Kerajaan Mataram dianggap sebagai tonggak seni karawitan, terutama untuk langgam Yogyakarta dan Surakarta. Tidak hanya penambahan jenis-jenis gamelan saja, di zaman itu, fungsi seni karawitan juga ikut mengalami perkembangan. Di samping sebagai sarana upacara, seni karawitan juga berfungsi sebagai hiburan.
Dahulu, seni karawitan yang dilahirkan di dalam keraton hanya dapat dinikmati di lingkungan keraton saja. Namun selanjutnya, kesenian ini dapat diterima di luar keraton sebagai kesenian yang mampu menjembatani jurang perbedaan antara golongan priyayi dan rakyat biasa.
Sebagai salah satu kesenian tradisional, karawitan terbilang cukup mampu bertahan di tengah perkembangan musik yang terkadang, menyeretnya ke dalam arena persaingan. Terlebih di era digital yang menuntut para pelaku seni untuk segera beradaptasi dengan keberadaan media sosial.
Peran Media Sosial Dalam Praktik Berkesenian
Media sosial berperan sebagai medium penyampai pesan dari satu orang ke orang lainnya. Sedangkan dalam praktik berkesenian, media sosial juga berfungsi sebagai sarana untuk menyebarluaskan karya.
Betapa tidak, dalam genggaman tangan, seorang musisi kini dapat menciptakan musik, mengunggah karyanya dan dapat langsung diakses oleh seluruh pengguna media sosial. Sudah tentu, fenomena ini tidak dapat dipertentangkan hanya dari sisi kemajuan ataupun kemundurannya saja.
Dengan begitu, peran media sosial dalam kehidupan manusia bukan hanya tentang "manusia sebagai subjek aktif dan media sosial sebagai objek pasif”. Lebih dari itu, media sosial juga ikut berperan dalam pembentukan ulang peradaban hidup manusia. Gagasan tentang pengaruh media sosial terhadap kemunduran atau kemajuan seni karawitan juga perlu diluruskan, lantaran sebagai alternatif ruang pertunjukan—terutama sejak ruang gerak seniman terhambat akibat persebaran virus korona—penggunaan media sosial pun mengalami peningkatan.
Pada praktik seni karawitan, para pengrawit juga dapat ikut ambil bagian lewat unggahan karya, agar audiens dapat menikmati pertunjukan karawitan tanpa harus menunggu digelarnya sebuah hajatan, upacara adat, pentas kesenian dan lain sebagainya. Bahkan, lewat media sosial, pertunjukan karawitan dapat digelar dalam format live streaming, sehingga dapat dinikmati oleh seluruh penggunanya.
Media sosial menjelma ruang yang mempertemukan antara pelaku seni dan penikmat seni karawitan, serta menjadi pengganti arena pertunjukan sebagaimana seni karawitan di masa lampau yang berhasil menembus dinding keraton sehingga dapat menjadi sarana hiburan rakyat. Di era digital saat ini pula, seni karawitan mengalami proses pembentukan ulang, mulai dari membawakan ulang lagu yang sudah ada (cover), atau bahkan membuat komposisi gending baru. Misalnya, pada seni karawitan yang dapat menampilkan keterampilan seorang pengrawit yang tengah memainkan ricikan gender di kanal YouTube, kemudian pengrawit lain yang menyaksikan pertunjukan itu meniru, memainkan ulang, kemudian mengunggahnya di media sosial miliknya.
Seturut dengan kehadiran media sosial, sebuah lagu, bahkan bisa dimainkan ulang oleh beberapa musisi sekaligus. Proses produksi, konsumsi, serta distribusi atas sebuah karya seni pun mengalami transformasi. Pada konteks tertentu, eksekusinya dapat dilakukan lewat penggunaan sebuah gawai yang terkoneksi pada satu akun (atau beberapa) platform media sosial sekaligus. Lewat sebuah unggahan video, seorang pelaku seni juga dapat dengan leluasa menambahkan elemen artistik lainnya ke dalam unggahannya. Misalnya, dengan melakukan proses produksi berlatar pemandangan alam agar membuatnya menjadi sebuah karya yang unik.
Seseorang juga dapat menikmati karya musisi melalui unggahan akun media sosialnya. Pada saat itu, ia sedang melakukan proses konsumsi atas sebuah karya. Kemudian selang beberapa waktu, ia terinspirasi untuk membuat unggahan karya versinya sendiri melalui media sosial miliknya. Pada posisi tersebut, ia sedang melakukan tahap produksi karya.
Merindukan Kemegahan Gamelan
Lantaran pandemi virus korona, kesenian gamelan tidak bergaung di pendopo untuk sementara waktu. Digantikan oleh media sosial yang mengambil alih fungsi ruang pertunjukan, sehingga para pelaku seni tetap dapat mencipta dan menampilkan karya-karyanya.
Komposer Peni Candra Rini ialah salah satu pelaku seni karawitan yang pernah menggelar konser gamelan secara daring dengan tajuk 'Tembang Doa'. Hal yang sama juga dilakukan oleh dalang Ki Purbo Asmoro, yang belum lama ini membawakan lakon 'Kunthi Pilih' di kanal YouTube resminya.
Ada sesuatu yang hilang ketika gamelan memasuki jagat maya, salah satunya adalah kesan agung dari bunyi gamelan tersebut. Seniman, penikmat gamelan, organolog gamelan dan pakar bidang akustika bunyi mengakui bahwa gamelan akan menimbulkan kesan yang agung ketika dimainkan di dalam pendopo.
Kecanggihan arsitektur pendopo terbukti paling mewakili seluruh pesan suara yang ingin disampaikan oleh gamelan. Bahkan, sampai saat ini belum ditemukan teknologi—baik secara akustika maupun sistem suara yang mampu menandingi bangunan pendopo. Pakar akustika mengatakan bahwa gamelan yang dimainkan di pendopo, tidak membutuhkan peningkatan level suara yang diterjemahkan oleh sound system. Sedangkan di masa pandemi, kita diajak untuk beradaptasi dengan pementasan gamelan melalui gawai (komputer jinjing maupun telepon seluler) yang disiarkan di platform digital.
Namun, terlepas dari persoalan yang tengah dihadapi saat ini, pelaku seni gamelan dan karawitan harus mampu menyesuaikan diri dengan habituasi digital, agar tetap dapat menyebarkan serta memperoleh penghidupan dari karya-karyanya.
Penyunting: Nadya Gadzali