Bagi masyarakat Desa Buku, Kecamatan Mapilli, Kabupaten Polewali Mandar, kehamilan kemudian dikarunia anak adalah hal yang paling menggembirakan. Banyak pantangan yang harus dipatuhi dan hal yang harus dilakukan untuk menyambut kehadiran jabang bayi.
Mulai dari usia kehamilan muda hingga mendekati waktu lahiran, berbagai macam tradisi dilakukan, doa pun dipanjatkan, agar sang Ibu dan bayi selalu dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa.
Appesseq adalah salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Buku ketika usia kehamilan telah mencapai 7 bulan. Appesseq berasal dari bahasa lokal masyarakat Desa Buku yang berarti menekan, memijat atau mengurut.
Secara terminologi, appesseq adalah proses dan rangkaian adat atau tradisi yang dilakukan ketika usia kehamilan mencapai bulan ketujuh kehamilan. Dalam pelaksanaanya, appesseq terdiri dari beberapa rangkaian. Pertama adalah andrio atau idio yang berarti mandi atau dimandikan. Kedua, massulurang pabbarrung. Ketiga adalah prosesi utama, yakni mappesseq atau pesseq (mengurut/memijat). Sedangkan keempat adalah katurunang, dan kelima adalah mabbesa belua. Kemudian yang terakhir adalah mabbaca atau penutup dari rangkaian acara mappesseq.
Rangkaian pertama dari tradisi mappesseq adalah andrio atau idio. Prosesi ini dilakukan di teras rumah, berhadapan dengan tangga. Calon Ibu diminta untuk duduk diatas kelapa. Biasanya, terdiri dari 4 buah kelapa dengan tangkainya yang dihadapkan ke tangga.
Dalam rangkaian ini, biasanya ada 7 orang atau 9 orang paddio (orang yang akan memandikan sang calon ibu). Ke 7 orang ini akan bergantian melakukan penyiraman tepat di ubun-ubun sang calon Ibu. Biasanya, orang pertama yang melakukan siraman adalah istri Imam mesjid, kemudian disusul oleh kerabat-kerabat dekat yang hadir, hingga 7 atau 9 orang paddio.
Setelah andrio selesai, prosesi kedua adalah massulurang pabbarrung. Rangkaian ini masih dilaksanakan di teras rumah setelah andrio dilakukan. Diawali dengan mengambil pabbarrung (alat untuk meniup api atau memperbesar api, kemudian "nasulurang tama bawana towaine" (ditaruh dibawah dudukan perempuan yang sedang duduk berjongkok ) dan didorong sekuat tenaga hingga melewati bagian bawah tubuh sang calon Ibu yang sedang berjongkok.
Pabbarung didorong hingga jatuh ke tangga atau ke tanah, karena posisi sang calon Ibu pada prosesi ini, harus berhadapan dengan tangga. Pada prosesi massulurang pabbarrung ini, sang suami harus menunggu pabbarrung yang telah didorong ke bawah tangga. Makna simbolisnya, agar kelahiran bayi dapat selancar dorongan pabbarung yang melewati tubuh bagian bawah sang calon Ibu.
Prosesi selanjutnya ialah mappesseq atau ipesseq. Mappesseq adalah proses di mana seseorang mengurut atau memijat perut calon Ibu secara perlahan. Tak jauh berbeda dengan andrio, mappesseq juga dilakukan oleh 7 orang atau 9 orang. Pelaksanaanya, setiap orang bergantian untuk melakukan mappesseq atau memijat perlahan perut sang calon Ibu. Diawali oleh istri Imam mesjid dan dilanjutkan oleh kerabat-kerabat dekat yang hadir, hingga akhirnya mencapai 7 atau 9 orang.
Dalam prosesi ini, sokko' tallu rupa atau olahan ketan yang dimasak setengah matang dengan tiga macam warna: kuning, hitam dan putih diletakkan. Sedangkan yang keempat adalah katurunang. Dalam pelaksanaannya, katurunang berarti meniup beberapa sulo atau lilin tradisional yang disimpan di dalam beras setelah mappesseq dilakukan.
Tradisi ini bermakna metafora, bahwa dalam waktu bersamaan dengan sang Ibu meniup lilin, maka segala hal yang menjadi rintangan selama fase mengandung hingga melahirkan akan hilang, lenyap bersama padamnya lilin yang ditiup oleh sang calon Ibu.
Selanjutnya ialah rangkaian kelima atau mabbesaq belua atau membasahi rambut. Pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh sang calon Ibu. Pertama, ia harus mengambil passero dempa atau gayung yang diisi air untuk membasahi ujung rambutnya. Setelah itu, calon ibu akan berlari keluar teras untuk membuang air yang dipake tadi. Prosesi ini dilaksanakan sebanyak tiga kali.
Rangkaian terakhir dari tradisi mappesseq adalah mabbaca. Mabbaca adalah ritual pamungkas dalam tradisi ini. Dalam budaya Masyarakat Desa Buku, mabbaca adalah kegiatan berdoa yang dilakukan sebagai penutup ritual adat. Lazimnya, yang akan memimpin mabbaca disebut dengan pabbaca atau perangkat masjid (Imam atau Khatib).
Hal yang unik dari tradisi mappesseq ialah adegan selepas mabbaca atau berdoa. Sebab, calon Ibu diminta untuk memilih makanan yang akan ia makan lebih dulu. Menurut kepercayaan masyarakat Desa Buku, apabila seorang calon Ibu mengambil gogos (makanan tradisional berbentuk lonjong terbuat dari beras ketan yang dibungkus daun pisang), maka anak yang ada dalam kandungan diduga berjenis kelamin laki-laki.
Tetapi, jika calon Ibu memilih tompi-tompi (lauk olahan ikan yang dicampur dengan kelapa dan bumbu tertentu, kemudian dibentuk segitiga dan digoreng), maka anak yang berada dalam kandungannya dipercaya akan berjenis kelamin perempuan.
Seluruh rangkaian dalam tradisi ini, terkecuali mabbaca, dipimpin oleh satu orang yang dinamakan Sandro. Sandro adalah sebutan masyarakat Desa Buku untuk menamai sesepuh adat atau orang yang dituakan yang memimpin pelaksanaan sebuah tradisi.
Makanan atau sajian yang dihidangkan dalam tradisi ini disebut andre mangidang atau segala jenis makanan yang diminta oleh calon Ibu di awal masa kehamilannya, atau yang disebut dengan masa mengidam. Makanan-makanan tersebut dapat berupa segala jenis buah-buahan, rujak, daging-dagingan atau sayuran-sayuran.
Disediakan pula dalam tradisi ini, beberapa buah kelapa beserta tangkainya sebagaimana yang disedikan pada pelaksanaan andrio. Selain itu, pisang satu tangkai yang masih muda atau pisang seribu juga dihadirkan, yakni pisang kecil yang buahnya berdempet. Pisang tersebut nantinya akan diberikan kepada Sandro untuk dibawa pulang ke rumah.
Usai melaksanakan seluruh rangkaian tradisi mappesseq—termasuk memanjatkan doa-doa—seluruh kerabat yang hadir dalam tradisi mappesseq dipersilakan untuk menyantap makanan yang tersedia. Mappeseq adalah ikhtiar dan untaian harapan calon Ibu dan Ayah agar diberi kelancaran pada saat persalinan: sang Ibu diberikan kesehatan dan bayi diberikan keselamatan.
Penyunting: Nadya Gadzali