Kala dunia dengan cepat menerima perkembangan teknologi, identitas suatu bangsa dimaknai sebagai sebuah fondasi dan jati diri. Setiap negara haruslah menerapkan teknologi secara adaptif sesuai kebutuhan. Informasi yang beredar cepat antar negara mampu mengubah kesenangan, pola pikir, bahkan kebudayaan masyarakat.

Hal ini kemudian diantisipasi sebagai faktor negatif yang dapat menggerus nilai-nilai kebudayaan kita. Fenomena yang terjadi saat ini, ketika anak-anak bebas berkeliling dunia hanya dengan melalui gawai (gadget) dalam genggaman, tidak ada lagi istilah terisolasi dalam kebudayaan sendiri.

Sejak usia 4 tahun, anak-anak sudah diberikan kesempatan untuk menggunakan gawai, sehingga akses untuk melihat dunia terbuka lebar lewat berbagai platform yang ada, seperti YouTube, TikTok, Instagram dan Facebook. Akses inilah yang menjadi sumber informasi bagi anak-anak tentang budaya populer.

Secara pengetahuan, tentu saja dapat memberikan dampak positif, sebab di umur yang masih belia, mereka sudah dapat mengakses informasi secara luas. Namun yang menjadi fokus perhatian ialah ketika muatan platform tersebut didominasi oleh industri populer, sehingga mengakibatkan nilai-nilai kearifan lokal seperti kesenian tradisional menjadi minoritas dan tenggelam.

Di dalam dunia pendidikan, pemerintah menerapkannya di bidang ekstrakurikuler, seperti musik tradisional, tarian tradisional, teater tradisional, serta dalam kurikulum mata pelajaran Seni Budaya yang memperkenalkan warisan budaya Nusantara yang lebih luas lagi. Hal ini merupakan upaya serius yang dilakukan oleh pemerintah, bahwasanya jati diri bangsa merupakan pondasi yang harus terus dipertahankan.

Usaha kita untuk merawat nilai-nilai tradisi hendaknya dimanfaatkan dengan baik dan menjadi tugas bersama. Pemboikotan segala jenis informasi dari luar tidaklah bijaksana, sebab kita juga harus menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia saat ini. Anggaplah itu sebagai resiko jika kita membuka diri terhadap dunia luar. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi pergeseran budaya, setidaknya dapat dimulai dengan memperkenalkan kekayaan warisan budaya Nusantara sejak dini, serta bersentuhan langsung dengan tradisi tersebut.

Melihat fenomena yang terjadi pada anak-anak yang sejak dini sudah diperkenalkan pada tradisi mereka sendiri, mereka justru kekurangan wadah untuk menampilkannya. Alhasil, yang mereka lakukan hanya sebatas mengembangkan kesenian agar tradisi tetap relevan dengan zaman.

Kita bisa saja menciptakan panggung pertunjukan dengan konsep-konsep pembaharuan yang tidak dianggap ketinggalan zaman, iklim pembelajaran yang inovatif, serta upaya lainnya. Intinya, langkah demi langkah dipersiapkan agar kesenian tradisional mampu bersaing dalam ranah industrial, sekaligus dapat diakses dengan mudah lewat berbagai platform digital.

Komunitas Ruang Sentra

Dari sekian banyak komunitas yang ada di negeri ini, khususnya daerah Sumatra, ada sebuah komunitas yang berhasil mencuri perhatian masyarakat, yakni komunitas Ruang Seni Nusantara.  Komunitas yang dikenal dengan sebutan Ruang Sentra ini bergerak bersama kemajuan ekosistem seni dan budaya lokal dengan jurus-jurus jitu yang dianggap efektif dalam memberikan edukasi terhadap masyarakat.

Menariknya, ketika kita melihat banyak komunitas yang digagas oleh para kaum muda dengan semangat militansi, esensi dari kegiatan yang mereka inisiasi justru seringkali terlupakan. Namun, tidak demikian dengan Ruang Sentra yang memiliki misi lebih terarah dan terukur, yaitu melakukan Pengembangan Nilai Budaya secara konsisten.

Ruang Sentra mengembalikan nilai dan praktik kultur tradisi kepada masyarakat pemiliknya sebagai modal, kekuatan, serta ruang untuk berpartisipasi secara aktif dalam praktik kultur tradisi. Selain itu, melakukan wacana kultural lanjutan, serta membuka ruang untuk nilai dan praktik kultur tradisi secara akademik dengan mengedepankan pemahaman kultural yang menyeluruh. Namun tidak hanya sampai pada misi ini saja, melainkan kegiatan yang mereka inisiasi juga menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan.

Seniman Bermasyarakat ialah yang mereka sebut sebagai kegiatan edukatif dan solusi dalam menjaga nilai tradisi. Pada edisi kali ini, musik tradisional menjadi fokus utama kegiatan perdana Seniman Bermasyarakat. Ruang Sentra terbentuk di kota Medan dan memiliki pergerakan di sekitar wilayah Sumatera. Namun, mereka juga berjejaring dengan teman-teman diluar wilayah Sumatera, seperti pulau Jawa, Kalimantan, dan wilayah timur Indonesia.

Komunitas Ruang Seni Nusantara

Seniman Bermasyarakat secara teknis ialah seniman yang diberangkatkan menuju desa untuk melakukan serangkaian kegiatan, seperti observasi, diskusi, workshop dan pelatihan. Observasi dilakukan pada hari pertama dengan mengangkat tema-tema yang menarik untuk digali dan tentu saja berkaitan dengan keilmuan para seniman.

Di hari kedua, diskusi dengan para tokoh masyarakat, seniman lokal, serta pemerintah desa dilaksanakan Kemudian pada hari ketiga, para seniman berbagi tentang pengalaman dan pengetahuannya dalam kegiatan workshop dan pelatihan. Berfokus pada generasi muda dengan rentang usia 10 hingga 18 tahun. Kegiatan-kegiatan yang sudah dirancang tersebut diharapkan dapat menghasilkan output yang bersifat edukatif, baik bagi masyarakat maupun bagi seniman itu sendiri.

Dengan melakukan proses residensi ke setiap desa yang terpilih, diharapkan seniman dapat membawa semangat untuk tetap bertolak pada makna tradisi sebagai kekuatan seniman berbagi pengetahuan, baik akademik maupun pengalaman empirik yang telah teruji. Terdapat dua arah pembelajaran ketika masyarakat setempat merespon seniman yang berbagi pengetahuan dan pengalaman yang berkembang di dalam etalase kebudayaan daerah setempat.

Saat bercerita tentang pengalaman tim dalam sebuah perjalanan menuju salah satu desa wisata di kawasan Danau Toba, tim bercerita bahwasanya mereka dapat menemukan makna dari sebuah tanggung jawab, yakni tanggung jawab moral sebagai masyarakat pemilik seni tradisi. Perjalanan yang dilewati tentu saja berliku, namun sudah menjadi tekad para seniman untuk mewujudkan ide dan gagasan agar tercipta sebuah kegiatan berbasis edukasi.

Workshop dan Pelatihan

Seniman Bermasyarakat merupakan sebuah kegiatan yang lahir dari rasa tanggung jawab untuk melestarikan tradisi. Kegiatan ini diinisiasi oleh komunitas Ruang Sentra yang dalam pembahasan sebelumnya sudah dijelaskan. Seniman Bermasyarakat direncanakan akan terlaksana pada bulan April, Juni, dan Agustus tahun 2021.

Adapun pelaksanaan perdananya sudah terealisasi pada bulan April lalu, bertempat di Desa Tipang, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Desa ini adalah salah satu desa wisata yang cukup terkenal di kawasan Danau Toba. Dipilihnya Desa Tipang sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan Seniman Bermasyarakat, bukanlah tanpa alasan.

Lantaran ramainya wisatawan yang berkunjung, Ruang Sentra menganggap Desa Tipang sebagai desa yang rentan akan akulturasi budaya. Dengan adanya kegiatan Seniman Bermasyarakat, diharapkan anak-anak di Desa Tipang dapat kembali mencintai akar tradisi mereka.

Sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaga tradisi sebagai kekuatan dan jati diri bangsa. Oleh sebab itu, sudah seharusnya kita saling bahu membahu dalam menyukseskan kegiatan-kegiatan yang bernilai edukatif dan bertujuan untuk membangun kebudayaan.

Berharap bahwa kegiatan Seniman Bermasyarakat yang akan digelar pada bulan Juni dan Agustus 2021 mendatang dapat berjalan dengan baik, begitu pula dengan tahun-tahun berikutnya.

Penyunting: Nadya Gadzali