Etnis.id - Sumpit adalah salah satu senjata tradisional khas suku dayak di pulau Kalimantan. Pusaka sumpit mempunyai sejarah panjang dalam masa-masa sebelum kemerdekaan Indonesia. Konon, saat berperang dengan Belanda di dalam hutan, suku dayak selalu unggul dengan hanya menggunakan sumpit.

Sebab, penggunaan senjata oleh penjajah akan mudah terdeteksi saat pelatuk ditekan. Beda dengan sumpit yang saat ditiup dan mengenai sasaran maka takkan menimbulkan suara. Dampaknya pun sangat beracun. Saat anak sumpit bersarang di tubuh, luka yang timbul akan menjadi celah bagi racun untuk menjalar ke jaringan tubuh lainnya. Sejak dahulu suku Dayak telah memberi racun ke anak sumpit yang telah mereka buat.

Kegunaan senjata ini sangat efektif dalam berperang dan berburu hewan di hutan. Saat batang sumpit ditiupkan, maka anak sumpit yang keluar takkan bersuara sehingga tak hanya melukai target secara senyap, tetapi juga meracuni hingga menyebabkan kematian.

Zaman dahulu suku Dayak dijuluki ‘pasukan hantu’ oleh pasukan Belanda yang menjajah Indonesia. Sebab, saat berperang melawan penjajah, posisi mereka akan sangat sulit diketahui saat meniupkan sumpit. Karena kelebihan sumpit melumpuhkan lawan dan tanpa disadari oleh musuh, maka senjata tradisional suku Dayak tersebut tak hanya ada di Indonesia.

Dalam jurnal yang ditulis Hamid Darmadi (Sumpit (Blowgun) as Traditional Weapons with Dayak High Protection), suku Dayak di Kalimantan bukan satu-satunya yang menggunakan sumpit sebagai senjata. Ternyata suku asli Amerika Selatan dan Samurai Jepang juga dikatakan telah menggunakannya dalam beberapa pertempuran. Untuk di Jepang sendiri sumpit disebut fukiya dan masuk dalam cabang olahraga yang dibina International Fukiyado Association (IFA)

Serangan Jarak Jauh dan Dekat

Sejak dahulu, Nenek moyang orang Dayak memang telah tinggal di tengah hutan lebat. Hutan dan keberadaan binatang-binatang liar jelas telah mengilhami mereka membuat senjata yang tidak hanya melindungi diri mereka sendiri dari keganasan kehidupan hutan, tetapi juga mampu mempertahankan hidup mereka secara moral dan material.

Salah satu senjata yang mereka ciptakan adalah sumpit. Pusaka sumpit dianggap cukup unik karena terdiri dari tiga bagian, yaitu: batang sumpit (berbentuk pipa), anak sumpit (damek) dengan racun pada matanya, dan mata tombak (sangkoh) terbuat dari logam atau batu gunung. Di bagian sangkoh ini dipasang di ujung batang sumpit dengan fungsi seperti sangkur pada senapan, yakni sebagai senjata cadangan yang dipergunakan pada pertempuran jarak dekat.

Dengan senjata sumpit, orang suku Dayak bisa melumpuhkan musuh dan hewan buruan baik di pohon seperti burung dan binatang buas yang hidup di darat dari kejauhan. Dengan kemampuan untuk menargetkan binatang dan musuh dari jarak jauh, orang Dayak telah menciptakan perangkat perlindungan diri yang ditakuti penjajah.

Jika ternyata tembakan pertama tidak mengenai sasaran, dan sebaliknya hewan liar atau serangan balik musuh dari jarak dekat datang, di sinilah sangkoh dan damek dapat digunakan dalam pertempuran jarak dekat.

Agar lebih efektif untuk tujuan berburu atau melawan musuh, orang Dayak mengolesi sumpit dengan racun yang terbuat dari getah pohon dan ramuan tumbuhan lainnya. Menurut cerita para tetua Dayak, racun pada sumpit hampir tidak ada obat penawar sehingga hewan atau bahkan manusia sekalipun apabila tergores dapat menyebabkan kematian.

Saat ini, keberadaan sumpit sudah menjadi salah satu warisan pusaka dan budaya etnis Dayak. Sumpit tetap diberdayakan dalam beberapa festival budaya di Kalimantan.