Etnis.id - Di tengah-tengah zaman modern seperti ini, masih banyak masyarakat yang percaya akan mitos-mitos. Masangin di Yogya salah satunya. Mitos yang berkembang di Kota Yogyakarta ini sampai sekarang masih banyak yang percayai. Yogyakarta memang menyimpan berbagai tempat bersejarah seperti alun-alun selatan.

Alun-alun Selatan masih kental akan nuansa Jawa. Di sana, terdapat dua pohon beringin. Beberapa penuturan menyebutkan, pohon beringin tersebut bukan sekadar pohon yang ditanam sebagai hiasan saja. Lebih dari itu, menyimpan sejarah panjang.

Karena penasaran dan kebetulan saya tinggal di Jogja, akhirnya saya putuskan untuk pergi ke Alun-alun Selatan. Benar. Di sekitar dua pohon beringin, tampak orang mengantre sembari menyiapkan kain penutup mata. Mereka itulah para pelaku Masangin.

Pelaku Masangin didominasi oleh anak muda yang kebanyakan masih mahasiwa. Masangin mendorong mereka untuk melakukan ritual. Meski demikian, tidak sedikit dari mereka cuma ikut-ikutan dan pengen asik-asikan saja. Seperti Rika, seorang perempuan paruh baya yang melakukan Masangin.

Ia memang gagal masuk di antara dua beringin. Rika mengaku hanya penasaran dengan keberadaan mitos yang melekat kuat. Lebih dari itu, dia juga sedang memiliki hajat untuk mendapatkan sesuatu. Dalam obrolan singkatku dengannya, ia tetap yakin akan kuasa Tuhan. Katanya, Masangin hanya menjadi salah satu bentuk ikhtiarnya. Untuk hasil akhirnya, tetap diserahkan pada Tuhan yang Maha Kuasa.

Ada pula anak muda yang berhasil masuk di antara dua beringin. Ia mengakui memiliki hajat akan sebuah hal tertentu. Meski begitu, ia tidak menggantungkan hajatnya pada dua pohon beringin. Dia hanya melatih nuraninya. Cukup menarik.

Oh ya, Masangin merupakan kepanjangan dari masuk di antara dua beringin. Masangin tentu tidak hadir begitu saja. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Masangin hadir seiring dengan Tahta Sultan Hamengku Buwono yang pertama. Kala itu, Sultan memiliki putri yang akan dipinang oleh seroang laki-laki. Namun sayangnya, Sang Putri tidak suka. Akhirnya Sang Putri melontarkan kalimat tertentu.

Syaratnya, jika ingin menikahinya, maka laki-laki tersebut harus berhasil jalan dengan mata tertutup melewati dua buah pohon beringin yang berada di Alun-alun Selatan. Apabila berhasil, sang putri siap menjadi istrinya. Namun sayangnya pemuda tersebut gagal Masangin. Dari kegagalan pemuda tersebut, lahirlah sabda dari Sultan, bahwa yang dapat melewati hanyalah mereka yang memiliki hati bersih nan tulus.

Masangin diawali dengan ritual mubeng benteng yang rutin dilakukan setiap malam 1 Syuro. Bentuk pelaksanannya juga sangat sederhana. Cukup dengan menutup mata saja dan kemudian berjalan menuju arah dua beringin. Beberapa orang juga menyebut dengan isitilah ngalap berkah. Masyarakat yakin, dengan melakukan ritual mubeng benteng, mereka bakal mendapatkan hidup yang damai dan aman. Kini, pelaku Masangin bisa melakukan ritual ini kapan saja. Tidak melulu pada saat malam 1 Syuro.

Alun-alun Selatan Yogyakarta/Etnis/Billy Chermutto

Lalu pertanyaan selanjutnya, kenapa harus pohon beringin yang dilewati. Konon, pohon beringin merupakan ciri khas dari keberadaan bangunan Keraton Yogyakarta. Pohon beringin yang kerap disebut dengan supit urang ini juga diberi pagar berupa jeruji sebagai gambaran busur serta anak panah. Bukan hanya itu saja, pohon beringin yang berada di tengah-tengah Alun-alun juga dikelilingi dengan pagar berbentuk segi empat yang kerap dikenal dengan sebutan ‘Waringin Kurung”.

Waringin merupakan kata lain dari beringin, sedangkan kurung merupakan representasi dari sikap matang manusia yang arif nan bijaksana. Bisa dikatakan, pohon beringin ini merupakan lambang dari kesatuan serta harmonisasi antara manusia dengan jagad raya.

Beringin merupakan lambang langit, kemudian keberadaan tanah berbentuk segi empat yang ada di dalam pagar kayu memiliki arti tugas manusia untuk senantiasa mengatur kehidupan di muka bumi. Lebih dari itu, sudah sejak zaman dahulu, pohon beringin diyakini sebagai pohon keramat.

Beberapa orang percaya, bahwa lingkungan Keraton Yogyakarta masih dipenuhi dengan suasana mistis yang sulit dijangkau secara logis. Seperti penuturan Muhammad Fiqih Atiq Zulkarnain dalam buku Seni Budaya di Yogyakarta.

Tertulis kalau masyarakat sekitar memiliki keyakinan penuh, bahwa di antara kedua pohon beringin tersebut, tersimpan tolak bala bagi musuh yang akan menyerang Keraton Yogyakarta. Ketika prajurit Keraton berhasil melakukan laku Masangin, diyakini dirinya memiliki kekuatan serta penglihatan hati yang bersih.

Dengan ini, maka dirinya mampu menolak bahaya yang tersembunyi di antara pohon beringin.  Untuk bisa melakukan perjalanan batin ini, tentu dibutuhkan sebuah peralatan tertentu yakni peralatan sakral dan profan. Peralatan sakral mewujud pada kedua pohon beringin yang berada di alun-alun kidul. Kemudian mengenai peralatan profannya, tidak lain adalah penutup kacu. Kacu merupakan kain berwarna hitam yang digunakan untuk menutup mata saat melakukan Masangin.

Secara sekilas, Masangin cukup mudah untuk dilakukan. Pelaku Masangin cukup berdiri di bagian utara pohon beringin kembar dengan mata ditutup kain hitam, kemudian berjalan dari utara ke selatan menuju celah yang berada di antara dua beringin. Sekilas tampak mudah. Namun pada kenyatannya, masih banyak yang gagal melakukannya. Unik.

Alun-alun Selatan Yogyakarta/Etnis/Billy Chermutto

Beberapa pelaku ada yang hanya berputar-putar di sekitar, ada yang melenceng jauh ke mana-mana, bahkan ada yang kembali lagi ke arah awal dirinya berjalan. Namun ada juga yang berhasil masuk di antara dua beringin.

Pelaku yang memiliki keyakinan kuat dengan dirinya sendiri, tidak mudah goyah terhadap hambatan, termasuk dalam hal ini ruang gelap penuh keragu-raguan, bisa dengan mudah menaklukkan perjalanan melintas di antara dua pohon beringin.

Manakala kita kaitkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, hal ini sangat berkolerasi. Orang yang memiliki keyakinan kuat terhadap dirinya sendiri akan mampu mewujudkan cita-cita serta harapannya. Sama halnya ketika melakukan Masangin. Pelaku harus bisa sabar, ikhlas, tidak menyerah supaya bisa lancar dan berhasil masuk di antara dua beringin.

Bisa dikatakan, Masangin merupakan simbol keihklasan serta keteguhan seseorang dalam mewujudukan harapannya. Masangin mengajarkan kita semua untuk selalu yakin terhadap naluri. Mengenai kekuatan niat baik, ingatan saya langsung mengarah pada sebuah catatan dari Paulo Coelho di dalam The Alchemist. “Ketika kita memiliki satu keinginan baik maka seluruh alam semesta akan bersatu padu membatu kita mewujudknnya”.

Naluri adalah kekuatan yang mampu mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih baik. Saat naluri kita bersih, tidak sering mencela dan kita senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai kebaikan, segala hal dalam hidup akan mudah kita lewati. Sama halnya saat berjalan masuk di antara dua beringin ini.

Editor: Almaliki