Setiap etnis memiliki budaya yang diwariskan oleh orang-orang terdahulu kepada generasi penerus, baik di desa maupun di perkotaan. Tradisi itu tampaknya tak dilupakan begitu saja oleh etnis yang merantau ke kota-kota besar di Indonesia.

Kisah nyata yang terjadi pada diriku sendiri ialah Bapak dan Ibuku, Sahdin Gultom dan Erlina Hanum Siregar, Suku Batak Angkola yang merantau ke Kota Batam sejak tahun 1980.

Pada awalnya, almarhum Kakekku, Opung Parlaungan Siregar yang merupakan Bapak dari Ibuku, merantau ke Kota Batam sekira pada tahun 1970, kemudian disusul oleh Bapak dan Ibuku yang hingga kini menetap di Kota Batam.

Nenekku, Tiolina Rambe saat ini berusia 76 tahun, telah meninggal dunia pada tanggal 1 Maret 2021. Ia berkata, bahwa Kota Batam pada tahun 70an belum ada organisasi atau komunitas yang mewakili etnis-etnis tertentu."Opungmu Parlaungan Siregar itu merupakan salah satu tokoh pendiri organisasi IKBI (Ikatan Keluarga Batak Islam) Kota Batam hingga kini, lalu disusul dengan komunitas dan organisasi etnis-etnis lainnya.

Jika ditelisik lebih jauh, fenomena menarik dari keluargaku ini ialah meskipun Bapak dan Ibuku sudah lama tinggal di Kota Batam, mereka tetap menjalankan tradisi etnis Batak Angkola di tanah rantau, tetap menghargai dan menghormati budaya etnis Melayu Kota Batam.

Tak heran jika Bapak dan Ibuku selalu mengikuti pertemuan-pertemuan organisasi etnis Batak Angkola yang berada di Kota Batam. Secara tak langsung, orang tuaku mengajarikan bahwa pengetahuan tentang seni dan budaya etnis Batak Angkola tak terhitung jumlahnya.

Beragam jenis tradisi Batak Angkola yang masih dipraktikkan oleh Bapak dan Ibuku dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya, tradisi Mangan Fajar, Mangupa-upa, Martahi, Mangandun, Sattan Siborgo-borgo, dan lain sebagainya.

Begitu pula dengan etnis-etnis lainnya yang menetap di Kota Batam, seperti Banjar, Batak, Dayak, Bugis, Jawa, Sunda, Tionghoa, dan etnis Melayu yang merupakan etnis tempatan. Mereka juga membentuk suatu komunitas yang berdasar pada nilai-nilai tradisi dan adat istiadat yang berasal dari pengetahuan dan pemahaman etnisnya masing-masing, serta diturunkan kepada generasi berikutnya.

Tujuannya, agar para orang tua yang merantau dan menetap di Kota Batam, dapat berbagi pengetahuan tentang asal-usulnya kepada generasi penerus yang dibesarkan di tanah rantau Batam. Walaupun pada akhirnya, terjadi dua identitas etnis yang tarik menarik, atau bisa juga disebut dengan kawin silang budaya atau budaya hybrid pada setiap individu yang dilahirkan di Kota Batam.

Dapat dilihat juga dalam momen-momen serimonial pernikahan yang terkadang mewakili dua budaya dari dua etnis sekaligus. Peristiwa ini menggambarkan salah satu kebiasaan masyarakat majemuk yang mengutamakan toleransi, berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak dengan cara bernegosiasi untuk menentukan adat yang digunakan dalam seremoni.

Ritual Sattan Siborgo-borgo

Dalam praktik kehidupan sosial masyarakat Batak Angkola, Sattan berarti santan, sedangkan Siborgo-borgo berarti menyejukkan dan menenangkan. Pengertian Sattan Siborgo-borgo ialah santan yang menyejukkan dan menenangkan kehidupan, sebagai ungkapan rasa syukur yang dipanjatkan melalui doa keselamatan.

Orang yang diberi Sattan dapat pula berwujud benda mati, seperti mobil dan sepeda motor yang akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sattan Siborgo-borgo menandai peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Batak Angkola, di antaranya, prosesi penyambutan pengantin wanita dan pria dalam acara pernikahan.

Selain itu, Sattan Siborgo-borgo juga digunakan dalam syukuran benda-benda baru yang dimiliki oleh seseorang untuk dipergunakan atau ditempati oleh keluarga dalam kehidupan sehari-hari, seperti rumah baru yang akan ditempati, mobil baru atau sepeda motor baru yang semuanya diberi ritual Sattan Siborgo-borgo.

Pelaksanaan Ritual Sattan Siborgo-borgo

Victor Turner berkata, pengertian ritual ialah suatu perilaku tertentu yang sifatnya formal dan dilakukan dalam waktu tertentu dengan cara yang berbeda. Ritual bukanlah sekedar rutinitas yang bersifat teknis saja, melainkan tindakan yang didasari pada keyakinan religius terhadap kekuasaan atau kekuatan mistis.

Dalam kehidupan masyarakat Batak Angkola, diyakini bahwa setiap kepemilikan barang baru, seperti rumah baru yang akan di tempati, kendaraan baru roda dua atau roda empat yang akan digunakan sebagai kendaraan sehari-hari, terlebih dahulu diberikan ritual Sattan Siborgo-borgo, agar barang baru itu bersifat dingin dan tenang saat digunakan, ujar Borkat Tampubolon yang seorang tokoh adat etnis Batak Angkola.

Sattan siborgo-borgo biasanya diberikan pada pagi hari, tepat sebelum ruang ditempati atau barang-barang baru tersebut digunakan. Begitu pula dengan resepsi pernikahan menurut tradisi Batak Angkola. Biasanya, sepasang calon pengantin juga akan dihadirkan saat pelaksanaan ritual Sattan Siborgo-borgo.

Sebelumnya, dilaksanakan terlebih dahulu ritual Upa-upa atau sesi  memberikan wejangan tentang hidup berkeluarga, bermasyarakat, serta pengingat agar terus mendoakan kedua pasang pengantin.

Tujuan dari upacara ritual Sattan Siborgo-borgo ialah mendoakan keselamatan kedua mempelai, agar senantiasa diberikan ketenangan saat menghadapi masalah dan terhindar dari marabahaya selama menjalani bahtera rumah tangga.

Menurut seorang tokoh etnis Batak Angkola, Borkat Tampubolon, upacara ritual Sattan Siborgo-borgo dapat dilakukan oleh siapa saja, terutama tokoh-tokoh yang dituakan yang mengerti adat istiadat etnis Batak Angkola. Selain itu, tradisi ini juga boleh dilaksanakan oleh pria atau wanita yang mengerti tata cara pelaksanaannya.

Sebelum melaksanakan ritual Sattan Siborgo-borgo, ada beberapa tahapan-tahapan yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Seperti air santan yang sudah dipisahkan sebanyak satu gelas, baskom yang berisi kelapa parut sebanyak 2,5 ons, tepung beras pulut 2,5 ons, gula merah 2,5 ons, serta garam setengah sendok kecil.

Pertama-tama, santan parutan kelapa yang disimpan di dalam baskom diremas-remas sampai tercampur menjadi satu adonan, setelah itu dikepal oleh tangan orang dewasa sebanyak tiga, enam, sembilan, atau lebih. Berapa saja asalkan ganjil, kemudian diletakkan di atas piring menuangkan air santan dan dimasukkan menjadi satu kesatuan bersama tepung beras pulut.

Sebenarnya, untuk pembuatan Sattan Siborgo-borgo tak ada takaran khusus bisa sedikit ataupun banyak. Semuanya itu, tergantung dari kebutuhan guna dan fungsi dari pihak keluarga yang ingin melaksanakan ritual Sattan Siborgo-borgo, yang terpenting ialah kepalan Sattan Siborgo-borgo haruslah ganjil, tak boleh genap.

Dalam pelaksanaan ritual Sattan Siborgo-borgo, biasanya dilaksanakan pada pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB. Menurut ibuku, Erlina Hanum Siregar, pagi hari diyakini sebagai waktu yang baik untuk memulai aktivitas.

Sesuai dengan ajaran Islam, sebaiknya umat Muslim memulai berbagai aktivitas di waktu-waktu antara terbit fajar dan menjelang terbit matahari, sebab Allah SWT sedang membagikan rezeki kepada umat manusia di sejak dini hari, melalui perantara malaikat Mikail.

Adapun tata cara ritual Sattan Siborgo-borgo dimulai dengan seorang yang memercikkan air santan atau Sattan Siborgo-borgo pada seseorang yang melaksanakan, dilanjutkan dengan membaca surat Al-fatihah dan salawat Nabi berulang kali dari lisan dan dari dalam hati selama prosesi berlangsung, sembari memercikkan air santan pada rumah akan ditempati atau kendaraan yang akan digunakan oleh pemiliknya.

Selepas memercikkan Sattan Siborgo-borgo, kepalan santan kemudian dinikmati bersama-sama dengan pihak keluarga yang melaksanakan hajat, menandai ritual Sattan Siborgo-borgo telah usai dilaksanakan. Sattan Siborgo-borgo ialah doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT, agar yang melaksanakan hajat diberikan keselamatan dan terhindar dari marabahaya.

Penyunting: Nadya Gadzali