dan menjadi acuan oleh para pengrawit dalam menggarap gendhing melalui tabuhan ricikannya (instrumen) atau lantunan vokalnya. Konsep musikal itu di antaranya adalah laras (tangga nada), bentuk atau struktur gendhing, pathet, vokabuler, irama dan tempo, satu lagi adalah dinamik.

Istilah dinamik atau dinamika, lahir dari musik Barat. Dinamik adalah volume yang menunjukkan tingkat kekuatan atau kelemahan bunyi pada saat musik dimainkan. Kekuatan atau kelemahan bunyi tersebut bergantung pada cara memainkan instrumen musik yang ingin disajikan para komposer atau pencipta karya musik.

Misal lagu cinta, biasanya lebih banyak diekspresikan dengan permainan dinamik yang mengandung pesan bahagia, senang, keindahan dan lain sebagainya. Dinamik juga berhubungan dengan pengekspresian emosi dalam karya musik seperti ekspresi sedih, gembira, bahagia dan sebagainya. Walau pada akhirnya semua pendengar bebas menilai pesan itu, dalam tanda kutip semua itu relatif, tetapi dinamik bisa dihargai sebagai sebuah usaha sang komposer untuk menyampaikan konsep musikalnya.

Secara terperinci dapat disimpulkan bahwa di dalam dinamik terdapat lima unsur, (1) volume bunyi yang berhubungan dengan cara memainkan alat musik dan kebutuhan musikalnya, (2) emosi yang berhubungan dengan perubahan dinamik atau menggunakan dinamik tetap, (3) konsep yang berhubungan dengan pesan yang ingin disampaikan melalui musik, (4) ekspresi seperti sedih, senang, bahagia dan lain sebagainya dan (5) ruang dan waktu musik yang berhubungan dengan permainan nada dan tempo.

Dinamik pada karawitan Jawa

Di dalam seni karawitan Jawa ternyata juga menggunakan istilah dinamik. Walaupun istilah dinamik lahir dari teori musik barat, pada kenyataannya dalam dunia karawitan Jawa pun menggunakan istilah tersebut.

Jika melihat penjabaran dinamik yang ada pada teori musik barat, konsep ini sangat kompleks dan sudah diatur dengan rumus-rumus yang sudah ditetapkan. Rumusnya meliputi tingkat volume, istilah dinamik, hingga simbol untuk menggambarkan dinamik.

Istilah dinamik dari Pianissimo hingga Fortísimo, dari Crescendo hingga Sforzando juga sudah diatur di dalam rumus-rumus tersebut. Lalu bagaimana konsep dinamik ini menyatu dengan budaya di luar musik barat yaitu karawitan pada permainan gamelan?

Dalam kehidupan karawitan Jawa klasik, dinamik merupakan unsur musikal yang sampai pada masa setengah abad yang lalu, belum menjadi unsur yang perlu diperhatikan. Dalam karawitan Jawa, rempeg (keseimbangan) dan rampak (kebersamaan) merupakan konsep yang penting.

Penonjolan pada (permainan) individu bukanlah sifat dari karawitan Jawa. Hal utama dalam permainan gamelan Jawa pada waktu itu adalah keseimbangan dari semua instrumen, tanpa ada yang menonjol.

Pada masa itu, dinamik tidak menjadi hal yang terlalu diperhatikan, walaupun sebenarnya secara tidak langsung dalam komposisi gendhing karawitan pun terdapat unsur dinamik. Kebutuhan komposisi gendhing karawitan pada zaman itu masih sebagai pengiring vokal sinden dan karawitan berdiri sendiri sebagai musik instrumental.

Terhitung mulai tahun 60-an, karawitan mengalami perkembangan yang sangat pesat baik dari segi fungsi, komposisi, kreasi baru dan munculnya komposer-komposer karawitan. Tjakrawarsito menjadi salah satu komposer zaman itu yang sudah diakui kemampuannya.

Pada tahun 70-an, ia bahkan mengajar karawitan di California, Amerika. Selain itu ada di Yogyakarta juga ada komposer Harjosubroto yang juga moncer sekitar tahun 60-an dan masih banyak lagi komposer karawitan yang jaya pada waktu itu.

Ketika fungsi karawitan semakin beragam dan komposisi-gubahan-kreasi baru karawitan bermunculan, perhatian musisi/komponis terhadap garap dinamik berkembang signifikan. Geliat karawitan yang bisa dilihat sampai saat ini sudah masuk ke dalam lintas disiplin ilmu seni lain, seperti karawitan hadir dalam tari, pewayangan, teater dan seni rupa sebagai musik instalasi.

Karawitan juga sudah memasuki ranah psikologis sebagai musik healing untuk penderita gangguan jiwa, hingga di Inggris gamelan juga digunakan untuk meredam emosi para narapidana kelas berat. Hadirnya karawitan dalam ranah cabang seni yang lainnya membuat komposisi karawitan beradaptasi dengan cabang seni di mana karawitan bersinergi.

Dinamik secara otomatis akan menjadi perhatian khusus supaya komposisi karawitan juga mendukung pesan yang akan disampaikan dari bentuk sinergi dua cabang seni atau lebih yang terjadi. Ketika karawitan hadir untuk mengiringi koreografi tari, dinamika komposisi karawitan akan bersinergi dengan koreografi tarinya, supaya kedua elemen ini menjadi satu dan bersama menyampaikan pesan kepada penonton.

Begitu juga ketika karawitan masuk ke dunia wayang dan teater, tidak mungkin dinamika komposisi karawitan akan selamanya keras atau lirih. Pasti akan bersinergi dengan cerita yang disajikan, lakon, karakter tokoh, babak demi babak dan pelbagai adegan. Karawitan masuk di dalam ranah psikologi juga akan bersinergi dengan kebutuhan komposisi yang bisa diterima oleh orang yang bersangkutan.

Permainan dinamik dan frekuensi gamelan juga akan disesuaikan dengan kebutuhan otak manusia, supaya bisa memberi efek lebih baik. Akhirnya, dinamik menjadi salah satu sarana garap karawitan yang sangat membantu menumbuhkan suasana, rasa, atau kesan dramatik dari suatu penyajian karawitan secara mandiri dan karawitan dengan disiplin ilmu seni lain.

Soal dinamik, unsur-unsurnya dalam karawitan dibagi menjadi tiga yaitu (1) Regu: atmosfir yang dibangun adalah tenang dan berwibawa dalam pertunjukan gamelan, (2) Sigrak: atmosfir yang dibangun adalah bersemangat yang dapat menggerakkan dinamika pertunjukan dan konteksnya, dan (3) Pernes: atmosfir yang dibangun adalah gembira, lincah dalam sajian gamelan.

Ketiga unsur ini bisa dirasakan pada komposisi-komposisi gendhing karawitan Jawa. Dari ketiga unsur ini kemudian disesuaikan dengan komposisi yang dibutuhkan. Namun, tidak menutup kemungkinan akan muncul unsur-unsur dinamik yang lainnya ketika perkembangan komposisi karawitan semakin pesat dan kebutuhan komposisi semakin beragam. Munculnya gubahan cerita wayang, teater, dan tari juga akan memicu munculnya unsur dinamik-dinamik yang baru dalam komposisi karawitan.

Editor: Almaliki