Kala itu, mudik lebaran Idul Fitri tahun 2019, pulang ke kampung halaman Bapak dan Ibuku yang berada di Pasar Simangambat, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Tapanuli Selatan.
Kami berangkat menggunakan kendaraan roda empat melalui pelabuhan penyeberangan roll on and roll off atau biasa disapa roro Telaga Punggur Batam dengan tujuan Pelabuhan Tanjung Mengkap Buton, Provinsi Riau.
Kami tiba di Pelabuhan Tanjung Mengkap sekitar pukul sembilan pagi. Lalu, perjalanan kami lanjutkan menuju Kota Pekanbaru. Jalan yang dilalui cukup bagus, lurus tanpa ada halangan dan rintangan yang berarti. Beberapa jalan berlubang tak jadi penghambat.
Maklum, jalan lintas dilalui oleh truk-truk besar yang mengangkut sawit dan lain sebagainya, dengan bobot berpuluh-puluh ton dengan tujuan berbagai kota yang ada di Sumatera dan Jawa.
Tepat pukul tiga sore, kami pun tiba di Kota Pekanbaru dan bergegas menuju ke rumah saudara dari Ibuku. Setibanya di sana, kami pun beristirahat sejenak dan berbuka puasa di rumah saudaraku.
Keesokan harinya, usai bersantap sahur dan solat subuh, kami langsung menuju Tapanuli Selatan dan akhirnya tiba di Kota Padang Sidempuan. Kami beristirahat sejenak di rumah saudaraku dari pihak Bapak.
Usai beristirahat, kami melanjutkan perjalanan ke huta (kampung) Bapak dan Ibu yang berada di daerah terpencil. Jalur kendaraan pun hanya dapat dilalui oleh satu mobil saja.
Sepanjang perjalanan, kami melihat pemandangan alam, seperti hutan, sawah, bukit, dan kicauan burung yang ikut memanjakan pendengaran. Selepas berkendara selama tiga jam, kami pun tiba di huta Pasar Simangambat dan menginap di rumah abang dari Bapakku.
Salah satu ciri khas dari etnis Batak Angkola ialah patrilineal atau mengikuti garis klan keturun Bapak. Di mana, pihak laki-laki yang sudah berkeluarga wajib tinggal di rumah keluarga laki-laki jika pulang ke kampung halaman orang tuanya.
Bukan berarti tidak boleh menginap di rumah keluarga pihak Ibu. Tentu boleh saja menginap di rumah Ibu. Namun, biasanya akan kembali lagi menginap di rumah pihak keluarga laki-laki. Kami menginap di rumah Abang dari Bapakku kurang lebih selama dua minggu di Huta Pasar Simangambat.
Tiba saatnya menyambut hari kemenangan satu hari sebelum Lebaran. Sejak sore, Uak atau Abang dari Bapakku bernama Talian Gultom, sudah mulai mengasah beberapa pisau untuk memotong leher kerbau di malam hari jelang hari kemenangan umat Islam.
Tradisi ini biasa disebut dengan Handel atau yang berarti tradisi memotong kerbau saat malam hari raya Idul Fitri.
Handel bagi masyarakat Batak Angkola merupakan sebuah tradisi yang diwariskan dari orang tua kepada generasi penerusnya. Bahkan, sejak Bapak dan Abang Bapakku kecil, tahun 1960-an, tradisi ini sudah ada. "Kami hanya melanjutkan tradisi yang sudah diwariskan oleh orang-orang tua kami terdahulu”, ujar Talian Gultom.
Senada dengan Sahdin Gultom yang mengatakan bahwa salah satu ciri dari masyarakat huta (kampung) Pasar Simangambat Saipar Dolok Hole ialah Handel, atau tradisi memotong kerbau secara berpatungan, dilakukan oleh keluarga-keluarga terdekat, baik satu marga maupun berbeda marga. Bahkan, tetangga yang berasal dari kampung sebelah pun boleh mengikuti tradisi Handel.
Semuanya didasarkan pada kesepakatan bersama. Jika sepakat membeli kerbau dengan harga tiga puluh juta secara bersama-sama, maka daging kerbau pun dibagikan secara merata. Ahmad Rifai Pohan juga menyatakan bahwa Handel adalah ungkapan rasa senang saat orang-orang perantau pulang ke Huta Pasar Simangambat Saipar Dolok Hole.
Spirit berkumpul dengan sesama perantau, sepakat mengumpulkan uang untuk membeli kerbau, dilanjutkan dengan ritual menyembelih hewan kerbau oleh orang yang berpengalaman menjelang Hari Raya Idul Fitri dan membagikannya secara adil.
Kerbau bagi Masyarakat Etnis Batak Angkola Pasar Simangambat Saipar Dolok Hole
Peninggalan jejak situs-situs kerbau sudah ada di Sumatera Utara sejak abad megalitik yang bersamaan saat pengaruh Hindu-Buddha di Padang Lawas Tapanuli Selatan sekitar abad ke 11-14 Masehi (Susilowati, 2003:49).
Dibuktikan dengan adanya situs-situs peninggalan candi Hindu-Buddha di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, seperti candi Bahal I, II, III, Sangkilon, Situpoyan, dan Sipamutung.
Biasanya peninggalan candi-candi itu menunjukkan peradaban sistem pertanian yang sudah maju dan berkembang. Salah satunya dengan memanfaatkan hewan kerbau sebagai pengolah lahan pertanian sawah.
Bagi etnis Batak Angkola atau sub-suku Batak lainnya, kerbau merupakan hewan ternak yang digunakan untuk menggarap lahan pertanian sawah. Adapun fungsi kerbau bagi masyarakat Huta Pasar Simangambat antara lain, sebagai hewan pembajak sawah, hewan peliharaan, hewan yang dapat dijual pada momen perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.
Selain itu, kerbau juga sangat membantu kehidupan manusia sebagai hewan penghasil susu dan penghasil daging. Kulitnya dapat dijadikan bahan dasar jaket dan tas. Sedangkan membrannya, dapat digunakan untuk kelengkapan instrumen musik perkusi pada Gondang Batak.
Wilayah Huta Pasar Simangambat Saipar Dolok Hole berada di dataran tinggi, dengan kontur perbukitan dan pegunungan. Tentu hal ini mempengaruhi sistem ekonomi masyarakat setempat. Adapun mata pencaharian masyarakatnya sebagian besar menjadi petani. Bercocok tanam di sawah, berladang, menanam cabai, nira dan kopi ateng. Sedangkan sebagian lagi, umumnya berternak bebek, ayam, kambing dan kerbau.
Prosesi Handel pada Etnis Batak Angkola Pasar Simangambat Sipirok Dolok Hole
Tradisi Handel juga terdapat di beberapa wilayah Batak Angkola lainnya di daerah Tapanuli Selatan. Namun, pelaksanaannya didasarkan pada kesepakatan masyarakat kampung masing-masing, serta peran tokoh adat setempat yang mengatur dan menggerakkan warganya untuk melaksanakan tradisi ini.
Pada pelaksanaan tradisi Handel Pasar Simangambat, ada serangkaian prosesi yang harus dijalani, yaitu:
Pertama, seseorang yang dituakan dan dianggap berpengalaman harus mengetahui tata cara pelaksanaan tradisi Handel. Orang yang dituakan ini menjembatani pertemuan antara keluarga besar dengan masyarakat setempat, untuk menyepakati harga kerbau dan jalannya proses Handel, berapa biaya yang harus dikumpulkan dan berapa bagian daging kerbau yang dibagikan kepada setiap peserta Handel.
Setelah besarannya disepakati, ia pun segera mencatat nama-nama peserta yang ikut dalam tradisi Handel. Orang-orang yang mendaftar, dicatat untuk penagihan pembayaran dan penentuan pembagian daging kerbau.
Misalnya, satu ekor kerbau seharga tiga puluh juta, sedangkan orang yang mendaftar sebanyak dua puluh tujuh orang atau lebih, maka harga kerbau dan pembagian daging kerbau akan dibagi rata sesuai jumlah peserta.
Kedua, pada malam Ramadhan terakhir, tepatnya pada sore hari, sebelum Handel dilaksanakan, Uakku mempersiapkan benda tajamnya, seperti parang, pisau dan kampak.
Seluruh perlengkapan itu disiapkan kemudian diasah hingga tajam, agar tahap penyembelihan hewan kerbau berjalan lancar tanpa ada kendala yang berarti.
Pisau berfungsi untuk menyembelih leher kerbau, menguliti kulitnya dan memotong dagingnya. Sedangkan kapak atau parang, digunakan untuk memotong tulang-tulang kerbau.
Lalu, satu hari menjelang Hari Raya Idul Fitri atau puasa terakhir di bulan Ramadhan, tepatnya jam dua belas malam, panitia Handel membawa hewan kerbau ke tanah lapang untuk disembelih. Urutannya adalah sebagai berikut:
Panitia membuat lubang untuk darah yang menetes dari leher kerbau agar tertampung di satu tempat. Selanjutnya, kerbau direbahkan dan lehernya ditempatkan di lubang, kemudian kakinya diikat dan dihadapkan ke samping rusuknya yang sebelah kiri agar lebih mudah disembelih.
Berikutnya, juru Handel menghadapkan diri ke arah kiblat, begitu juga dengan kerbau yang akan disembelih. Juru Handel memotong urat nadi yang terdapat pada kerongkongan sebelah kiri dan kanan agar kerbau cepat mati. Ia kemudian mengucap bismillahirrahmanirrahim dan membaca selawat Nabi, dilanjutkan dengan prosesi penyembelihan.
Usai disembelih, kerbau dibersihkan. Kulitnya dilepaskan secara perlahan-lahan, lalu isi perutnya dikeluarkan. Kemudian, kerbau dibawa ke teras rumah Uakku. Beberapa saudaraku membagi daging, tulang dan kulitnya dalam porsi yang sama menggunakan timbangan.
Keesokan harinya, tepatnya di penghujung bulan Ramadhan, nama orang-orang yang ada di dalam catatan di sekitar Huta Pasar Simangambat atau yang berasal dari kampung sebelah, mulai berdatangan dan mengambil bagiannya masing-masing. Bagian itu bergantung dari pesanan. Ada yang memesan 3 kilogram ada juga yang memesan 5 kilogram.
Sistem pembayaran pada tradisi Handel dapat dibayar dengan cara diangsur sebanyak dua hingga tiga kali, bergantung pada kesepakatan awal para peserta yang ditentukan di dalam sesi musyawarah.
Melalui tradisi Handel, dapat dirasakan dan dilihat, bahwa rasa kekeluargaan dan gotong royong lebih diutamakan. Bagi masyarakat Pasar Simangambat, sajian daging kerbau di Hari Raya Idul Fitri ialah menu wajib. “Tanpa daging kerbau pada saat hari raya pertama Idul Fitri, sepertinya ada rasa yang kurang”, ujar Uak perempuanku.
Menyajikan daging kerbau merupakan wujud rasa syukur untuk menyambut hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Begitulah cara etnis Batak Angkola Huta Pasar Simangambat menandai kegembiraan. Rasa syukur dan spirit berbagi dinyatakan melalui santapan daging kerbau yang telah dibuat menjadi sup ataupun gulai rendang.
Adapun tujuan Handel bagi masyarakat Batak Angkola Pasar Simangambat ialah untuk mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan di antara para perantau dan penduduk yang ada di Pasar Simangambat; meringankan beban masyarakat setempat sehingga dapat mencicipi dan menikmati daging kerbau saat momen Hari Raya Idul Fitri. Mengingat saat lebaran, daging kerbau menjadi hidangan yang wajib dihadirkan di setiap rumah masyarakat yang ada di Pasar Simangambat.
Selain itu, tradisi Handel juga dapat meningkatkan kebersamaan dan persaudaraan di antara etnis Batak Angkola Pasar Simangambat Saipar Dolok Hole. Tampak pada sistem gotong royong yang dilakukan sejak tahap penyembelihan, sampai pada pembagian daging kerbau.
Penyunting: Nadya Gadzali